Dalam bidang kimia organik, ada setidaknya dua metode umum yang digunakan untuk memperoleh suatu senyawa, yaitu isolasi dan sintesis. Isolasi senyawa dari bahan alam dapat bersumber dari keragaman sumber daya alam. Eksplorasi dari zat metabolit dari tanaman atau organisme biota laut lazim dilakukan untuk memperoleh ekstrak ataupun senyawa murni yang mungkin memiliki bioaktivitas tertentu. Hanya saja, salah satu tantangan utama di bidang isolasi biasanya adalah kebutuhan akan bahan baku (raw material) yang cukup banyak, sedangkan ekstrak yang dihasilkan biasanya jauh lebih sedikit dari jumlah bahan baku yang diperlukan. Ekstrak yang diperoleh sangat mungkin masih berupa campuran dari dua atau lebih senyawa.
Apabila ditinjau lebih teliti dengan teknik sederhana seperti kromatografi lapis tipis, noda (spot) yang muncul mungkin teramati lebih dari satu sehingga memerlukan langkah pemurnian, misalnya dengan kromatografi kolom atau teknik purifikasi lain. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia dengan berkah kekayaan alam yang luar biasa dapat dikatakan menjadi ‘lumbung’ dengan ragam organisme yang masih menunggu untuk dipelajari berbagai potensinya.
Perolehan senyawa bioaktif dari bahan alam dapat menjadi inspirasi untuk diproduksinya senyawa tersebut dalam jumlah banyak dengan waktu yang lebih cepat seperti dengan cara sintesis dari material yang telah ada. Metode sintesis dapat juga dilakukan untuk melakukan variasi gugus fungsi terhadap suatu struktur induk (farmakofor) yang diyakini memiliki manfaat tertentu.
Salah satu pendekatan untuk melakukan sintesis suatu senyawa target dapat dilakukan dengan pendekatan retrosintesis. Pendekatan retrosintesis berawal bukan dari bahan yang telah ada, tetapi justru dari senyawa target yang kemudian dianalisis secara mundur (backward) sehingga tersusun menjadi fragmen-fragmen struktur yang biasanya lebih sederhana. Fragmen-fragmen tersebut kemudian dicari padanannya dari bahan yang kita miliki.
Langkah dari bahan awal hingga menjadi senyawa target dapat terdiri dari mungkin satu langkah atau beberapa langkah. Tahapan tersebut tergantung dari beberapa hal seperti kompleksitas senyawa target, jenis bahan yang tersedia, dan teknik reaksi yang mungkin dapat dicoba. Di bidang kimia medisinal khususnya, hal yang lazim menjadi tujuan utama adalah menyintesis senyawa berukuran kecil yang memiliki suatu bioaktivitas yang tinggi, tetapi bersifat aman untuk digunakan berdasarkan uji-uji tertentu. Parameter yang umum menjadi acuan adalah salah satu ketentuan dari lima aturan Lipinski yang menyebutkan bahwa biasanya senyawa obat memiliki berat molekul kurang dari 500 g/mol.
Selain aturan Lipinski, seiring dengan meningkatnya kesadaran manusia untuk menjaga lingkungan, kimiawan memiliki dua belas prinsip kimia hijau. Di bidang sintesis, contoh aplikasi prinsip tersebut seperti pencarian teknik sintesis yang efisien dan usaha pengurangan produksi limbah. Padahal senyawa yang kompleks biasanya membutuhkan banyak langkah sintesis yang mungkin saja setiap langkahnya menghasilkan limbah, terlebih jika harus melakukan proteksi suatu gugus fungsi pada salah satu langkah yang mengharuskan kita untuk melakukan deproteksi. Oleh karena itu, alternatif lainnya adalah melakukan sintesis dengan reaksi multikomponen (multicomponent reaction/MCRs).
Reaksi multikomponen merupakan reaksi yang mengombinasikan setidaknya tiga reaktan pada labu yang sama untuk menghasilkan suatu produk yang sedapat mungkin mengandung semua atom dari prekursornya. Ulasan singkat mengenai reaksi multikomponen dapat dibaca di rubrik kimia Majalah 1000guru edisi ke-82 (Januari 2018). Menurut Ruijter dkk. (2011), suatu reaksi multikomponen harus melibatkan prosedur one-pot tanpa melakukan workup dari senyawa perantara atau perubahan pelarut; menggabungkan semua atom pada reaktan menjadi produk dengan pengecualian adanya kondensasi molekul kecil sebagai hasil samping; serta melibatkan reaktan yang secara independen dapat divariasikan. Hal tersebut menjadikan reaksi multikomponen dianggap memiliki efisiensi tinggi dan ramah lingkungan.
