Kanker atau tumor ganas merupakan salah satu penyakit mematikan yang meningkat setiap tahunnya di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2008 bahwa kanker menyebabkan 7,6 juta kasus kematian dan sekitar 70% di antaranya terjadi di negara-negara yang berpenghasilan menengah ke bawah. WHO juga telah memperkirakan pada tahun 2030, kanker akan menjadi penyebab utama kematian di Indonesia (data Kementerian Kesehatan Indonesia tahun 2013). Oleh karena itu, berbagai upaya yang komprehensif perlu terus dilakukan sebagai usaha preventif dan kuratif, seperti penyuluhan dini untuk hidup secara bersih dan sehat, deteksi kanker dini dan terapi kanker bagi yang sudah terkena penyakit ini.
Ada beberapa macam terapi kanker yang digunakan selama ini, seperti kemoterapi, endokrinoterapi, radioterapi maupun kombinasi radiokemoterapi. Terapi-terapi ini pada dasarnya harus dilaksanakan secara rutin dan kontinu setelah proses operasi. Kemoterapi dilakukan dengan pemberian obat-obatan, baik sintetis maupun yang berbasis bahan alam untuk menekan proses proliferasi (perbanyakan) sel.
Sebagian besar obat kemoterapi bekerja dengan mempengaruhi proses mitosis (pembelahan sel) dan proses targeting atau penyasaran yang efektif terhadap sel kanker. Oleh karenanya, obat-obatan yang digunakan di sini mempunyai kemampuan sitotoksik (toksik terhadap sel kanker). Mereka mencegah mitosis dengan mekanisme merusak pertumbuhan DNA dan penghambatan mesin seluler yang terlibat dalam pembelahan sel yang akan menginduksi kematian sel kanker. Proses ini disebut sebagai apoptosis.
Salah satu agen atau obat untuk penanganan kanker secara kemoterapi ini yang sudah sering dipakai adalah senyawa turunan platinum. Di antara turunan platinum ini adalah cis-platin {cis-[PtCl2(NH3)2]}, carboplatin {cis-[Pt(NH3)2(cbdca)], cbdca=1,1-cyclobutanedicarboxylicacid} dan oxaliplatin {[Pt(oxalato)(1R,2R-chxn)], chxn=cyclohexane-1,2-diamine}.
Penemuan karakter cis-platin sebagai antikanker berawal dari eksperimen laboratorium di Michigan State University, Amerika Serikat, yang dilakukan oleh Barnett Rosenberg pada tahun 1965. Ia menempatkan koloni E. Coli pada medan listrik dengan menggunakan elektrode platinum untuk menghambat pertumbuhan mereka. Setelah diselidiki perlakuan ini menyebabkan kerusakan elektrode platinum karena dihasilkannya spesies platinum(II) yang dihasilkan insitu dan menghentikan proses pembelahan sel bakteri.
Setelah penelitian lebih lanjut dan uji klinis, pada tahun 1978 cis-platin telah dilegalkan penggunaannya oleh American Food and Drugs Administration (FDA) dan terbukti efektif untuk terapi terhadap berbagai macam kanker.
Mengapa cis-Platin ?
Ketika cis-platin masuk ke dalam tubuh, ia bermuatan netral sehingga secara keseluruhan dapat melewati membran sel. Setelah itu, selama dalam sel, senyawa ini menjadi teraktivasi dengan digantikannya salah satu klorida oleh molekul air. Klorida cenderung terlepas dari kompleks Pt(II) karena konsentrasi klorida dalam sel jauh lebih sedikit daripada dalam aliran darah.
Air itu sendiri, pada gilirannya, akan mudah tergeser oleh atom nitrogen yang merupakan kerangka dasar dalam struktur DNA, khususnya pada nukleobasa (basa nitrogen dalam nukleotida) guanin. Setelah terikat pada DNA, ion klorida kedua diganti dengan atom nitrogen guanin dari untai DNA yang berdekatan. Hasilnya adalah sebuah fragmen platinum yang berikatan silang intra-strand dengan dua untai DNA dalam double helix.
Ikatan silang intra-strand mencegah terjadinya pembelahan sel melalui proses mitosis sehingga tumor berhenti tumbuh. Dalam sel sehat, DNA yang rusak dapat diperbaiki dengan bantuan DNA repair enzyme (enzim perbaikan untaian DNA), tetapi dalam sel-sel tumor DNA menjadi “kaku” yang diinduksi oleh ikatan silang pada platinum sehingga tidak dapat dikenali dan DNA tidak bisa diperbaiki lagi. Akibatnya, sel mengalami kematian (apoptosis) dan tumor akan terdegenerasi. Di sinilah peran struktur cis-platin. Sifatnya berbeda dengan struktur senyawa trans-platin yang membuat adanya ikatan silang antar-untai (inter-strand cross-linking).
Salah satu keterbatasan dalam penerapan cis-platin sebagai obat anti kanker adalah timbulnya efek samping dan resistensi obat. Resistensi obat ini dapat timbul karena adaptasi seluler yang berbeda, termasuk penurunan serapan seluler obat, peningkatan deaktivasi obat, meningkatnya perbaikan DNA atau toleransi kerusakan DNA. Dalam hal ini, Pt(IV) prodrugs (tambahan senyawa ligan organik pada posisi aksial) menawarkan alternatif yang menjanjikan untuk mengatasi kelemahan obat pada Pt(II).
Kompleks Pt(IV) bersifat lebih inersia dalam kimia koordinasi dan toksisitasnya lebih rendah. Setelah memasuki sel, prodrugs Pt(IV) dapat dikurangi dengan mengurangi molekul intraseluler untuk menghasilkan obat Pt(II) dan kembali pada sitotoksisitas mereka, misalnya penggunaan senyawa-senyawa pereduksi semacam asam askorbat dan glutathione, yang hadir dalam konsentrasi yang lebih tinggi dalam sitoplasma daripada dalam lingkungan ekstraselular.
Koordinasi platinum (IV) dengan prodrugs organik seperti kurkumin atau aspirin melalui pembentukan oxoplatin telah diteliti mampu meningkatkan aktivitas antitumornya. Studi terbaru melaporkan bahwa ligasi aspirin menjadi cis-platin secara signifikan juga menunjukkan efek sinergis untuk penghancuran sel-sel tumor.
Dewasa ini, berbagai riset terus dilakukan untuk memodifikasi kompleks cis-platin dengan ligan-ligan organik sintesis dan berbasis bahan alam untuk meningkatkan aktivitas antitumornya dan aman dikonsumsi. Selain platinum, logam-logam lain seperti ruthenium, titanium dan galium juga menjadi alternatif dalam desain obat antikanker.
Mekanisme distribusi, interaksi dan transformasi dalam sistem biologis juga perlu dikaji lebih lanjut. Selain itu, proses penghantaran atau penyasaran obat antikanker juga memerlukan suatu sistem penghantar yang biocompatible, biodegradable, dan tepat sasaran sehingga tidak membahayakan bagi sel normal. Oleh karena itu, penelitian dalam bidang hantaran obat juga perlu terus dikaji.
Bahan Bacaan:
- http://www2.uakron.edu/genchem/CHEM153S09/cisplatin.pdf
- http://www.rsc.org/education/eic/issues/2012January/ruthenium-compounds-anticancer-agents.asp
- http://www.atdbio.com/content/16/Nucleic-acid-drug-interactions
Penulis:
Witri Wahyu Lestari, Staf Pengajar di Jurusan Kimia FMIPA UNS Surakarta, Kelompok Keahlian Material Kompleks Inorganik dan Organometalik. Kontak: witri(at)mipa.uns.ac.id.