Pendidikan Sains dalam Diri Kita

“Sains”, satu kata ringan tetapi membuat bising bagi orang ataupun siswa yang tidak suka dengan pelajaran sains. Jika melihat dari artinya, sains sebenarnya berarti ilmu-ilmu. Akan tetapi, kebanyakan orang secara umum menganggap sains hanya mengenai ilmu-ilmu alam saja.

Tidak dapat dipungkiri sains memang menjadi bukti kemajuan suatu peradaban bangsa bagi masyarakat yang hanya meyakini sains adalah segalanya. Pernyataan tersebut tidak salah jika melihat negara-negara dengan kebutuhan sains tinggi terbukti lebih terkemuka daripada negara lain. Sebaliknya, ketika melihat negara-negara yang belum menjadikan sains sebagai kebutuhan primer, cara pandang masyarakatnya pun akan berbeda dan pola kehidupannya berbeda pula.

Sains di benak pemikiran anak-anak Indonesia merupakan ilmu-ilmu alam yang hanya bisa didapatkan di lembaga instansi pendidikan atau sekolah-sekolah dan ilmu tersebut sangat sulit untuk dipahami. Terlebih lagi jika dihubungkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yang tertanam dalam benak siswa, ilmu alam merupakan ilmu kaku atau ilmu pasti yang tidak bisa dipahami banyak orang.

Sebenarnya, ilmu alam tidak seperti yang siswa-siswa pikirkan, ilmu alam harusnya menjadi salah satu ilmu yang menarik untuk dikaji dan dikembangkan karena ilmu tersebut amat dekat dengan kehidupan manusia di samping adanya ilmu sosial yang mempelajari tentang kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.

Jika dihubungkan dengan tujuan pendidikan sains di Indonesia, pendidikan sains yang diajarkan di instansi pendidikan atau di sekolah bertujuan mengembangkan potensi siswa di bidang sains guna memanfaatkan dan mengembangkannya untuk kebermanfaatan umat. Hal tersebut berbalik dengan kebenaran yang ada di lapangan. Walaupun sering terdengar siswa-siswa Indonesia yang berhasil mendapatkan emas, perunggu, atau perak di negara lain dalam kompetisi olimpiade sains baik di tingkat nasional maupun internasional, tetapi masih banyak siswa-siswa yang berbalik kondisi dengan siswa-siswa berprestasi tersebut dengan bukti masih banyak siswa yang takut menghadapi Ujian Nasional.

Becermin pada permasalahan pendidikan sains yang ada di sekolah-sekolah, sebagian besar guru sudah berusaha untuk mengajarkan pendidikan sains dengan harapan detail hingga siswa memahami konsep-konsepnya. Namun ironinya, pendidikan sains yang diajarkan tersebut hanya dapat ditangkap sebagaian kecil dari siswa saja.

Memang, memahami konsep-konsep dasar pendidikan sains terasa sulit jika guru hanya menyampaikan konsep dengan gambaran angan-angan saja. Padahal, pada dasarnya sains ada yang bersifat “kasat mata” (visible) atau dapat dilihat dari fakta konkretnya, dan sebagian aspek yang lain bersifat abstrak atau “tidak kasat mata” (invisible) atau tidak dapat dilihat fakta konkretnya. Oleh karena itu, pendidikan sains memerlukan penyegaran dalam pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa karena tidak semua siswa yang belajar ilmu sains mempunyai daya tangkap pemahaman yang sama dengan latar keluarga, ekonomi, dan kebudayaan yang berbeda.

Masalah lainnya, pada target pendidikan pemerintah, terutama jumlah mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, seakan sistem pendidikan Indonesia memaksa siswa-siswa untuk belajar berbagai macam keilmuan dengan alokasi waktu pembelajaran yang terbatas. Padahal, dengan karakteristik sains yang lebih sulit dipahami bagi siswa, justru tujuan pembelajaran sains sering dikesampingkan dan guru pun lebih banyak mengejar target materi yang disampaikan. Alhasil, tujuan pendidikan besar yang dicita-citakan hanya menjadi materi-materi yang menumpuk di pikiran siswa saja tanpa pemahaman konsep dasar yang benar.

Menilik pelaksanaan kurikulum 2013, dari awal siswa memasuki sekolah ke jenjang menengah atas sudah dihadapkan dengan pilihan peminatan. Ada peminatan Matematika dan Ilmu Alam (MIA) dan peminatan Ilmu-Ilmu Sosial (IIS). Adanya peminatan siswa sejak awal masuk sekolah tersebut ditujukan supaya siswa dapat fokus dengan minat yang ingin ditekuninya. Semisal siswa yang minat pada bidang MIA, pelajaran wajibnya hanya mata pelajaran yang berhubungan dengan ilmu-ilmu MIA, sedangkan ilmu yang bersifat sosial hanya sebagai pilihan atau yang bisa dikelompokkan sebagai kelas Lintas Minat (LM) dan begitu juga sebaliknya.