Reaksi multikomponen memiliki keunggulan karena meminimalisir atom yang terbuang menjadi limbah, dapat dilakukan pada kondisi suhu ruang, dengan rendemen hasil yang tinggi. Ragam reaksi multikomponen yang serba-guna berpotensi untuk menjadi pilihan sintesis senyawa organik yang berkelanjutan baik di skala laboratorium maupun industri.
Efisiensi metode sintesis
Pada proses sintesis suatu senyawa, telah diutarakan bahwa mungkin saja terdapat lebih dari satu cara untuk menyintesis senyawa yang sama. Namun, efisiensi dari cara-cara yang ada dapat berbeda. Contohnya adalah sintesis total senyawa (-)-vincorine yang dilakukan oleh Zi dkk. (2012) dengan metode sintesis total yang dikerjakan Horning dan MacMillan (2013). Penilaian efisiensi metode sintesis total suatu senyawa awalnya dilaporkan oleh Schwan dan Christmann (2018) untuk total sintesis senyawa bahan alam, tetapi sistem penilaian tersebut juga dapat diterapkan di bidang senyawa kimia organik sintetis lainnya yang kompleks.
Prosedur yang dilakukan Zi dkk. (2012) terdiri dari 20 langkah, lebih banyak dibandingkan dengan metode sintesis total dari Horning dan MacMillan (2013) yang berjumlah 13 langkah. Prosedur yang dilakukan Zi dkk. (2012) banyak melibatkan functional group inter-conversion (FGI) dengan adanya tiga kali introduksi gugus proteksi. FGI merupakan salah satu teknik umum untuk mengubah suatu gugus fungsi menjadi gugus fungsi yang lain. Namun, perubahan gugus fungsi ini dapat menjadi kurang efisien jika struktur senyawa target bersifat kompleks. Selain itu, perlakuan tiga kali proteksi berarti terdapat setidaknya tiga kali deproteksi yang harus dilakukan.
Prosedur yang dirancang Horning dan MacMillan (2013) memanfaatkan reaksi sikloadisi formal [4+2] serta hanya melakukan satu kali introduksi gugus proteksi. Perlu diketahui bahwa reaksi sikloadisi formal tidaklah sama dengan reaksi sikloadisi Diels-Alder yang termasuk reaksi perisiklik. Perbedaan prosedur sintesis tersebut mengindikasikan bahwa eksplorasi sintesis dengan memanfaatkan reaksi siklisasi seperti sikloadisi formal dibandingkan hanya dengan melakukan konversi gugus fungsi dapat meningkatkan efisiensi metode sintesis total suatu senyawa yang kompleks.
Sintesis terkatalisis logam
Artikel rubrik kimia Majalah 1000guru edisi ke-105 (Desember 2019) mengulas secara ringkas peran katalis dalam reaksi kimia. Penggunaan katalis dalam reaksi, termasuk reaksi multikomponen, dapat juga dilakukan. Hal tersebut berpotensi meningkatkan kualitas metode karena dengan introduksi katalis, energi aktivasi reaksi dapat diturunkan sehingga reaksi menjadi lebih bersifat berkelanjutan (sustainable). Reaksi organik terkatalisis logam menjadi lebih populer setelah para peneliti yang mengembangkannya seperti Richard F. Heck, Ei-ichi Negishi, dan Akira Suzuki menerima penghargaan Nobel di bidang kimia pada tahun 2010.
Mardjan dkk. (2016) melaporkan penggunaan reaksi Sonogashira yang memanfaatkan logam tembaga (I) sebagai katalis untuk menyintesis senyawa bahan alam pulchellalactam melalui reaksi multikomponen. Reaksi dengan katalis logam lain tentu masih terus dikembangkan dengan memanfaatkan logam seperti Li, Zn, dan logam transisi lainnya. Selain jenis logam yang dapat digunakan, perolehan kembali (recovery) dan penggunaan ulang katalis setelah dimanfaatkan, apalagi jika katalisnya bersifat homogen (bersifat satu fasa dengan produk yang kita inginkan), merupakan hal yang menyisakan ruang untuk eksplorasi.
