Memang asyik berkumpul bersama teman-teman sambil ngemil kentang goreng, keripik kentang, burger, ataupun minum soda. Makanan cepat saji (fast food) ini menjadi favorit karena selain rasanya yang enak gurih, penyajiannya pun cepat dan praktis. Contoh lainnya adalah mie instan yang sering menjadi pilihan untuk mengisi perut kelaparan.
Apakah fast food sama dengan junk food? Sebenarnya mereka ini merupakan dua hal yang berbeda tetapi agak susah untuk dipisahkan. Istilah fast food atau makanan cepat saji mengandung bahan makanan yang masih mengandung gizi dan tidak berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan. Sementara itu, junk food biasanya hanya mengandung sedikit protein dan vitamin serta banyak lemak jenuh dan MSG. Kebanyakan fast food adalah junk food karena makanan diolah terlalu lama sehingga kandungan gizinya banyak turun.
Beberapa fakta mengenai lemak
Ada banyak macam lemak di dalam tubuh. Tubuh pun menyimpan kalori berlebih sebagai lemak. Lemak merupakan salah satu sumber energi esensial karena berguna untuk menunjang fungsi tubuh. Beberapa vitamin membutuhkan lemak sebagai transportasi untuk dapat dicerna oleh tubuh.
Meski begitu, lemak mempunyai sisi gelap. Lemak mengandung jumlah kalori paling banyak dibandingkan sumber energi lainnya. Kalau kita makan terlalu banyak kalori, berat badan akan naik. Kegemukan itu berhubungan erat dengan penyakit metabolik seperti penyakit jantung dan penyakit gula (diabetes melitus).
Penelitian mengenai potensi lemak dalam tubuh terus berkembang. Kita perlu fokus untuk selalu berusaha menghindari “lemak jahat” dan banyak mengonsumsi “lemak baik”.
Lemak jahat yang dimaksud di sini adalah lemak jenuh (saturated fat) yang berasal dari hewani, seperti daging merah dan lemak hewan, serta trans fat yang kebanyakan berasal dari hasil pengolahan minyak saat menggoreng masakan melalui metode hidrogenasi parsial.
Penelitian menunjukkan bahwa saturated fat maupun trans fat dapat menaikkan kadar kolesterol yang menuju jaringan atau low density lipoprotein (LDL) dan menurunkan kadar kolesterol dari jaringan menuju hati atau high density lipoprotein (HDL). Kadar LDL dalam darah itu aman jika <130 mg/dl dan kadar HDL dikatakan bagus jika >40 mg/dl untuk laki-laki dan >50 mg/dl untuk wanita.
Lemak baik maksudnya adalah jenis lemak monounsaturated fat (MUFA) dan polyunsaturated fat (PUFA). Salah satu contoh dari PUFA adalah asam lemak omega 3. Kandungan ini banyak pada ikan tuna, salmon, makarel, sarden, kacang walnut, dan biji bunga matahari. Jenis lemak ini dapat menurunkan LDL dan menaikkan kadar HDL dalam tubuh.
MSG, the tricky substance
Monosodium glutamat atau MSG terdiri dari kurang lebih 70% asam glutamat dan 21% natrium. Rasa enak dari MSG berasal dari indra pengecap dasar ke-5, yaitu umami, yang mempertegas citra rasa makanan bila dikonsumsi bersama makanan lain.
Asam glutamat merupakan asam amino yang diproduksi secara alami oleh tubuh sebagai neurotransmitter otak. Sementara itu, MSG buatan merupakan eksitotoksin, yaitu substansi yang yang bisa membuat hipereksitasi sel sampai tahap kematian sel. Saat kadar magnesium rendah, reseptor glutamat menjadi lebih sensitif sehingga kadar eksitotoksin rendah saja bisa membuat kejang, gangguan belajar, hingga penyakit Parkinson.
Meski sudah diketahui banyak dampak negatifnya, MSG masih dipakai oleh kalangan luas karena efeknya yang dapat meningkatkan rasa asin dan asam pada masakan. Penggunaan kata “monosodium glutamat” pun diganti menjadi istilah lain untuk menghindari kata MSG, seperti hydrolyzed protein, autolyzed yeast, dan sodium caseinate.
Tidak ada kadar aman yang jelas dalam konsumsi MSG. Tingkat sensitivitas tiap orang berbeda. Ada yang mengkonsumsi sedikit saja MSG sudah kejang dan ada pula yang walaupun makan mie instan setiap hari belum juga muncul gejala signifikan.
Garbage in garbage out
Prinsip ini masih berlaku sampai sekarang. Kebanyakan penyakit yang ada karena kebiasaan memakan “sampah”. Terlalu banyak makan junk food (makanan “sampah”) yang mengandung banyak MSG dan merupakan hasil gorengan membuat kadar trans fat meningkat sehingga kita harus berhadapan dengan “sampah” yang keluar (dalam bentuk penyakit jantung dll).
Prevention is still the best medicine. Sebisa mungkin hindari makanan “sampah” dan seringlah mengonsumsi makanan yang sehat, bersih, dan mengandung gizi seimbang.
Penulis:
Yusrina Adani, asisten dosen Departemen Anatomi, Embriologi, dan Antropologi FK UGM.
Kontak: yusrina(dot)adani(at)yahoo(dot)com.