Cita Rasa Pindang Wong Palembang

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki banyak ragam kuliner, tiga di antaranya yang paling dikenal di tingkat internasional, yaitu rendang, nasi goreng, dan sate. Tidak ada satu pun daerah di Indonesia yang tidak memiliki kuliner khas, termasuk wilayah Sumatera Selatan (Sumsel). Apabila seorang wisatawan hendak mengunjungi kota Palembang, tidak ada salahnya selain mencicipi makanan pempek dan turunannya (seperti model, tekwan, celimpungan dan laksan) juga mencicipi kuliner khas Sumsel yang berasal dari olahan ikan yang bernama pindang, kuliner ini proses pembuatannya cukup sederhana. Untuk mencari makanan pindang di kota Palembang sangat mudah. Rumah atau warung makan ber-genre pindang banyak ditemukan pinggiran jalan, pinggiran sungai maupun pasar modern seperti mall, bahkan menjadi menu utama di beberapa hotel berbintang.

 

Makanan khas Sulsel ini merupakan resep ikan pindang yang dimasak untuk diolah menjadi bentuk sup dengan rasa kuah yang memiliki perpaduan cita rasa khas dan enak yang dominasi rasa asam, pedas, segar, dan gurih. Ikan pindang yang dimasak bersama dengan bumbu rempah khas yang cocok dengan selera masyarakat Sumsel. Apabila dilihat, sepintas pindang ini mirip dengan Tom Yam, kuliner khas Thailand. Rempah-rempah (bumbu) dasar pindang di antaranya berupa bawang (merah dan putih), jahe, kunyit, lengkuas, serai, daun salam, cabai, terasi (calok), tomat ceri (Cungkediro), asam Jawa, nanas, dan sebagainya. Bumbu ini digunakan sesuai dengan jenis pindangnya. Kenikmatan pindang kian terasa nikmat dan lezat apabila dipadu dengan nasi putih hangat dengan sambal calok atau sambal buah dan lalap-lalapan hijau (terong bulat, kacang panjang, wortel, timun, daun kemangi, potongan labu dan sebagainya) yang mentah atau direbus saat makan pagi, siang maupun makan malam. Ikan yang dipakai untuk membuat pindang di Palembang ini kebanyakan menggunakan ikan air tawar, khususnya ikan dari alam liar yang berasal dari sungai Musi dan anak sungainya yang tersebar di Sumsel. Ikan yang didapatkan langsung dari sungai memiliki rasa lebih gurih dan tidak berbau tanah atau lumpur. Untuk pindang yang berbahan dasar ikan tertentu, tidak selamanya bisa dinikmati setiap saat. Karena pada musim tertentu beberapa jenis ikan sulit untuk didapatkan, seperti ikan Lais, Baung sungai dan Tapah. Bersyukurlah apabila ada penikmat pindang yang menemukan pindang ikan sungai langka tersebut.

Pindang sebagai warisan kuliner kebanggaan Bumi Sriwijaya, tentu sangat berbeda dengan pindang yang dipahami oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Sebagaimana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan pengertian, sebagai “Ikan yang digarami dan dibumbui kemudian diasapi atau direbus sampai kering agar dapat tahan lama, atau pindang diartikan juga sebagai julukan untuk ikan asin (ada juga yang tidak asin) yang dikemas di keranjang-keranjang bambu kecil.” Pindang di Palembang adalah teknik memasak ikan dengan air rebusan rempah-rempah. Pindang di Sumsel termasuk kuliner tua yang penuh dengan sejarah yang panjang. Saking membuminya, tidak heran apabila Sumsel dikenal dengan banyaknya ragam jenis masakan pindang.

