Autisme Infantil

Apakah teman-teman pernah melihat anak kecil yang tampak senang menyendiri dan kesulitan berinteraksi sosial dengan teman-temannya? Kata orang, mungkin saja anak tersebut adalah anak “autis”. Meski demikian, gejala autisme sebenarnya tidak sesederhana itu. Oleh karenanya, mari kita kenali autisme lebih jauh, khususnya autisme yang menjangkiti anak-anak, yang dikenal dengan istilah autisme infantil (infantile autism).

Autisme adalah suatu penyakit otak yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, berhubungan dengan sesama, dan memberi tanggapan terhadap lingkungannya. Dalam catatan sejarah, istilah autisme infantil pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner (1943). Namun, pengidap gejala-gejala autisme itu sendiri sudah ada sejak lama. Autisme bisa terjadi pada semua suku bangsa, tidak memandang ras, etnis, agama ataupun latar belakang sosial ekonomi. Jumlah pengidap autisme di dunia kira-kira antara 1-2 per 1000 orang. Autisme pada laki-laki lebih sering ditemui daripada wanita dengan perbandingan 4:1.

Diagnosis seseorang mengidap autisme harus ditegakkan dengan pengamatan klinis yang cermat, meliputi wawancara untuk mengetahui riwayat perkembangan anak dan pemeriksaan fisik anak. Terkadang pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan foto rontgen dapat diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor lain yang saling berkaitan. Gejala pokok autisme di antaranya adalah rendahnya interaksi sosial, kekurangan kemampuan berbahasa dibandingkan anak-anak seumurnya, serta perilaku repetitif dan obsesif. Beberapa contoh dari masing-masing gejala pokok tersebut diberikan berikut ini.

Rendahnya interaksi sosial:

  • Menghindari tatapan mata, seolah-olah menolak perhatian, kasih sayang dan kehangatan.
  • Tidak menunjukkan rasa kecewa bila berpisah dengan orang tuanya, pun tidak gembira bila orang tua mereka datang.
  • Tidak ada perbedaan reaksi antara terhadap orang tuanya atau terhadap orang lain.
  • Sulit mengerti apa yang dipikirkan atau dirasakan orang lain.
  • Ekspresi orang lain seperti kedipan mata atau senyuman tidak memberikan arti apapun.
  • Seringkali berperilaku agresif.
  • Gangguan perkembangan komunikasi dan interaksi sosial dapat terjadi pada 3 tahun pertama kehidupan.

Kekurangan kemampuan berbahasa:

  • Kesulitan komunikasi, baik dengan isyarat (nonverbal) maupun dengan komunikasi langsung (verbal).
  • Keterlambatan atau kesulitan perkembangan berbicara.
  • Kurang memahami pembicaraan, terkadang seperti anak dengan gangguan pendengaran.
  • Hanya membeo (ekolalia), kalimatnya monoton dan diulang-ulang.
  • Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa kebanyakan anak dengan autisme infantil akan mengalami kesulitan berbicara sampai usia dewasa.

Perilaku repetitif dan obsesif:

  • Gerakan-gerakan aneh yang berulang, seperti tepukan-tepukan, melambai-lambai, menggoyang-goyang pinggang maju dan mundur.
  • Senang bermain sendiri hingga berjam-jam dengan objek permainan yang monoton, tanpa imajinasi maupun kreativitas.
  • Konsistensi dalam kemonotan perilaku, misalnya harus makan dengan menu yang sama.
  • Hiperaktif, agresif, destruktif, impulsif, cenderung sangat sensitif terhadap suara, bau, dan nyeri.

 

Contoh anak dengan gejala autisme yang membuat mainannya berbaris di tempat tidur secara berulang. Gambar dari Wikipedia.
Contoh anak dengan gejala autisme yang membuat mainannya berbaris di tempat tidur secara berulang.
Gambar dari Wikipedia.

Secara umum, penyebab autisme infantil adalah adanya gangguan neurobiologis yang mengakibatkan gangguan struktur maupun fungsi otak. Beberapa bagian otak yang diduga terlibat adalah amygdala, hippocampus (memengaruhi memori), cerebellum, limbic system, cerebral cortex, dan ukuran otak secara keseluruhan. Amygdala adalah pusat pengendalian emosional terhadap rangsangan dari luar. Pada penderita autis, ukuran sel-sel amygdala diduga lebih kecil dan lebih padat. Cerebellum penderita autisme diduga juga mengalami penyusutan dan jumlah selnya berkurang. Sementara itu, aliran darah pada limbic system dan cerebral cortex kemungkinan lebih lambat dibandingkan dengan pada anak-anak normal.

Gangguan struktur dan fungsi otak pada penderita autisme dapat terjadi karena faktor genetis serta proses komplikasi selama kehamilan ataupun persalinan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jika ada satu saudara kandung mengidap autisme, saudaranya yang lain mempunyai risiko puluhan kali terkena autisme juga dibandingkan dengan anak yang tidak mempunyai saudara pengidap autisme. Pada kasus dua anak kembar dengan satu indung telur, peluang mendapati kedua anak kembar dengan autisme jika salah satu sudah dipastikan pengidap autisme mencapai 90%.

Terapi penderita autisme

Penggunaan obat untuk penderita autisme hanyalah sebagai terapi pendamping, bukan yang utama. Hingga kini belum ada obat minum yang dapat benar-benar menyembuhkan autisme. Obat biasanya digunakan sekadar mengatasi masalah-masalah biologis semacam pusing atau demam karena depresi, epilepsi, serta kesulitan tidur.

Terapi perkembangan dan perilaku saat ini masih dianggap sebagai pendekatan terbaik untuk penderita autisme. Anak autisme paling cocok belajar pada lingkungan yang mengembangkan minat dan keterampilan mereka. Misalnya, intervensi yang konsisten dan terstruktur sesuai tingkat perkembangan anak dengan membuatkan jadwal kegiatan rutin hingga latihan fisik dalam kelompok.

Anak dengan autisme juga biasanya senang mendapatkan pujian atau hadiah. Bila ia mendapatkan pujian atau hadiah yang menyenangkan setelah suatu aktivitas atau perilaku tertentu yang ia lakukan, ia cenderung untuk mengulangi dan melanjutkan aktivitas tersebut. Oleh karena itu, kita dapat menyusun berbagai kegiatan terstruktur yang intensif dalam waktu dan melalui tahap-tahap ulangan yang di dalamnya anak diberikan suatu perintah dan senantiasa mendapat “hadiah” bila mengerjakan dengan benar.

Jika kita menemukan keluarga kita dengan gejala-gejala autisme, sebaiknya segera konsultasikan pada dokter ataupun psikolog. Tentunya dengan kita mengenali autisme secara baik, kita bisa menjadi sahabat serta keluarga yang mendukung perkembangan terapi orang-orang dekat kita yang terindikasi mengidap autisme.

Bahan bacaan:

 Penulis:

Retno Ninggalih, ibu rumah tangga, alumnus Fakultas Psikologi Undip, saat ini bertempat tinggal di Sendai, Jepang. Kontak: r.ninggalih(at)gmail(dot)com.

Back To Top