Siapa yang tidak tahu nasi goreng? Makanan ini sudah menjadi ciri khas di bagian manapun di Indonesia yang akrab di lidah kita. Setiap daerah di Indonesia, bahkan setiap warung nasi goreng di setiap kota memiliki rasa dan bumbu khas tersendiri. Umumnya masakan ini dapat ditemukan dengan mudah ketika malam tiba. Dari pedagang kaki lima sampai gerobak dorong menjajakan masakan ini. Penikmatnya pun dari berbagai usia dan profesi, terutama para mahasiswa yang sedang dalam perantauan (baca: ngekos) dan perutnya memainkan lagu Bengawan Solo di malam hari (baca: keroncongan). Selain itu, masakan ini juga dapat ditemukan sebagai makanan khas sarapan.
Bahan utama nasi goreng cukup sederhana. Umumnya, nasi goreng berbahan dasar nasi (biasanya merupakan nasi yang agak kering), garam, bawang putih, dan bawang merah. Untuk menambah rasa pedas dan sensasi rasa lainnya, pembuat nasi goreng kadang menambahkan juga cabai, bumbu kari, daging, sayuran, serta rempah-rempah. Dapat juga ditambahkan telur mata sapi sebagai lauk dan irisan keju di atasnya sebagai penambah rasa. Namun, bahan dasar nasi goreng tetaplah nasi dan rempah, minimal bawang putih dan bawang merah. Pertanyaannya sekarang, gimana sih bikin nasi goreng yang enak, dan apa sih yang membuat nasi goreng memiliki rasa mak nyus? Nah, di sinilah, kita akan kupas masalah tersebut.
Pembuatan nasi goreng dimulai dari penyiapan rempah dasar yaitu bawang putih dan bawang merah. Sesuai selera, kedua bahan ini dapat diiris maupun dilumat sampai halus (istilah orang Jawa: diulek). Apakah ini merupakan tahapan penting membuat nasi goreng yang enak? Jawabannya adalah, “Ya”, tetapi bukan hal yang terpenting. Kok bisa? Jadi begini penjelasannya, dalam hukum laju reaksi (mulai agak serius nih) semakin luas permukaan suatu reaktan (dalam hal ini bawang putih dan bawang merah), maka laju reaksi akan semakin cepat dan efektivitasnya semakin tinggi.
Nah lho, apa maksudnya? Maksudnya adalah seperti ini, bawang putih dan merah yang diulek memiliki luas permukaan yang lebih luas dari luas permukaan bawang putih dan merah yang diiris. Irisan bawang putih dan bawang merah, walaupun luas permukaan reaksinya juga meningkat, tetapi tidak seluas hasil ulekan bawang merah dan putih. Ditambah lagi, saat diulek reaksi antara bawang merah dan putih sudah dimulai dengan terbentuknya campuran adonan yang tidak dapat dipastikan mana bawang merah dan mana bawang putih. Hal ini berbeda dengan ketika kita mengirisnya secara terpisah, dimana reaksi belum terjadi. Wah, pembahasan masalah di-ulek atau diiris dapat sepanjang ini ya? Inilah ilmu kimianya.
Selanjutnya, adonan bawang putih dan merah yang telah diulek ditumis dalam minyak yang telah panas. Dalam bahasa Jawa disebut di-gongso. Pertanyaannya, bolehkah meng-gongso adonan rempah tersebut dalam air? Jawabannya tidak. Alasannya adalah panas dari air panas yang maksimal hanya 100oC tidak cukup untuk mengeluarkan kekuatan terpendam dari bawang putih dan bawang merah, sedangkan panas dari minyak dapat mencapai 300oC dan ini cukup untuk melepaskan kekuatan terpendam bawang putih dan bawang merah. Begitupun dengan minyak yang masih belum panas, belum cukup untuk melepaskan kekuatan terpendam mereka. Maka, harus benar-benar dipastikan minyak yang digunakan adalah minyak yang sudah panas (dan sehat tentunya).