Setiap daerah memiliki jenis pindang dengan berbagai bentuk karakternya sendri-sendiri yang berbeda, baik bahan dan teknik memasaknya. Ada yang direbus secara langsung bersama bumbu dasarnya. Ada pula yang bumbu dasarnya ditumis terlebih dahulu, setelah itu baru direbus bersama ikan. Namun, bahannya tetap mengacu pada bahan dasar dengan tidak menggunakan campuran santan dengan tetap mengutamakan rasa asam dan pedas. Nama-nama jenis pindang di Sumsel diambil dari nama suku atau daerah yang ada di Sumsel seperti pindang Pegagan (OI dan OKI), pindang Meranjat (OI), Pindang Musi Rawas (MURA), pindang Palembang (Kota Palembang) dan pindang Sekayu (MUBA). Pindang terkategori sebagai makanan sehat, karena tidak mengandung campuran bahan kimia yang berbahaya. Rasa yang terdapat di dalam pindang berasal dari rempah-rempah yang digunakan. Rasa asam didapatkan dari asam Jawa, cungkediro, dan nanas. Rasa pedas didapat dari cabai kecil maupun besar. Sedangkan rasa manis didapatkan dari serai dan daun salam.

Berikut 5 jenis pindang terkenal di Sumsel: Pertama, pindang Pegagan, rasanya asam dan tidak terlalu pedas. Rasa asam berasal dari asam jawa atau nanas, rasa caloknya lunak, tidak berminyak karena bumbunya tidak ditumis terlebih dahulu melainkan langsung direbus. Kuahnya berwarna merah kekuningan yang berasal dari kombinasi kunyit dan cabai. Kedua, pindang Meranjat, rasa kuahnya sangat pedas dan gurih yang berasal dari adanya penambahan calok didalam kuah pindang. Rasa asamnya berasal dari nanas. Jenis ikan yang banyak digunakan untuk membuat pindang Meranjat adalah jenis ikan patin dan baung. Pindang Meranjat ini disajikan bersama lalap sayuran dan sambal calok mentah. Ketiga, pindang Musi Rawas, memiliki kuah yang jernih dengan irisan jahe, lengkuas dan serai. Rasa asamnya berasal dari cung kediro. Pindang Musi Rawas tidak menggunakan calok, tetapi memakai daun kemangi yang cukup banyak. Keempat, pindang Palembang, memiliki rasa yang tidak terlalu pedas tapi kaya akan rempah-rempah dan menggunakan daun kemangi segar sebagai pewanginya. Pindang Palembang tidak menggunakan calok dan rasa asamnya berasal dari asam Jawa dan potongan nanas. Kelima, pindang Sekayu bumbunya tidak terlalu kuat, bentuk kuahnya tidak begitu kental, tidak terlalu pedas dan tingkat keasamannya sedang, berminyak karena bumbunya ditumis terlebih dahulu dan berwarna gelap dan terasa manis karena ada penambahan kecap manis.

Dari 5 jenis pindang yang terdapat di Sumsel, pindang yang paling terkenal adalah pindang yang berbahan utama dari ikan patin (cold river). Dari beberapa spesies ikan yang hidup di sungai Musi, ikan patin yang masih satu keluarga dengan ikan lele, termasuk dalam kelompok ikan berkumis dam memiliki pathil (siluriformes). Ikan patin menjadi salah satu ikan yang memiliki cita rasa yang tinggi, hampir seluruh bagian ikan patin dapat dikonsumsi. Bagian tubuh dan kepala ikan patin dapat diolah menjadi kuliner, sedangkan bagian tulangnya dapat dijadikan sebagai kaldu ikan. Oleh karena itu masyarakat Sumsel mengolah ikan patin yang lunak dan tidak berbau amis dengan campuran bumbu-bumbuan untuk dijadikan pindang. Selain memiliki rasa yang gurih dan lembut, ikan patin merupakan salah satu jenis ikan yang mudah dibudidayakan sehingga harganya murah dan mudah didapatkan di pasaran.