Kimia merupakan bidang yang menarik karena membuat kita belajar menikmati visualisasi. Salah satu bidang yang erat kaitannya dengan gambar atau citraan adalah kimia komputasi. Interkoneksi kimia komputasi dengan kimia organik dapat dilakukan dalam banyak aspek, misalnya desain senyawa obat, pemodelan interaksi senyawa kandidat obat dengan protein, dan perancangan senyawa organik sebagai sensitizer sel surya. Prediksi mekanisme reaksi seperti sintesis graphene terfungsionalisi untuk material maju sem-konduktor (Hutama dkk., 2017) atau studi mekanisme reaksi Biginelli yang termasuk salah satu contoh reaksi multikomponen yang dilaporkan oleh Puripat dkk. (2015) bahkan dapat disajikan dengan menarik.
Sintesis termediasi bioorganisme
Pada salah satu edisi diskusi daring CatalysisTalks yang rutin diselenggarakan dua pekan sekali oleh European Young Chemists’ Network di bulan Juni 2020, salah satu narasumbernya adalah Profesor Frances H. Arnold (salah satu pemenang penghargaan Nobel tahun 2018) yang mengembangkan rekayasa enzim untuk optimasi reaksi-reaksi tertentu yang lazim disebut evolusi terarah (directed evolution). Ulasan mengenai evolusi terarah dapat diakses di rubrik kimia Majalah 1000guru edisi ke-93 (Desember 2018). Pada diskusi tersebut Profesor Arnold mengemukakan kembali betapa hebatnya bioorganisme yang ada di alam semesta yang dapat kita peroleh manfaatnya untuk memecahkan masalah kita dalam menyintesis suatu struktur.
Lantas, apakah imajinasi dari kreativitas yang kita miliki menjadi batasan tentang apa yang dapat kita lakukan untuk mengembangkan metode sintesis? Pertanyaan penulis tersebut ditanggapi Prof. Arnold dengan lugas bahwa termodinamika reaksi barangkali akan membatasi apa yang dapat kita kerjakan. Namun, lagi-lagi, alam selalu memiliki apa yang kita perlukan untuk menjadi sumber ide-ide baru.
Pembahasan sintesis akan menjadi lebih bermakna ketika kita memahami karakteristik reaksi yang kita pelajari. Kajian termodinamika dan kinetika tentu juga dapat diterapkan pada reaksi multikomponen yang kita bahas di bagian awal tulisan. Dengan segala potensi yang dapat dieksplorasi lebih lanjut, reaksi multikomponen tetap memiliki tantangannya tersendiri.
Pada dasarnya, dalam memahami terjadinya suatu reaksi, kita memodelkan apa yang terjadi dalam labu reaksi menjadi suatu model sederhana yang partikel-partikel reaktannya akan saling bertumbukan menjadi suatu produk. Sayangnya, tiga atau lebih partikel berbeda yang bertumbukan secara simultan dengan jumlah energi dan posisi relatif satu sama lain antarpartikel yang membentuk suatu sudut yang tepat adalah hal yang tidak mudah terjadi.
Pencapaian suatu energi minimal agar suatu reaksi terjadi atau lazim disebut energi aktivasi biasanya memerlukan adanya input energi eksternal yang dapat berupa panas atau gelombang dengan energi yang bersesuaian. Hal tersebut dapat dikaji lebih jauh melalui distribusi Boltzmann. Input energi pada sistem kimia yang sangat umum dilakukan adalah melalui panas. Reaksi memang dapat lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Namun, tantangan lain sudah menunggu, yaitu dihasilkannya produk yang tidak kita inginkan dari hasil reaksi samping yang dapat dianggap sebagai competing reaction.
Adanya produk yang tidak kita inginkan bercampur dengan produk yang diinginkan itu mengharuskan kita melakukan perlakuan lanjutan setelah reaksi (workup) seperti pemurnian. Apabila campuran yang kita peroleh berbeda fase, hanya dengan penyaringan biasa kemungkinan besar campuran dapat dipisahkan. Namun, apabila berbagai produk yang diperoleh memiliki fase yang sama seperti sama-sama berupa cairan, pemurnian produk menjadi lebih menantang untuk dilakukan karena mungkin saja kita perlu untuk melakukan flash chromatography yang dilanjutkan evaporasi pelarut dan pemvakuman. Oleh karenanya, mempelajari karakteristik reaksi yang akan dikerjakan serta mengantisipasi masalah yang mungkin muncul dapat membantu kita menentukan rute sintesis yang akan ditempuh.
