Pada tulisan ini kita akan memaparkan ringkasan seputar katalis dan mengapa keberadaannya begitu penting di bidang kimia, terutama dalam reaksi kimia. Reaksi dapat dikatakan menjadi inti dari segala pembahasan dalam ilmu kimia. Berdasarkan prinsip Le Châtelier, kita dapat melakukan beberapa variasi untuk mengatur laju reaksi seperti:
- Pengaturan suhu reaksi.
- Pengaturan konsentrasi reaktan atau dengan memindahkan (remove) produk dari sistem secara simultan sehingga kesetimbangan reaksi bergeser ke kanan.
- Pengaturan kadar pH.
- Penambahan katalis pada reaksi.
Katalis dapat diartikan sebagai suatu zat atau substansi yang mampu mempercepat jalannya reaksi. Ketika suatu reaksi kimia terjadi, Sykes (1972) menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang menentukan seberapa jauh (how far) suatu reaksi dapat berlangsung dan seberapa cepat (how fast) reaksi tersebut terjadi. Frasa how far merepresentasikan sudut pandang termodinamika sedangkan frasa how fast merupakan kajian kinetika reaksi. Keberadaan katalis dalam suatu reaksi akan memengaruhi nilai laju suatu reaksi sehingga cenderung merupakan kajian kinetika.
Percepatan laju reaksi terjadi karena nilai energi aktivasi suatu reaksi menjadi lebih rendah sehingga nilai energy barrier (perintang energi) suatu reaksi menjadi lebih mudah dicapai. Nilai energi aktivasi untuk melammerupakan suatu nilai minimal yang harus dimiliki oleh molekul agar dapat berubah menjadi produk. Namun, apakah yang menyebabkan nilai energi aktivasi ini menjadi lebih rendah? Seperti apakah jelasnya peran katalis dalam mempercepat laju reaksi?
Penurunan energi aktivasi sebenarnya merupakan sebuah akibat karena pada titik keadaan transisi, senyawa reaktan berinteraksi dengan katalis. Interaksi ini dapat menghasilkan penurunan energi sehingga memengaruhi turunnya energi aktivasi suatu reaksi. Ketika nilai energi aktivasi reaksi menjadi lebih rendah, molekul menjadi lebih mudah untuk melewati batasan tersebut. Selain itu, probabilitas jumlah molekul yang mampu melewati barrier menjadi lebih banyak.
Katalis secara umum dapat diklasifikasikan menjadi katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen merupakan katalis yang wujudnya satu fase dengan reaktan. Jika fase reaktan berupa fluida cair, fase katalis juga berupa cairan. Katalis heterogen memiliki fase yang berbeda dengan wujud reaktannya. Apabila wujud reaktan yang kita miliki berfase cairan, fase katalis biasanya berwujud padatan.
Katalis yang bersifat satu fase dengan reaktannya memungkinkan interaksi antara reaktan dan katalis menjadi lebih sering terjadi. Namun, biasanya sistem seperti ini agak menyulitkan kita ketika harus melakukan pemurnian produk yang dihasilkan. Katalis heterogen sedikit unggul dalam hal pemisahan antara produk reaksi dan katalis itu sendiri. Akan tetapi, hal yang harus dipertimbangkan ketika menggunakan katalis dengan fase padatan adalah probabilitas interaksi antara substansi katalis dan senyawa reaktan. Luas permukaan katalis harus besar untuk meningkatkan probabilitas terjadinya interaksi. Biasanya, hal ini diatasi dengan cara memperkecil ukuran partikel katalis hingga ukuran nano.
Beberapa macam katalis
1. Katalis Logam
Beberapa unsur logam transisi dalam bentuk ionnya dapat digunakan untuk berbagai katalis dalam berbagai reaksi kimia. Freeman dkk. (2010) menyatakan bahwa penyaringan gas karbon dioksida oleh senyawa yang memiliki gugus amina dapat terkatalisis unsur seperti logam Fe (II), Ni (II), serta Cr (III). Katalis logam juga dapat diterapkan untuk reaksi sintesis organik. Mardjan dkk. (2016) menggunakan katalis Cu (I) dalam sintesis senyawa pulchellalactam yang memiliki aktivitas sebagai antibiotik dengan reaksi multikomponen dengan hasil yang cukup baik.
2. Biokatalis
Sebenarnya jika tubuh manusia dianalogikan suatu mesin, tubuh manusia dapat dianggap sebagai “mesin” yang efisien. Hal ini dikarenakan begitu banyaknya reaksi kimia yang dibantu oleh biokatalis atau lebih dikenal dengan sebutan enzim. Contoh kecilnya seperti amilase pada organ mulut yang berperan dalam proses pencernaan makanan. Walaupun dapat juga diaplikasikan di industri produk dan proses (Egmond dan Van Bemmel, 1997), enzim lipase dapat menjadi katalis reaksi esterifikasi (Zu dan Ward, 1993), serta reaksi lainnya seperti hidrolisis, transesterifikasi, alkoholisis, asidolisis, dan aminolisis (Paques dan Macedo, 2006). Seiring dengan majunya teknologi, pengembangan enzim kini dapat dibantu oleh pemodelan di bidang kimia komputasi dalam studi teoretisnya (Alfiyah, 2018b).
