Energi Matahari: Energi Karunia Tuhan “Tanpa Batas”

Energi matahari, yang berasal dari radiasi sinar dan panas matahari, telah dimanfaatkan oleh manusia sejak zaman kuno menggunakan berbagai teknologi yang terus berkembang hingga detik ini. Teknologi surya seperti pemanasan surya dan sel surya memberikan kontribusi yang cukup besar untuk memecahkan berbagai masalah  yang dihadapi dunia saat ini berkaitan dengan keterbatasan sumber energi.

Teknologi surya secara luas dikategorikan sebagai teknologi surya aktif dan surya pasif tergantung bagaimana cara menangkap, mengubah dan mendistribusikan energi surya. Contoh teknologi surya aktif adalah penggunaan panel fotovoltaik dan kolektor panas matahari untuk memanfaatkan energi, sedangkan contoh teknik surya pasif di antaranya adalah orientasi bangunan ke matahari, pemilihan bahan dengan massa termal yang menguntungkan, serta rancangan ruang sirkulasi udara  dan panas secara alami.

Nellis Solar Power Plant di Amerika Serikat, salah satu unit fotovoltaik di Amerika Utara.
Nellis Solar Power Plant di Amerika Serikat, merupakan salah satu unit fotovoltaik terbesar di Amerika Utara.

Pengembangan teknologi energi surya ini akan berkontribusi pada pencarian sumber energi yang tak akan ada habisnya sampai berakhirnya kehidupan ini, juga sebagai sumber energi yang bersih dan memiliki manfaat yang sangat besar dalam jangka panjang. Pengembangan energi ini akan meningkatkan kemandirian bangsa untuk swasembada energi yang berkelanjutan, mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil,  mengurangi tingkat polusi, serta menurunkan biaya akibat perubahan iklim, seperti diungkapkan Badan Energi Internasional (IEA) tahun 2011.

Bumi menerima sekitar 174 petawatts (PW) dari radiasi matahari yang masuk di atmosfer bagian atas. Sekitar 30% radiasi dipantulkan kembali ke angkasa, sedangkan sisanya diserap oleh awan, lautan dan daratan. Spektrum cahaya matahari di permukaan bumi sebagian besar tersebar di rentang cahaya tampak dan rentang dekat inframerah, dengan bagian kecil di rentang ultraviolet.

Energi matahari total diserap oleh atmosfer bumi, lautan, dan daratan sekitar 3.850.000 exajoule (EJ) per tahun. Pada tahun 2002, lebih banyak energi dalam satu jam dari dunia digunakan dalam satu tahun. Fotosintesis menangkap sekitar 3.000 EJ per tahun dalam biomassa. Jumlah energi matahari yang mencapai permukaan planet ini begitu besar sehingga dalam satu tahun itu kira-kira setara dua kali jumlah energi yang akan diperoleh dari gabungan semua sumber daya alam tak terbarukan, seperti batubara, minyak, gas alam, dan uranium.

Energi surya dapat dimanfaatkan pada tingkat yang berbeda di seluruh dunia, tergantung pada lokasi geografis. Posisi yang lebih dekat ke khatulistiwa lebih “potensial” energi surya yang tersedia. Indonesia sebagai negara tropis sangat kaya akan pancaran sinar matahari. Hal ini membuka peluang yang sangat bagus bagi negara kita untuk mengembangakan teknologi energi surya.

Daerah insolasi (pencahayaan matahari) rata-rata, ditunjukan dengan titik-titik kecil hitam. Daerah ini diperlukan untuk pengembangan energi listrik tenaga surya untuk mengganti pasokan energi dunia dengan total daya 18 TW, 568 Exajoule ( EJ)/ tahun. Insolasi kebanyakan orang rata-rata adalah 150-300 W/m2 atau 3.5-7.0 kWh/m2/hari
Daerah insolasi (pencahayaan matahari) rata-rata, ditunjukkan dengan titik-titik kecil hitam. Daerah ini diperlukan untuk pengembangan energi listrik tenaga surya untuk mengganti pasokan energi dunia dengan total daya 18 TW dan 568 exajoule (EJ) per tahun. Insolasi kebanyakan orang rata-rata adalah 150-300 W/m2 atau 3,5-7,0 kWh/m2/hari.

Sel Surya

Untuk mengubah energi sinar matahari menjadi energi listrik yang bisa digunakan dalam keseharian di perlukan suatu medium (sel) yang di sebut sel surya.  Bahan  sel surya yang efisien harus memiliki karakteristik  yang cocok dengan spektrum cahaya yang tersedia. Beberapa sel yang dirancang secara efisien dapat mengubah panjang gelombang cahaya matahari yang mencapai permukaan bumi. Namun, beberapa sel surya juga dioptimalkan untuk penyerapan cahaya di luar atmosfer bumi. Ilmu kimia lantas berperan penting dalam pemilihan bahan yang tepat.

Gambar kiri adalah sel surya yang terbuat dari silicon wafer monocrystaline. Gambar kanan menunjukkan panel surya di stasiun ruang angkasa internasional  yang menyerap cahaya dari kedua sisinya. Sel surya seperti ini lebih efisien jika beroperasi pada suhu rendah.
Gambar kiri adalah sel surya yang terbuat dari silicon wafer monocrystaline. Gambar kanan menunjukkan panel surya di stasiun ruang angkasa internasional yang menyerap cahaya dari kedua sisinya. Sel surya seperti ini lebih efisien jika beroperasi pada suhu rendah.

Bahan-bahan yang sering digunakan untuk sel surya fotovoltaik misalnya silicon monocrystalline, silicon polycrystalline, silikon amorf, telluride-cadmium dikombinasikan dengan indium selenide, serta tembaga/sulfida. Banyak sel surya yang tersedia saat ini terbuat dari bahan  yang dipotong menjadi semacam wafer berketebalan antara 180-240 mikrometer yang kemudian diproses seperti semikonduktor secara umum. Ada pula bahan lain yang dibuat sebagai lapisan film tipis, misalnya pewarna organik dan polimer organik yang diendapkan pada substrat pendukung, tetapi silikon pun masih menjadi salah satu bahan yang diteliti dalam skala besar dalam bentuk lapisan tipis.

Bahan bacaan:

Penulis:
Witri Wahyu Lestari, dosen kimia di UNS Solo, doktor bidang kimia anorganik dari Leipzig University, Jerman.
Kontak penulis: uwitwl(at)yahoo(dot)com.

Back To Top