Stereokimia
Bagian ini ditulis bukan semata-mata karena kesukaan penulis terhadap lukisan, terutama lukisan impresionis dari Pierre-Auguste Renoir atau pascaimpresionis seperti karya-karya Paul Cézanne. Namun, dalam satu-dua hal, menikmati lukisan bermakna harus belajar memainkan perspektif kita dalam berimajinasi melalui mata.
Terdapat lebih dari satu cara penggambaran struktur yang dikenal di kimia organik, terutama saat mempelajari stereokimia senyawa organik. Kita harus pandai-pandai bermain perspektif, mirip dengan cara kita melihat lukisan, mulai dari proyeksi Newman, Fischer, dan berbagai metode lain dalam menggambarkan struktur secara dua atau tiga dimensi. Kita harus mengetahui perbedaan notasi D dan L pada glukosa misalnya, atau perbedaan geometri S dan R pada struktur chiral.
Dua lukisan yang menarik untuk diamati permainan perspektifnya adalah (a) The Card Players karya Paul Cézanne dan (b) La Mediatazione del Pomeriggio oleh Chirico. Kita dapat mengamati pada lukisan The Card Players, terdapat seorang pria mengenakan topi sedang bersandar ke dinding dan anak kecil yang berada di belakang seorang pemuda yang duduk memegang kartu.
Dari mana kita mengetahui posisi-posisi itu? Cézanne menambahkan detail berupa bayang-bayang gelap di belakang pria yang sedang bersandar ke dinding, sedangkan detail kecil lain Cézanne tambahkan di atas tubuh pria muda di tengah berupa sentuhan warna terang yang memberikan kesan bahwa posisi si anak terhalangi oleh posisi si pemuda.
Chirico menerapkan teknik lain untuk memberikan kesan ‘kedalaman’ suatu objek. Pada La Mediatazione del Pomeriggio, kita dapat memahami posisi lokasi bendera di kejauhan dengan menyandingkannya terhadap dinding bangunan. Dua garis bantu berwarna merah menunjukkan secara eksplisit jauhnya lanskap relatif terhadap patung putih di antara dua bangunan.
Dalam kimia, contoh paling mudah atas ilustrasi tersebut adalah struktur tiga dimensi sikloheksana. Kesan tiga dimensi muncul dari cara kita memberi garis tebal pada beberapa bagian struktur. Secara praktis di kenyataan, perbedaan stereokimia pada struktur terkadang tidak signifikan. Namun, dapat juga ditemui kasus ketika stereokimia menjadi sangat penting seperti pada obat thalidomide. Struktur R thalidomide bermanfaat untuk meredakan gejala morning sickness pada wanita hamil, tetapi struktur S-nya selain tidak efektif juga berbahaya untuk perkembangan janin.
Setelah mengulas secara singkat ragam isi ‘kotak perkakas’ yang dapat digunakan seorang kimiawan organik, hingga ragam cara deskripsi struktur kimia selayaknya menikmati lukisan, penulis menyadari bahwa interpretasi yang kita pahami dari hasil yang kita peroleh dari eksperimen untuk membangun argumen penjelasan akan terasah seiring berjalannya waktu. Mungkin deskripsi dari Louis Hammet (1940) tentang hal tersebut secara ringkas tertuang dalam kalimat, “(Asumsi bahwa) substansi yang mirip akan menjalani reaksi yang serupa dan perubahan yang mirip pada struktur akan menghasilkan perubahan yang serupa dalam konteks reaktivitas memerlukan penilaian yang terlatih, menawarkan kesempatan untuk kebijaksanaan yang hanya diperoleh melalui pengalaman, yang bagi seorang jenius nyaris terlihat seperti intuisi, bahwa ada kebajikan, baik pada pujian maupun cemoohan, bahwa pada akhirnya hal ini (pemahaman tentang kimia organik) lebih menyerupai seni, bukan sains.”