3. Fotokatalis
Fotokatalis dapat dipahami sebagai material yang mampu menyerap cahaya, memproduksi pasangan elektron-hole sehingga terjadi interaksi antara senyawa reaktan dan fotokatalis. Pada akhir reaksi material fotokatalis terbentuk kembali dan dapat digunakan untuk reaksi selanjutnya.
Khan dkk. (2015) menyebutkan bahwa prosedur sintetis dapat digunakan untuk mengontrol ukuran, bentuk dan morfologi dari material seperti logam oksida, yang dapat berkontribusi terhadap pengembangan sifat tertentu dari material fotoaktif. Logam oksida ataupun kombinasi beberapa logam oksida memiliki aplikasi sebagai katalis karena permukaan yang luas dan situs reaktif (Arora dkk., 2016). Penerapan fotokatalis dapat dilakukan di bidang lingkungan seperti mendegradasi polutan organik di bawah sinar UV (Mondal, 2017).
Fotokatalis yang lazim digunakan contohnya seperti TiO2. Fotokatalis ini dikenal sebagai katalis paling menjanjikan dengan banyak keunggulan dalam hal stabilitas, harga, dan sifatnya yang nontoksik dalam penanganan kontaminan dalam air (Hao dan Zhang, 2009). Material fotokatalis lain yang cukup populer digunakan adalah ZnO yang memiliki efisiensi fotodegradasi yang baik terhadap larutan berwarna metil oranye pada pH 7 (Chen dkk., 2011).
Walaupun fotokatalis seperti TiO2 dianggap memiliki kemampuan yang cukup baik, beberapa penggunaan dalam bentuk bulk (ruah), serbuk, ataupun slurry membuat material cepat sekali kehilangan aktivitasnya (Dwiasi dan Setyaningtyas, 2014). Metode yang digunakan seperti pengecilan ukuran partikel untuk memperbesar luas area permukaan sesuai prinsip surface to volume. Seiring semakin kecilnya ukuran partikel, jumlah total luas permukaannya justru akan semakin meningkat, sehingga banyak studi terkait sintesis partikel fotokatalis dalam ukuran nano (nanopartikel).
Selain itu, partikel karakteristik TiO2 sesungguhnya hanya aktif ketika terpapar radiasi pada panjang gelombang ultra-violet/UV (Khairi dan Zakaria, 2014) sehingga biasanya partikel fotokatalis dimodifikasi dengan cara diembankan (supported) atau dilakukan doping dengan partikel lain. Teknik modifikasi material dengan cara diembankan pada material lain atau dengan doping tidak hanya berlaku untuk peningkatan kemampuan fotokatalis, tetapi juga dapat diterapkan untuk peningkatan material lain dengan fungsi berbeda.
Setelah melakukan sintesis atau perlakuan suatu material, hal yang dilakukan selanjutnya adalah karakterisasi atau identifikasi dari material tersebut. Karakterisasi dilakukan untuk memastikan apakah material yang telah diberikan perlakuan menunjukkan perubahan tertentu atau tidak. Salah satu cara karakterisasi yang sering digunakan termasuk untuk karakterisasi material kristal yang berfungsi sebagai katalis adalah teknik spektrometri Diffuse Reflectance Ultra Violet/Visible (DR-UV).
Prinsip dari DR-UV adalah pengukuran nilai reflektansi material. Hal ini dapat diketahui dari perbandingan nilai intensitas radiasi gelombang yang terefleksi terhadap intensitas radiasi gelombang yang datang (mengenai material/sampel). Metode DR-UV cukup lazim digunakan pada industri karena sampel tidak harus didestruksi atau dipreparasi terlebih dahulu sebelum dianalisis. Sampel dapat berupa padatan berwarna, polimer, logam oksida.
Radiasi suatu sinar pada panjang gelombang UV dan visible (cahaya tampak) yang datang (I0) akan mengenai suatu material. Sebagian dari radiasi tersebut akan terefleksikan secara langsung oleh material (IR(S)), sebagian radiasi akan terabsorpsi (IA) oleh material, serta sebagian lainnya akan terefleksikan setelah mengalami absorpsi (IR(D)) oleh material.
