Studi Pembelajaran dan Profesionalitas Pendidik

Upaya peningkatan mutu pendidikan dipengaruhi oleh faktor majemuk, yaitu faktor yang satu saling berpengaruh terhadap faktor yang lainnya. Namun demikian, faktor yang paling penting adalah guru, karena hitam-putihnya proses belajar mengajar di dalam kelas banyak dipengaruhi oleh mutu gurunya. Guru dikenal sebagai “kurikulum tersembunyi” karena sikap dan tingkah laku, kemampuan profesional, kemampuan individual, dan apa saja yang melekat pada pribadi seorang guru, akan diterima oleh peserta didiknya sebagai rambu-rambu untuk diteladani atau dijadikan bahan pembelajaran.

Sumber daya manusia yang bermutu hanya dapat dicapai melalui sistem pendidikan yang berkualitas yang mampu melahirkan sumber daya manusia yang andal berakhlak mulia, mampu bekerja sama dan bersaing di era globalisasi dengan tetap mencintai tanah air. Oleh sebab itu, tenaga pendidik berperan besar terhadap kemajuan suatu bangsa melalui kualitas yang ia miliki pada saat memberikan pendidikan kepada peserta didik sebagai  calon-calon generasi penerus bangsa.

Dalam pembelajaran, tenaga pendidik memiliki peranan yang penting terutama dalam mempengaruhi prestasi peserta didik. Jika kualitas tenaga pendidik semakin ditingkatkan, kemajuan suatu negara akan semakin meningkat. Namun, kenyataannya masih banyak tenaga pendidik yang belum memenuhi kriteria dasar sebagai tenaga pendidik yang berkualitas.

Kita bisa berkaca pada Finlandia. Guru-guru di Finlandia adalah guru-guru dengan kualitas terbaik yang direkrut dan dididik menjadi guru dari lulusan sekolah menengah yang terbaik di negeri itu dan tingkat persaingan untuk memasuki profesi guru lebih ketat dibandingkan dengan profesi lainnya. Dengan kualitas mahasiswa calon guru yang baik, serta pendidikan dan pelatihan guru yang berkualitas, sangat dimungkinkan terbentuknya lulusan tenaga pendidik dengan kualitas yang luar biasa.

Selain itu, di saat banyak negara lain meyakini bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, Finlandia justru percaya bahwa terlalu banyak ujian (yang diberikan guru pada siswa) cenderung akan membuat guru hanya mengajar siswa untuk lulus ujian. Padahal, banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian.

Profesionalitas seorang guru ditandai oleh dimilikinya empat kompetensi, yakni: kompetensi profesional, kompetensi pedagogi, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Dua kompetensi yang pertama didapat pada saat mengikuti pendidikan di perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesi guru, sedangkan dua kompetensi yang terakhir merupakan minat dan bakat yang dimiliki sorang calon guru profesional.

Terkait dengan pengembangan kemampuan profesional dan pedagogi ada dua hal penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa meningkatkan kualitasnya. Pertama, para guru harus memperbanyak kegiatan tukar pikiran dan saling belajar dan mengajar tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik.

Kegiatan ilmiah antarguru ini dikenal sebagai lesson study, atau di sini akan kita sebut sebagah studi pembelajaran. Kegiatan studi pembelajaran hendaknya selalu mengangkat topik pembicaraan yang bersifat aplikatif. Artinya, hasil pertemuan bisa digunakan secara langsung untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam kegiatan ilmiah semacam itu hendaknya faktor-faktor yang bersifat struktural administratif harus disingkirkan jauh-jauh. Misalnya, tidak perlu yang memimpin pertemuan harus kepala sekolah.

Faktor penting kedua, akan lebih baik kalau apa yang dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah yang dihadiri para guru adalah masalah-masalah yang terjadi di kelas. Masih terlalu banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di kelas yang sampai saat ini belum terpecahkan. Misalnya, langkah-langkah apa yang harus dilaksanakan agar materi yang diajarkan dapat bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama, atau bagaimana cara menumbuhkan karakter siswa yang  berakhlak mulia dan mampu bekerjasama sebagai dampak dari pembelajaran langsung.

Peningkatan mutu pendidikan melalui studi pembelajaran dimulai dari tahap perencanaan yang bertujuan untuk merancang pembelajaran yang dapat mendorong siswa belajar dalam suasana menyenangkan, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai secara efektif melalui aktivitas belajar secara aktif dan kreatif. Perencanaan yang baik tidak dilakukan sendirian tetapi dilakukan secara berkolaborasi sehingga ide-ide yang berkembang menjadi lebih kaya.