Lalu apa kekuatan terpendam dari bawang putih dan bawang merah itu sebenarnya? Nah, jawaban pertanyaan ini perlu didahului penjelasan tentang minyak atsiri. Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil), minyak esensial, minyak terbang, atau minyak aromatik, adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas.
Para ahli biologi beranggapan bahwa minyak atsiri merupakan metabolit sekunder yang biasanya berperan sebagai alat pertahanan diri agar tidak dimakan oleh hewan ataupun sebagai agen untuk bersaing dengan tumbuhan lain dalam mempertahankan ruang hidup. Minyak ini dapat dihasilkan dari tiap bagian tanaman (daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit, dan akar). Nah, kekuatan terpendam dari bawang putih dan bawang merah itu adalah kandungan minyak atsiri yang membuat aroma spesial dari nasi goreng yang kita masak.
Minyak atsiri yang terkandung dalam bawang merah dan bawang putih memiliki aroma yang khas. Minyak beraroma ini dapat dilepaskan ke masakan nasi goreng kita dalam temperatur yang tinggi. Temperatur yang digunakan umumnya adalah sekitar 300oC. Temperatur ini dapat dihasilkan dari minyak panas, tetapi tidak untuk air panas sehingga jika ada di antara kalian yang memasak nasi goreng dengan air, tidak dengan minyak, maka sebaiknya insyaf ya, supaya nasi goreng yang dibuat jadi lebih nikmat.
Bagian meng-gongso bawang putih dan bawang merah inilah yang menjadi kunci terpenting dari enaknya nasi goreng yang kita buat. Ketepatan panas minyak, penggunaan permukaan reaktan yang luas (dengan cara diulek), dan lamanya proses meng-gongso merupakan langkah penting dari pembuatan nasi goreng itu. Lalu, kapan proses meng-gongso dirasa sudah selesai? Tentu, saat keluar aroma terpendam dari bawang putih dan bawang merah bisa kita cium. Biasanya dalam buku resep dikatakan “tumis bawang sampai harum”. Harumnya inilah yang sebenarnya merupakan hasil dari keluarnya minyak atsiri dari bawang.
Jadi, secara singkat bagaimana sih cara membuat nasi goreng yang enak? Pertama, diperhatikan proses penyiapan bawang putih dan bawang merah (istilah kerennya: preparasi reaktan). Dapat diiris maupun diulek, yang hasil maksimal didapatkan dari adonan ulekan. Kedua, panasnya minyak juga harus dicapai dengan tepat. Bagaimanakah cirinya? Ada dua yang utama, yaitu muncul gelembung kecil yang banyak (hal ini berkaitan adanya air dalam minyak tersebut) atau muncul uap di atas minyak, tetapi jangan sampai keluar aroma khas minyak goreng. Yang ketiga adalah, lamanya proses peng-gongso-an. Proses peng-gongso-an dikatakan sempurna saat keluar harumnya aroma khas dari bawang putih dan merah yang kita masak.
Baiklah, sampai di sini dulu pertemuan kita tentang kimia dalam kehidupan sehari-hari. Cukup banyak aktivitas di kehidupan sehari-hari kita yang lekat hubungannya dengan kimia dan tidak akan pernah lepas dari ilmu kimia. Prinsip sederhana yang perlu kita gunakan adalah, “Life is Chemistry. There is no Life without Chemistry.”
Bahan bacaan:
- D.T., 2009, Efek Minyak Atsiri dari Bawang Putih (Allium sativum) terhadap Persentase Jumlah Neutrofil Tikus Wistar yang Diberi Diet Kuning Telur, Skripsi, Semarang.
- W dan Setyawan A.D., 2003, REVIEW: Senyawa Organosulfur Bawang Putih (Allium sativum L.) dan Aktivitas Biologinya, Biofarmasi, 1 (2), 65-76.
- H., 2004, Kimia Minyak Atsiri, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Penulis:
Priyagung Dhemi Widiakongko, Mahasiswa S2 Jurusan Kimia, UGM Yogyakarta.
Kontak: priyagungdhemi(at)gmail(dot)com.