Konspirasi, Untuk Apa?

Konspirasi dalam KBBI diartikan sebagai komplotan atau persekongkolan. Namun, jika kita tanyakan maknanya ke orang yang ada di sekitar, jawaban yang didapat akan beragam. Ada yang mengenalnya sebagai penjelasan paling sahih akan segala kemelut, kisruh dan ricuh yang terjadi di seantero muka bumi. Sebagian yang lain mengenalnya sebagai tajuk isu-isu aneh yang sering digaungkan di sembarang tempat.

Bagi seorang pengguna internet aktif, bisa dibilang konspirasi bukanlah barang baru. Betapa tidak, tajuk “konspirasi” dapat menjadi alat yang demikian ampuh untuk menimpakan kesalahan atas adanya sebuah keburukan pada suatu pihak “musuh”, alih-alih menyelidiki kebenarannya.

Harga makanan naik di waktu Lebaran? Salahkan saja Yahudi atau Amerika. Ada terorisme dan radikalisme? Salahkan saja Arab atau umat Islam. Kondisi hidup yang stagnan tanpa peningkatan? Salahkan saja pemerintah yang tidak mau Indonesia maju. Kamu tersandung dan jatuh di jalanan? Salahkan saja bebatuan karena menghalangi langkahmu.

Asyik, bukan, hidup seperti itu? Ya atau iya?

Tak ayal, konspirasi kerap kali menjadi menu laris bagi warga internet yang gemas akan kenyataan. Konspirasi menjadi semacam oase di tengah fatamorgana berita yang tak tentu arah. Konspirasi menjadi semacam nasi bungkus yang dinanti para pendemo bayaran setelah lelah berpanas-panas. Melegakan tenggorokan, mengganjal kerongkongan.

Teramat indah, bukan, membahas sesuatu yang membicarakan keburukan ataupun agenda buruk yang dicanangkan “musuh”? Padahal, jika semua konspirasi itu dipertanyakan sejenak saja, beragam ide untuk menguji kesahihan konspirasi tersebut dapat dengan mudah bermunculan di kepala. Kita dapat memulainya dari pertanyaan, Apa tujuan mereka berkonspirasi?”

Di dunia yang penuh dengan pertimbangan dalam menentukan suatu hal, agaknya langkah logis yang akan pertama diambil adalah mempertanyakan tujuan dan faedah dari apapun yang hendak dilakukan. Misalnya, untuk apa saya bersekolah? Untuk apa saya menulis tulisan ini?

Maka untuk kasus ini, mari bertanya-tanya, untuk apa mereka berkonspirasi? Meminjam contoh dari isu konspirasi yang akhir-akhir ini sedang hangat, untuk apa orang-orang berkonspirasi “menutupi ‘fakta’ Bumi datar”?

Seolah menyusuri sejarah kembali ke zaman Yunani Kuno, pertanyaan akan bentuk Bumi menguak kembali ke permukaan dalam sebulan belakangan. Berbekal beberapa video YouTube yang dikemas sedemikian rupa, sebagian kita perlahan terpengaruh dan belakangan angkat bicara, tentang bagaimana “sains Barat” atau NASA telah “membohongi kita semua” dan “menutup-nutupi kebenaran”. Kita tentu saja bisa menyusun sekian banyak sanggahan, tetapi untuk sekarang, mari kembali dulu ke hal yang lebih mendasar, sebagaimana disispkan dalam pertanyaan di atas.

Katakanlah Bumi benar-benar berbentuk datar dan kita selama ini dibohongi oleh “dunia sains modern”. Apa keuntungan yang diperoleh “dunia sains modern” dengan “menyembunyikan segala fakta yang ada, dan berpura-pura seolah Bumi ini bulat? Keuntungan seperti apa yang akan tercipta, sampai “dunia sains modern” rela menipu umat manusia di seantero Bumi? Apa yang akan diperoleh dari merekacipta sedemikian banyak citra Bumi bulat, mengarang berbagai hal mulai dari heliosentris (karena Matahari mengelilingi Bumi) hingga Bumi yang gembung di khatulistiwa?

Mari bayangkan sejenak sebuah dunia yang di dalamnya orang-orang mengatakan Bumi bulat sebagai kebohongan. Secara umum, di dunia nyata, bisa dikatakan orang yang berpendidikan tinggi akan mengatakan Bumi itu bulat. Jumlah orang berpendidikan tinggi adalah 6,7% penduduk Bumi (Harvard & Asian Development Bank, 2010) atau 460 juta orang. Jika 0,5% saja dari semua orang yang berpendidikan tinggi itu aktif membicarakan Bumi bulat, berarti dalam skenario Bumi datar ada 2,3 juta orang kompak membohongi seisi dunia dengan narasi yang sama. Apa terdengar masuk akal?

Bukankah lebih masuk akal jika kita berpikir, mereka semua kompak berbicara demikian karena Bumi memang tidak datar? Tentu akan butuh usaha besar, sangat besar, untuk mengarahkan demikian banyak orang supaya kompak berbohong. Usaha sebesar ini tentu hanya akan dilakukan jika manfaat yang kelak diperoleh sepadan atau melebihi usaha yang dikeluarkan. Tapi, apa manfaatnya? Adakah manfaat membohongi 7 miliar penduduk dunia melalui usaha sedemikian rupa? Hal inilah yang kemudian membawa kita ke pertanyaan selanjutnya, “Kalaupun benar itu semua bohong, bagaimana mereka menjaga kebohongan itu supaya tidak ‘bocor’”?