Apa dan bagaimana studi pembelajaran dilaksanakan? Jika ditelusuri, studi pembelajaran mulai dikembangkan di Jepang, yang dikenal dengan istilah ”jugyokenkyu” yang berasal dari dua suku kata, yaitu ”jugyo” (pembelajaran), dan ”kenkyu” (studi atau kajian). Dengan demikian, studi pembelajaran dapat diartikan sebagai proses pengkajian terhadap proses pembelajaran. Studi ini bukanlah metode mengajar, melainkan suatu proses kegiatan pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas dan belajar bersama untuk membangun komunitas pembelajaran. Sekurangnya tiga tahapan diperlukan dalam kegiatan ini, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

 Tahapan pertama dalam kegiatan studi pembelajaran adalah merencanakan suatu pembelajaran yang akan dilakukan di dalam kelas. Kegiatan ini diawali dengan analisis permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Permasalahan dapat berupa materi bidang studi atau bagaimana menjelaskan suatu konsep. Dapat juga menyangkut aspek pedagogi tentang metode pembelajaran yang tepat agar pembelajaran berjalan efektif dan efisien atau mengenai fasilitas belajar, yakni bagaimana menyiasati kekurangan fasilitas pembelajaran.

Selanjutnya, guru secara bersama-sama mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi untuk dituangkan dalam rancangan pembelajaran dan bahan ajar berupa media pembelajaran dan lembar kerja siswa, serta metoda evaluasi. Pertemuan-pertemuan yang sering dilakukan oleh para guru dalam rangka perencanaan pembelajaran menyebabkan terbentuknya kolegalitas atau kemitraan antara pendidik dengan pendidik lainnya sehingga tidak ada yang merasa lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya. Mereka berbagi pengalaman dan saling belajar.

Tahapan kedua dalam studi pembelajaran adalah pelaksanaan rancangan pembelajaran di dalam kelas nyata. Langkah ini bertujuan untuk mengujicoba efektivitas model pembelajaran yang telah dirancang. Dalam kegiatan ini, salah seorang pendidik bertindak sebagai guru, sementara pendidik yang lain bertindak sebagai pengamat pembelajaran. Kepala sekolah dapat pula terlibat dalam kegiatan ini sebagai pemandu kegiatan dan pengamat pembelajaran.

Fokus pengamatan dalam studi pembelajaran ditujukan pada interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan bahan ajar, peserta didik dengan pendidik, dan peserta didik dengan lingkungannya. Para pengamat dapat melakukan perekaman kegiatan pembelajaran melalui kamera video atau foto digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan studi lebih lanjut. Keberadaan para pengamat di dalam ruang kelas, di samping mengumpulkan informasi, juga dimaksudkan untuk belajar dari pembelajaran yang sedang berlangsung, dan bukan semata-mata untuk mengevaluasi guru model yang tampil.

Salah satu momen studi pembelajaran di Jepang. Perhatikan penggunaan video di pojok ruangan untuk merekam kegiatan belajar-mengajar. Sumber gambar: tes.com
Salah satu momen studi pembelajaran di Jepang. Perhatikan penggunaan video di pojok ruangan untuk merekam kegiatan belajar-mengajar. Sumber gambar: tes.com

Tahapan ketiga dalam studi pembelajaran adalah melakukan evaluasi. Diskusi dilakukan antara guru yang tampil mengajar (guru model) dan pengamat yang dipandu oleh kepala sekolah atau personel yang ditunjuk untuk membahas kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Guru model yang telah tampil mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Selanjutnya, pengamat diminta menyampaikan komentar dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan, terutama berkenaan dengan aktivitas peserta didik. Kritik dan saran dari pengamat disampaikan secara bijak dan konstruktif. Sebaliknya, guru model seyogianya dapat menerima masukan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan masukan dalam diskusi ini, guru dapat merancang pembelajaran berikutnya yang lebih baik.

Kiranya tulisan singkat ini dapat bermanfaat dan membuka mata hati dan jiwa para guru, masyarakat, dan pemerintah untuk menerapkan studi pembelajaran sebagai model pembinaan guru profesional sembari menanti perbaikan dan regulasi kebijakan pendidikan nasional ke arah yang lebih baik.

Bahan bacaan:

Penulis:
Drs. M. Nawi Harahap, M.Pd., Widyaiswara Matematika, PPPPTK  Medan.
Kontak: mnawiharahap(at)yahoo(dot)com.

 

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top