Ada juga masyarakat yang tidak mau memakan ikan patin (yang termasuk dalam genus Pangasius, family Pangasiidae) karena mereka beranggapan ikan patin mengandung banyak lemak, sehingga dapat membuat seseorang menjadi gemuk. Justru sebaliknya, ikan patin memiliki manfaat bagi kesehatan. Kandungan gizi ikan patin sangat tinggi dan kandungan lemak ikan patin lebih rendah dibanding ikan jenis lain. Berdasarkan hasil dari penelitian, kandungan gizi di dalam ikan patin adalah berupa lemak tak jenuh (50 %) sangat bagus untuk mencegah terjadinya risiko penyakit kardiovaskular dan bermanfaat untuk menurunkan besarnya kadar kolesterol sehingga dapat mencegah dan mengurangi terkena penyakit jantung koroner. Ikan patin sangat baik bagi mereka yang sedang menjalankan program diet. Ikan patin juga bermanfaat untuk kesehatan ibu hamil dan berguna untuk mengoptimalkan pertumbuhan bayi, hal ini disebabkan oleh kandungan DHA dan manfaat omega 3 (yang berperan mencerdaskan otak) kaya pada ikan patin. Bagi yang sedang melakukan program diet untuk membesarkan dan menguatkan otot, daging ikan patin sangat baik untuk dikonsumsi. Tulang dan duri dari ikan patin memiliki kandungan fosfor dan kalsium yang cukup tinggi yang berguna untuk membantu menjaga kesehatan tulang dan gigi dan mencegah osteoporosis.

Di balik kelebihan rasa dan kandungan yang dimiliki ikan patin, mengkonsumsi ikan patin juga harus disertai dengan sikap waspada. Terutama mengkonsumsi hasil ikan patin yang diperoleh dari budidaya di lingkungan yang kurang layak, dimana antara jumlah ikan yang dibudidayakan dengan luas kolam pembudidayaan tidak sesuai. Akibat dari kolam budidaya terlalu sempit atau tempat pembudidayaan jauh dari ideal, ikan patin akan menjadi tercemar oleh air buangan limbah pembudidayaan, kotoran ikan serta penyakit yang terjadi dalam kolam pembudidayaan. Selain itu, adanya pemberian fosfat secara langsung setelah pembuangan sisik dan duri tanpa proses pembersihan terlebih dahulu juga berbahaya untuk dikonsumsi, sebab jumlah fosfatyang berlebihan dapat merusak ginjal manusia. Belum lagi penggunaan antibiotik terhadap ikan. Meski tujuan penggunaan antibiotik untuk mencegah penularan penyakit antar ikan, jika berlebihan tentu hal itu kurang baik untuk kesehatan. Dalam laman wisata.kompasiana.com pernah dilansir bahwa ikan patin yang diekspor di sebagian besar dunia, terutama yang berasal dari Vietnam telah tercemar oleh racun yang tidak dapat dihilangkan dengan proses dimasak dan dibekukan. Untuk mendapatkan pindang patin yang nikmat, lezat dan sehat, maka perlu untuk mendapatkan bahan ikan patin yang segar, aman dan berkualitas.

Bahan utama pindang saat ini tidak selalu ikan seperti belido, seluang dan gabus, khususnya di Kota Palembang, ditemukan juga pindang yang berbahan utama bukan dari ikan saja, tetapi berasal dari kerang, udang, ayam kampung, burung dan daging bahkan tulang iga sapi (pindang tulang). Adapun pindang Sumsel yang dianggap langka dan bahkan tidak ditemukankan lagi, yaitu pindang mangut (penulis sendiri belum pernah mencicipinya). Tentu ini tugas masyarakat pecinta pindang untuk menghadirkan pindang sebagai menu favorit keluarga, terutama pindang mangut sebagai warisan leluhur dan kekayaan kuliner Bumi Sriwijaya. Bagi masyarakat luar Sumsel yang berkunjung ke kota Palembang dan penasaran dengan kuliner kota tersebut, tidak ada salahnya untuk menyempatkan menyantap makanan olahan pindang khas provinsi Sumatra Selatan ini.

Bahan bacaan:

  • https://manfaat.co.id/manfaat-ikan-patin
  • https://www.nangimam.com/2014/01/kandungan-gizi-pindang-patin.html?m=0
  • https://www.pempekita.com/blog/pindang-patin-khas-palembang-endeussss-pake-bingit/522/
  • https://www.vemale.com/topik/kehamilan/74672-ikan-patin-si-ikan-lezat-dan-bermanfaat-namun-berbahaya.html

Ditulis oleh:

Noperman Subhi

Guru PPKn SMA PGRI 5 Palembang & Dosen luar Biasa di Akademi Bina Bahari

Kontak: nopermansubhi(at)gmail(dot)com

Back To Top