Absorpsi dapat menunjukkan sifat atau karakteristik dari material yang dianalisis. Luaran dari hasil spektrometri DR-UV berupa spektrogram yang menggambarkan kurva absorbansi (A) vs. panjang gelombang (λ). DR-UV dapat digunakan untuk menentukan keseragaman ukuran partikel, identifikasi padatan, pengukuran nilai lambda maksimal atau perubahan celah energi (energy gap), yang biasanya digunakan untuk material yang memiliki fungsi elektrik.
Contoh praktisnya, DR-UV dapat diterapkan untuk konfirmasi pembentukan nanopartikel suatu fotokatalis (keseragaman ukuran nanopartikel). Walaupun hanya berlaku untuk logam tertentu, pembentukan ukuran dapat dilakukan secara visual seperti ukuran nanopartikel perak (Rosi dan Mirkin, 2005) yang berubah warnanya relatif terhadap diameter partikelnya. Selain itu, kita juga dapat mengamati terjadinya doping pada fotokatalis dengan analisis pergeseran panjang gelombang material pada hasil spektrogram.
Kebutuhan manusia terhadap ilmu kimia semakin kompleks, baik untuk berbagai proses kimia, untuk pembentukan material yang lebih tinggi kualitasnya, ataupun untuk menjalankan reaksi lain dengan lebih efisien dalam skala laboratorium maupun industri. Oleh karenanya, studi tentang katalis masih akan menjadi bidang penting dan terus berkembang di masa depan.
Bahan bacaan:
- Alfiyah, V., 2018a, Reaksi Multikomponen: Strategi Sintesis yang Efisien, Aplikatif, dan Ramah Lingkungan, Majalah 1000 guru, 6 (1), 5-6.
- Alfiyah, V., 2018b, Evolusi Terarah: Gebrakan Biokimia untuk Dunia, Majalah 1000 guru, 6 (12), 6-7.
- Arora, A.K., Jaswal, V.S., Singh, K., and Singh, R., 2016, Applications of Metal/Mixed Metal Oxides as Photocatalyst: A Review, J. Chem., 32 (4), 2035-2042.
- Chen, C., Liu, J., Liu, P. and Yu, B., 2011, Investigation of Photocatalytic Degradation of Methyl Orange by Using Nano-Sized ZnO Catalysts, ACES, 1, 9-14.
- Dwiasi, D.W. dan Setyaningtyas, T., 2014, Fotodegradasi Zat Warna Tartrazin Limbah Cair Industri Mie Menggunakan Fotokatalis TiO2-Sinar Matahari, Molekul, 9 (1), 56-62.
- Egmond, M.R., dan van Bemmel C.J., 1997, Impact of Structural Information on Understanding Lipolytic Function, Methods Enzymol. , 284, 119-129.
- Freeman, S.A., Davis, J. and Rochelle, G.T., 2010, Degradation of aqueous piperazine in carbon dioxide capture, J. Greenh. Gas Con., 4, 756-761.
- Hao, H., and Zhang, J., 2009, The study of Iron (III) and nitrogen co-doped mesoporous TiO2 photocatalysts: synthesis, characterization and activity, Mesopor. Mat., 121 (1-3), 52-57.
- Khairi, M., and Zakaria, W., 2014, Effect of metal-doping of TiO2 nanoparticles on their photocatalytic activities toward removal of organic dyes, J. Pet., 23 (4), 419-426.
- Khan, M.M., Adil, S.F., and Al-Mayouf, A., 2015, Metal oxides as photocatalysts, Saudi Chem. Soc., 19 (5), 462–464.
- Lestari, W.W., 2011, Berkencan dengan Katalis (Bagian ke-1), Majalah 1000 guru, edisi ke-10, 7-10.
- Mardjan, M.I.D., Parrain, J.-L. and Commeiras, L., 2016, Copper(I)-Catalysed Multicomponent Reaction: Straightforward Access to 5-Hydroxy-1H-pyrrol-2(5H)-one, Synth. Catal., 358, 543-548.
- Mondal, K., 2017, Recent Advances in the Synthesis of Metal Oxide Nanofibers and Their Environmental Remediation Applications, Inventions, 2 (2), 1-29.
- Paques, F.W., and Macedo, G.A., 2006, Lipases de Látex Vegetais: Propriedades e Aplicações Industriais: A Review, Química Nova, 29 (1), 93
- Rosi, N.L. and Mirkin, C.A., 2005, Nanostructures in Biodiagnostics, Rev., 105, 1547-1562.
- Sykes, P., 1972, The search for organic reaction pathways, Longman, London.
- Zu, Y-L., dan Ward, O.P., 1993, Lipase-catalyzed esterification of glycerol and n-polyunsaturated fatty acid concentrate in organic solvent, Am. Oil Chem.’ Soc, 70 (8), 745-748.
Penulis:
Viny Alfiyah, mahasiswa S1 Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Indonesia. Kontak: alfiyahviny(at)gmail(dot)com