Pada praktiknya, terkadang, prediksi reaksi yang kita bayangkan berlangsung dalam labu reaksi tidak terjadi dan memperoleh hasil yang berbeda dengan yang kita harapkan, bahkan untuk reaksi yang sederhana sekalipun seperti substitusi nukleofilik bimolekul (SN2). Namun, mempelajari ragam reaksi berikut mekanismenya bukan tidak ada artinya sama sekali. Penulis lebih suka berpandangan bahwa formalisme mekanisme reaksi memberikan kita penjelasan awal tentang sistem kimia yang dipelajari, selayaknya pendapat Laszlo (2002) dan Healy (2019) yang melihat pengetahuan tentang reaksi sebagai suatu ‘alat bantu’ walaupun penulis memiliki pandangan yang sedikit berbeda, yaitu bahwa alat bantu tersebut bila dipergunakan dengan tepat dapat menjadi powerful untuk menjelaskan fenomena yang terjadi dalam eksperimen serta merancang prosedur sintesis yang lebih ramah lingkungan.
Pada dasarnya, apa yang kita lakukan di laboratorium adalah bentuk karsa kita untuk menyerupai apa yang alam semesta mampu lakukan. Entah itu melalui desain reaksi multikomponen, penggunaan katalis logam, pemanfaatan bioorganisme atau metode lainnya. Dan pada prosesnya, semoga kita menemukan seni kebijaksanaan ketika berguru pada alam.
Bahan bacaan:
- Banik, G.M., 2020, Expert Advice for Early Career Researchers: ACS Guide to Scholarly Communication, 27 Mei 2020.
- Cioc, R.C., Ruijter, E., and Orru, R.V.A., 2014, Multicomponent reactions: advanced tools for sustainable organic synthesis, Green Chem., 16, 2958–2975.
- Elders, N., van der Born, D., Hendrickx, L.J.D., Timmer, B.J.J., Krause, A., Janssen, E., de Kanter, F.J.J., Ruijter, E., and Orru, R.V.A., 2009, The Efficient One-Pot Reaction of up to Eight Components by the Union of Multicomponent Reactions, Chem. Int. Ed., 48, 5856–5859.
- Hammet, L.P., 1940, Physical Organic Chemistry, McGraw-Hill, New York.
- Healy, E.F., 2019, Should Organic Chemistry Be Taught as Science?, Chem. Educ., 96, 2069-2071.
- Horning, B.D. and MacMillan, D.W.C., 2013, Nine-Step Enantioselective Total Synthesis of (-)-Vincorine, Am. Chem. Soc., 135, 6442-6445.
- Hutama, A.S., Hijikata, Y. and Irle, S., 2017, Coupled Cluster and Density Functional Studies of Atomic Fluorine Chemisorption on Coronene as Model Systems for Graphene Fluorination, Phys. Chem. C, 121, 14888-14898.
- Laszlo, P., 2002, Describing reactivity with structural formulas, or when push comes to shove, Educ. Res. Pract., 3, 113-118.
- Mardjan, M.I.D., Parrain, J.-L., and Commeiras, L., 2016, Copper(I)-Catalysed Multicomponent Reaction: Straightforward Acces to 5-Hydroxy-1H-pyrrol-2(5H)-one, Synth. Catal., 358, 543-548.
- Puripat, M., Ramozzi, R., Hatanaka, M., Parasuk, W., Parasuk, V. and Morokuma, K., 2015, Org. Chem., 80, 6959-6967.
- Ruijter, E., Scheffelaar, R., and Orru, R.V.A., 2011, Multicomponent Reaction Design in the Quest for Molecular Complexity and Diversity, Chem. Int. Ed., 50, 6234–6246.
- Schwan, J. and Christmann, M., 2018, Enabling strategies for step efficient syntheses, Soc. Rev., 47, 7985-7995.
- Zi, W., Xie, W., and Ma, D., 2012, Total Synthesis of Akuammiline Alkaloid (-)-Vincorine via Intramolecular Oxidative Coupling, Am. Chem. Soc., 134, 9126-9129.
Penulis:
Viny Alfiyah, Alumnus Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Indonesia. Kontak: alfiyahviny(at)gmail(dot)com
Catatan:
Penulis berterima kasih kepada Dr. M. Idham Darussalam Mardjan, M.Sc., mentor yang telah mengajarkan banyak hal serta mengiringi penulis dalam mengembangkan diri.