Mungkin harapan dari kurikulum 2013 dengan adanya peminatan sejak awal siswa yang benar-benar minat di MIA atau IIS dapat fokus belajar. Namun, ketika dilihat pada kedua peminatan, khususnya MIA, banyak juga siswa yang sudah satu tahun di kelas MIA mengatakan mata pelajaran matematika dan ilmu alam masih sulit untuk dipelajari. Hal tersebut yang terkadang menimbulkan banyak pertanyaan bagi guru, seiring dengan fokusnya peminatan seharusnya kemampuan yang dapat dikuasai siswa bisa optimal. Permasalahan tersebut masih menjadi tugas besar seorang guru bagaimana cara mengubah pola pikir dan pemahaman siswa terhadap sains.

Jika dilakukan intropeksi proses pembelajaran yang ada di sekolah-sekolah, ternyata masih banyak praktik pembelajaran yang belum sesuai dengan prosedur kurikulum yang diharapkan oleh pemerintah. Sebagian besar cara pembelajaran sains masih bersifat TCL (Teacher Centered Learning). Pada pembelajaran tersebut, guru hanya berceramah dan mendiktekan teori-teori sains yang diajarkan.

Hakikatnya, pembelajaran sains memerlukan strategi pembelajaran yang bersifat ilmiah (membangun pemahaman siswa). Jika pembelajaran sains masih menggunakan metode yang sifatnya memberitahukan dan bukan membangun pemahaman siswa, memang benar adanya bahwa sains sulit untuk dipahami oleh siswa.

Membangun pemahaman siswa haruslah melalui guru yang mengajar dengan memperhatikan hakikat pembelajaran. Hakikat pembelajaran merupakan proses pengembangan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan dan membangun pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan dan pengembangan yang baik terhadap materi sekolah (Isjoni dan Firdaus, 2008).

Di samping memahami hakikat pembelajaran, seorang guru harus memiliki performance yang mantap dan cakrawala yang luas supaya terlihat wibawa di depan siswa dan memberikan banyak inspirasi bagi siswanya. Seperti yang diungkapkan oleh Arikunto dalam bukunya Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, “Kompetensi personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subjek didik dan patut diteladani oleh siswa”.

Aspek-aspek tersebut dapat membuat pelajaran sains menjadi lebih menarik dan mudah dipahami siswa. Dengan cakrawala guru yang luas guru dapat memberikan analogi konsep-konsep sains dengan kehidupan sehari ataupun sifat yang ada pada manusia dan dengan menambahkan motivasi kepada siswa. Selain itu, setiap materi yang disampaikan akan lebih terkesan bagi siswa dan mudah untuk diingat.

Berikut ini kita uraikan beberapa contoh pengembangan pemahaman siswa mengenai sains yang dapat diambil dari kehidupan sehari-hari. Pada pelajaran kimia, ketika kita belajar mengenai reaksi, terdapat dua proses mendasar, yakni pemutusan ikatan lama dan pembentukan ikatan baru. Pada proses pemutusan ikatan lama akan dibutuhkan sejumlah energi, sedangkan pada pembentukan ikatan baru dibebaskan energi.

Dalam proses pembelajaran, guru dapat menganalogikan fenomena tersebut dengan diri manusia. Fenomena pemutusan ikatan lama yang membutuhkan energi dapat dianalogikan dengan manusia yang suka bertengkar ketika seseorang bertengkar dengan temannya, dalam artian memutuskan tali pertemanan, maka yang terjadi adanya beban pada diri seseorang tersebut dan dia membutuhkan energi banyak untuk melakukan pertengkaran.

Lain halnya ketika pembentukan ikatan, yang terjadi adalah pembebasan energi. Fenomena pembentukan ikatan dapat dianalogikan dengan seseorang yang apabila berada pada suatu lingkungan baru dan bertemu dengan teman-teman baru, terjadi perkenalan atau pembentukan ikatan pertemanan. Tanpa disadari, ketika seseorang bertemu dengan teman baru yang dirasa nyaman, ia dapat dikatakan membebaskan energi dengan membuang perasaan negatif terhadap teman-teman barunya. Hal tersebut menganalogikan bahwasanya ketika pembentukan energi baru, maka yang terjadi adalah pembebasan energi.

Ingatkah dengan ilmuwan yang kejatuhan buah apel di bawah pohon apel? Dialah Newton. Newton sering disebut-sebut menemukan teori tentang gravitasi pertama kali melalui kejadian yang menimpanya, yaitu kejatuhan buah apel ketika ia duduk di bawah pohon. Memang keren Pak Newton ini, sampai-sampai hanya kejatuhan buah apel saja dipikirkan berapa gaya gravitasinya.

Hal tersebut merupakan gambaran awal mengenai perkenalan Newton dan teori-teorinya. Newton tidak hanya mencetuskan mengenai teori gaya gravitasi saja, tetapi juga mengemukakan hukum-hukumnya mengenai gerak benda. Pastinya kita kenal dengan adanya hukum I, II, dan III Newton.

