Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya lagi bagi penduduk negara berkembang seperti negara kita Indonesia. Walaupun jumlah kalori yang dihasilkan hanya sekitar empat kilo kalori, bila dibandingkan protein dan lemak, karbohidrat merupakan sumber kalori yang lebih murah. Selain faktor harga yang cenderung lebih rendah, jumlah ketersediaan bahan pangan jenis karbohidrat juga sangat melimpah. Bahkan hampir tiap wilayah mempunyai ciri khas pangan karbohidrat sebagai makanan pokok masing-masing seperti beras, jagung, singkong, dan sagu.
Di dalam tubuh, sumber karbohidrat yang kita makan seperti nasi, bubur, roti, jagung, singkong, kacang-kacangan dan sejenisnya akan dicerna oleh sistem pencernaan dalam bentuk monomer glukosa. Apa pun polimer karbohidratnya, tubuh akan mengubah dan kemudian mencernanya sebagai glukosa di dalam usus halus. Oleh sebab itulah dikenal sebuah istilah respons glukosa. Respons glukosa berkaitan erat dengan perubahan kadar gula dalam darah. Masing-masing bahan pangan akan mempunyai respons glukosa yang berbeda-beda. Respons glukosa bahan pangan biasa dinyatakan dalam suatu parameter yang disebut nilai indeks glikemik.
Indeks glikemik didefinisikan sebagai rasio antara luas kurva respons glukosa makanan yang mengandung karbohidrat total setara 50 gram gula terhadap luas kurva respon glukosa setelah makan 50 gram glukosa pada hari yang berbeda untuk orang yang sama. Untuk mendapatkan kurva tersebut, tes kadar glukosa dilakukan pada pagi hari setelah puasa satu malam. Pengukuran kadar gula dalam darah dilakukan selama dua jam. Dalam hal ini, biasanya yang dipakai sebagai standar adalah roti tawar dengan nilai 100 dan nilai indeks glikemik makanan yang diuji merupakan persen terhadap standar tersebut. Dari definisi indeks glikemik ini dapat kita peroleh nilai perbandingan kuantitas kandungan karbohidrat antara bahan pangan, ukuran kandungan karbohidrat serta efeknya terhadap kadar glukosa dalam darah orang sehat selama masa dua jam. Semakin tinggi nilai indeks glikemik, semakin tinggi pula kadar glukosa dalam darah.
Contoh pada kurva respons glukosa di atas menggunakan sampel kacang merah dan roti tawar sebagai standar. Kurva respons glukosa yang ditunjukkan oleh kacang merah ternyata lebih rendah dibandingkan dengan kurva respons glukosa yang ditunjukkan oleh roti tawar. Dari kurva tersebut dapat kita pahami bahwa nilai indeks glikemik kacang merah lebih rendah dibandingkan dengan nilai indeks glikemik roti tawar. Dengan standar nilai indeks glikemik glukosa sebesar 100, para ahli gizi menetapkan bahan pangan menjadi tiga kelompok. Makanan dengan nilai indeks glikemik rendah mempunyai nilai ≤ 55, makanan dengan nilai indeks glikemik sedang mempunyai nilai 56 – 69 sedangkan makanan dengan nilai indeks glikemik tinggi mempunyai nilai ≥ 70. Selain kacang merah, jenis kacang-kacangan lain seperti kacang kedelai, kedelai hitam, kacang tanah juga umbi-umbian terutama yang dikukus adalah contoh makanan yang mempunyai nilai indeks glikemik rendah. Di sisi lain, makanan cepat saji dan makanan ringan termasuk dalam kelompok makanan berindeks glikemik tinggi.
Bersamaan dengan indeks glikemik, dikenal pula istilah glikemik load atau beban glikemik. Glikemik load menunjukkan ukuran kuantitas suatu bahan makanan bisa menaikkan kadar gula darah. Nilai glikemik load dapat dihitung dengan mengalikan kandungan karbohidrat suatu bahan makanan dalam gram dengan nilai indeks glikemik kemudian dibagi 100 sebagai standar nilai glikemik. Sebagai contoh kandungan karbohidrat dari 100 gram pisang adalah 20 gram, sementara nilai indeks glikemiknya adalah 55. Maka kalkulasi nilai glikemik load-nya menjadi 55 x 20 /100 = 11. Untuk suatu sajian makanan, nilai glikemik load di atas 20 dikategorikan tinggi, 11 – 19 dikategorikan sedang dan kurang dari 10 dikategorikan rendah. Secara umum, makanan dengan nilai indeks glikemik rendah mempunyai nilai glikemik load yang rendah pula. Sementara makanan dengan nilai glikemik load sedang hingga tinggi mempunyai nilai indeks glikemik sangat rendah hingga sangat tinggi. Mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah namun jumlah sajiannya banyak menjadi tidak berarti. Demikian pula kita masih dapat mengkonsumsi makanan dengan nilai indeks glikemik tinggi namun tetap memperhatikan batas jumlah sajian.
Pemahaman tentang nilai indeks glikemik menjadi penting sebagai usaha untuk mencegah penyakit diabetes. Sebab, seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa pangan dengan nilai indeks glikemik rendah akan menekan kenaikan gula darah yang menjadi pemicu munculnya penyakit diabetes, utamanya Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Kandungan gula dalam darah yang tinggi akan memicu produksi hormon insulin secara berlebihan yang dalam batas tertentu akan mengakibatkan kondisi resistensi insulin bahkan kerusakan sel beta pankreas, sehingga insulin tidak bisa diproduksi lagi. Studi epidemiologi juga menunjukkan bahwa populasi yang biasa mengkonsumsi makanan dengan nilai indeks glikemik rendah mempunyai prevelansi diabetes yang rendah pula. Namun ketika populasi tersebut berpindah ke jenis pangan dengan nilai indeks glikemik tinggi maka prevelansi diabetesnya juga ikut menjadi tinggi.
Di Indonesia informasi nilai indeks glikemik ini belum tersedia secara lengkap sebagaimana di negara-negara maju. Meskipun demikian usaha untuk melakukan riset guna mengetahui nilai indeks glikemik bahan pangan gencar dilakukan. Untuk mengetahui nilai indeks glikemik bahan pangan yang biasa kita konsumsi sehari-hari dapat kita cek melalui situs glycemic index yang disediakan oleh The University of Sydney pada tautan http://www.glycemicindex.com/.
Sementara untuk mengikuti perkembangan riset indeks glikemik bahan pangan secara khusus maupun riset ilmu pangan secara umum di Indonesia, kita dapat mengakses secara gratis jurnal-jurnal ilmu pangan dari Jurnal Agritech, Universitas Gadjah Mada (https://jurnal.ugm.ac.id/agritech), Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Institut Pertanian Bogor (http://journal.ipb.ac.id) maupun jurnal yang lain.
Mari lebih bijak dalam memilih makanan yang kita konsumsi. Dengan perilaku makan yang lebih bijak serta hati-hati maka kesehatan tubuh yang bersumber dari nilai gizi bahan makanan dapat diraih dan gangguan metabolik kesehatan dapat dicegah.
Bahan Bacaan:
- Marsono, Y. 2002. Indeks Glisemik Umbi-Umbian. Agritech 22 (1): 13-16.
- Marsono, Y. et. al. 2002. Indeks Glisemik Kacang-Kacangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 8 (3): 211-216.
Penulis:
Wahyu Dwi Saputra, Laboratory of Nutrition, Tohoku University, Jepang.
Kontak: wahyu.dwi.s(at)mail(dot)ugm(dot)ac(dot)id.