Mari kembali ke skenario yang disebutkan di bagian sebelumnya. Katakanlah benar 2,3 juta orang di atas berkonspirasi membohongi publik akan “kebenaran bentuk Bumi”. Berhubung sampel kita ini diambil dari lulusan universitas dan sederajat, kita bisa asumsikan bahwa secara kasar mereka bukanlah orang yang mudah didoktrin atau disuruh berbohong sepanjang hidup mereka. Artinya, untuk benar-benar membungkam seluruh orang itu, akan diperlukan dana yang sangat besar.

Usaha membungkam itu belum mencakup segala orang yang bekerja untuk membentuk semua citra planet, satelit, bahkan hingga galaksi dan nebula yang ada di langit (karena di skenario “konspirasi Bumi datar”, semua itu hanyalah rekaan komputer). Pada dasarnya, ini juga berarti membayar seluruh astronom dan geolog supaya “merancang” kebohongan Bumi bulat melalui argumen-argumen ilmiah, lengkap dengan segala teori “karangan” dan riset “bohongan”.

Faktanya, merancang kebohongan yang demikian terstruktur dan rapi seperti ini sangatlah sulit, lebih sulit dari pada “sekadar” mengumpulkan fakta ilmiah dari hasil riset dan menyusunnya dalam satu kesatuan. Meskipun demikian, ada yang lebih sulit lagi: menjaga supaya kebohongan ini tetap terlihat sebagai fakta. Dalam agenda pembohongan global semacam ini, jutaan orang akan bekerjasama memastikan publik tetap menerima kebohongan mereka sebagai fakta ilmiah. Tidak hanya itu, mereka juga perlu memastikan tidak ada rekan sejawat mereka yang membocorkan “kebenaran” tanpa mereka sadari.

Bagaimana kita bisa memastikan tidak ada dari 2,3 juta orang ini yang diam-diam membocorkan “kebenaran”? Berhubung sampel kita ini diambil dari lulusan universitas dan sederajat, dapat diperkirakan siapapun yang membocorkan “kebenaran” ini akan memiliki kemampuan untuk menyertakan bukti bahwa ia berkata ada apanya. berupa bukti akan “kebenaran” yang “ditutup-tutupi”, atau bukti akan adanya “usaha pembohongan global”. Tetapi, sampai saat ini, tidak pernah muncul bukti-bukti seperti itu, bahkan dari kalangan pendukung “teori” konspirasi itu sendiri.

Jadi, dalam kasus ini ada dua kemungkinan: usaha pembohongan global ini memang sangat sempurna, atau memang mereka tidak berbohong. Mana yang lebih masuk akal? Anda bisa simpulkan sendiri. Pada posisi ini, agaknya kita tidak perlu merinci lebih lanjut untuk membayangkan betapa besarnya dana yang akan digelontorkan. Jelas usaha dan dana yang perlu dikerahkan secara teratur akan sangat besar. Jika benar demikian, untuk apa semua usaha tersebut? Para pendukung “teori” konspirasi akan segera memberikan jawabannya: elite global melalui agenda “tatanan dunia baru” ingin membodohi seisi penduduk Bumi melalui “sains modern”, supaya mereka lebih patuh dan lebih mudah diarahkan untuk tunduk dalam kendali mereka.

Dari sini, kita bertanya-tanya, Tahu dari mana pula mereka akan itu semua?”

“Teori” konspirasi tidak hanya datang sendiri dengan judulnya yang besar dan bombastis. Ia datang beserta segenap detail yang dijadikan para pendukung “teori” konspirasi untuk mendukung, membenarkan, dan menyebarkan pandangan mereka. Menariknya, acapkali detail-detail ini tidak disertai dengan rujukan, apalagi rujukan yang dapat dipercaya. Hal ini pada gilirannya akan membuat kita bertanya-tanya, dari mana segala detail ini ia dapatkan?

Ada sekian banyak peluang agar informasi tentang “agenda pembohongan global” semacam ini bocor ke khalayak ramai, sebagaimana sudah dibahas sebelumnya. Sayangnya, mereka yang “beruntung mendapatkannya” adalah para penulis blog yang tidak menjelaskan secara rinci bagaimana informasi tersebut bisa sampai ke tangan mereka. Apa terdengar masuk akal?

Tulisan ini memang tidak dibuat untuk secara khusus membantah poin demi poin argumen “pendukung” Bumi datar. Akan tetapi, jika Anda sekalian membaca dan ikut memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang tersebar di sepanjang tulisan, mungkin Anda akan sampai pada pertanyaan pamungkas seperti yang dipikirkan penulis:

Konspirasi, untuk apa?

 Perbandingan gugus kepulauan Krakatau dari pantai Anyer (atas) dan dari perairan Selat Sunda (bawah). Perhatikan kaki gunung Anak Krakatau yang nyaris tidak tampak, dan baru terlihat setelah mendekati gunung. Sumber gambar: oysteinlundandersen.com (gambar atas) dan justinandcrystal.com (gambar bawah).

Perbandingan gugus kepulauan Krakatau dari pantai Anyer (atas) dan dari perairan Selat Sunda (bawah). Perhatikan kaki gunung Anak Krakatau yang nyaris tidak tampak, dan baru terlihat setelah mendekati gunung. Sumber gambar: oysteinlundandersen.com (gambar atas) dan justinandcrystal.com (gambar bawah).

Penulis:
Gianluigi Grimaldi Maliyar, alumnus Tohoku University, Jepang.
Kontak: gian.gmaliyar(at)gmail(dot)com.

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top