Hukum pertama Newton menyatakan Setiap benda akan memiliki diam atau bergerak dengan kecepatan konstan kecuali ada gaya yang resultannya tidak nol bekerja pada benda tersebut.” Mungkin sebagian besar siswa yang baru mendengar hukum I Newton ini akan bertanya-tanya mengenai maksudnya. Sebenarnya, makna dari hukum pertama tersebut yaitu sebuah benda yang sedang diam akan tetap diam kecuali ada resultan gaya yang tidak nol bekerja padanya, dan sebuah benda yang sedang bergerak tidak akan berubah kecepatannya kecuali ada resultan gaya yang tidak nol bekerja padanya.

Hukum I Newton tersebut dapat dianalogikan dengan yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang dalam keadaan diam dan tidak mau berusaha, keadaan dirinya pun tidak akan berubah. Seorang yang semula belum paham akan pelajaran sekolah, ketika ia terus membiarkan ketidakpahaman akan pelajaran tersebut, maka yang terjadi ia tidak akan bisa memahami pelajaran tersebut. Contoh lainnya ketika seseorang ingin kaya, tetapi ia tidak berusaha untuk bekerja mencari uang, maka ia tidak akan bisa kaya. Jadi, jika seseorang mau berusaha , ia akan mendapatkan hasil dari apa yang ia usahakan.

Berbicara mengenai energi pada materi termodinamika, di sana ada istilah entropi pada hukum II termodinamika. Hukum II termodinamika berbunyi “Sebuah proses alami yang bermula di dalam satu keadaan keseimbangan dan berakhir di dalam satu keadaan keseimbangan lain akan bergerak di dalam arah yang menyebabkan entropi dari sistem dan lingkungannya semakin besar”.

Pada hukum tersebut, jika entropi diasosiasikan dengan kekacauan, sifat dari entropi adalah menambah kekacauan sistem dan lingkungan. Selain itu, secara kata entropi berasal dari bahasa Yunani yang berarti transformasi atau perubahan tanpa alasan. Pada kehidupan manusia, entropi dapat dianalogikan dengan manusia yang mempunyai sifat jelek sebagai pengacau. Seseorang yang mempunyai sifat kecenderungan pengacau orang lain di mana-mana dan tanpa adanya alasan akan menimbulkan banyak kekacauan dan kerugian di berbagai tempat karena sifatnya yang mengganggu kesetimbangan atau kestabilan kelompok atau lingkungan di mana ia berada.

Beberapa contoh penganalogian materi pendidikan sains di atas merupakan contoh sederhana yang bisa diambil motivasi dari hakikat pembelajaran sains. Sebenarnya, masih banyak lagi contoh-contoh pendidikan sains pada diri manusia yang bisa kita lihat dari analogi dengan kehidupan sehari-hari manusia. Pada dasarnya mempelajari sains merupakan mempelajari ilmu apa yang tidak jauh dari kita. Hanya manusia yang bijak dan paham akan keberadaan alam di sekitarnya yang akan lebih memaknai dan menempatkan keberadaan sains sebagai kebutuhan hidup manusia.

Penganalogian yang dapat dibuat oleh diri sendiri maupun guru sebagi pendidik yang mengajarkan siswa tentang sains akan memudahkan siswa dalam memahami konsep-konsep sains yang telah diajarkan. Begitupun juga, dalam mempelajari sains bukan sekedar pamahaman materi namun juga dapat memberikan motivasi diri dari hakikat sains yang telah didapatkan untuk selalu berbuat kebaikan untuk kebermanfaatan bersama.

Pemahaman konsep sains yang benar dan pengetahuan tentang hakikat sains pada diri yang ada akan memudahkan tujuan pembelajaran yang telah diharapkan pemerintah. Dengan demikian, akan terbentuk proses pembelajaran yang berkarakter. Dengan adanya proses pendidikan yang berkarakter ini akan dapat membentuk pribadi siswa yang berkarakter pula.

Untuk perwujudan pendidikan sains yang sukses diperlukan aksi kontribusi yang besar dari tiap komponen pendidikan. Strategi pengajaran yang inovatif dan kreatif dengan memperhatikan kebutuhan siswa dalam pembelajaran sangat mendukung juga kesuksesan dalam proses pembelajaran. Semua itu seharusnya terangkum dalam sistem pendidikan yang rapi dan strategis guna mencapai terget tujuan pendidikan yang ada.

Pembenahan sistem pendidikan yang ada terkhusus pada pembelajaran sains harus dibangun dengan pemahaman konsep sains yang benar. Adanya perbaikan serta pengoptimalan sistem pendidikan di Indonesia, semoga dapat membawa pendidikan Indonesia ke arah yang yang lebih baik dan berkarakter sebagai bangsa yang bermartabat.

Bahan Bacaan:

Penulis:
Nurul Khotimah. Mahasiswa S1 Pendidikan Kimia, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Kontak: khotimahn13(at)gmail(dot)com.

Back To Top