Mungkin sebagian dari pembaca Majalah 1000guru memiliki keinginan untuk melanjutkan studi pascasarjana di luar negeri. Dengan banyaknya pilihan kampus di berbagai negara, tentu muncul pertanyaan, bagaimana sih memilih kampus yang tepat?
Sebagian orang ada yang langsung merujuk pada peringkat kampus dunia yang dibuat oleh lembaga peranking seperti Quacquarelli Symonds (QS) atau Times Higher Education (THE). Sebagian beranggapan, kampus-kampus di peringkat teratas sudah pasti kampus terbaik bagi semua orang yang ingin melanjutkan pendidikan. Akan tetapi, apakah kalian yakin bahwa memilih kampus semata merujuk pada sistem ranking dunia sudah tepat?
Kenyataannya, sistem peringkat tersebut hanya dibuat berdasarkan performa akademik kampus secara umum, riset, proporsi mahasiswa asing, dan lain sebagainya, Sementara itu, keterjangkauan biaya kuliah, kenyamanan lingkungan kampus, dan biaya hidup tidak masuk ke dalam penilaian. Padahal, menurut penulis beberapa aspek tersebut sangat penting untuk menunjang performa akademik mahasiswa.
Kampus yang dielu-elukan sebagai kampus “terbaik” dunia karena menduduki peringkat sepuluh besar belum tentu tepat dan terbaik bagi setiap orang. Contohnya, University of Oxford sering disebut sebagai salah satu kampus terbaik dunia, dalam hal ini tepat untuk penulis mengembangkan diri dan potensi tapi bisa jadi tidak tepat untuk orang lain karena berbagai faktor. Ingat, kondisi setiap orang tidak sama sehingga kita tidak bisa menggeneralisasi setiap kasusnya.
Nah, dalam tulisan ini penulis akan memberikan beberapa saran dalam memilih kampus yang tepat bagi teman-teman yang ingin melanjutkan kuliah pascasarjana di luar negeri. Tidak semua jurusan ada di kampus-kampus top dunia. Kalaupun ada, belum tentu bidang yang kita tekuni di universitas tersebut merupakan yang terbaik di dunia. Kondisi setiap orang tidak sama, yang tepat untuk orang lain belum tentu tepat untuk diri kita.
1. Ketahui apa yang ingin kalian pelajari
Yang sebaiknya dihindari adalah mendahulukan melihat nama institusi secara umum, baru memilih apa yang ingin dipelajari. Ini adalah langkah yang sangat tidak tepat, bahkan terbalik. Sebaiknya, setelah mengetahui apa yang benar-benar ingin dipelajari, baru mencari kampus mana yang menyediakan program yang sesuai dengan minat.
2. Lihat silabus yang ditawarkan
Pastikan mata kuliah yang ditawarkan sesuai dengan apa yang ingin kalian dalami. Bisa jadi kalian akan menemui sebagian kampus yang menawarkan nama jurusan yang menarik dan sepertinya sesuai minat kalian, tetapi setelah ditelusuri silabusnya ternyata malah tidak mengajarkan mata kuliah yang sesuai dengan minat kalian.
3. Pastikan apakah kalian ingin studi yang by course atau by research
Studi lanjut by course biasanya mencakup kegiatan perkuliahan di kelas, ujian tulis maupun lisan, dan lain-lain, sedangkan studi by research biasanya mengharuskan kalian untuk langsung terjun ke penelitian, atau kalaupun harus mengikuti mata kuliah tertentu, porsinya tidak sebanyak studi by course. Untuk memilih yang paling tepat sesuaikan dengan minat dan metode belajar kalian. Contohnya, penulis kurang bisa belajar dengan metode duduk manis di kelas, menyimak, lalu ujian. Penulis lebih bisa belajar lewat metode penelitian langsung yang biasanya mengharuskan untuk banyak membaca jurnal dan bereksperimen. Untuk itulah, penulis memilih metode perkuliahan di kampus yang fokus ke riset selama S-2 dan S-3.
4. Sesuaikan lingkungan tinggal dengan kepribadian masing-masing
Kuliah tidak hanya berkutat dengan dunia akademis, tetapi juga hal-hal nonakademis. Untuk itu, lingkungan tempat tinggal biasanya akan sangat menentukan, misalnya preferensi tinggal di kota besar atau kota kecil yang relatif tidak ramai. Penulis sendiri lebih suka tinggal di kota kecil yang tidak membutuhkan banyak waktu untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain di kota tersebut (cukup jalan kaki atau bersepeda) karena banyak menempuh perjalanan terutama dengan angkutan umum yang ramai membuat penulis lebih mudah stres. Untuk itulah, meskipun ada banyak kampus top di London, penulis lebih suka belajar dan tinggal di kota kecil seperti Oxford.
5. Pertimbangkan kampus-kampus di negara yang bahasa utamanya bukan bahasa Inggris jika berminat belajar bahasa baru atau budaya baru
Belajar di negara yang bahasa utamanya bukan bahasa Inggris dapat menambah kemampuan kalian berbahasa asing. Dari pengalaman berkuliah di Jepang, penulis merasakan banyak manfaat dengan mempelajari bahasa baru.
6. Pastikan kalian memenuhi syarat minimal pendaftaran kampus seperti skor IELTS, IPK minimal, dan semacamnya
Jika tidak bisa dipenuhi, kemungkinan untuk lolos di kampus tersebut lebih kecil. Sedikit cerita unik, penulis sebenarnya pernah nekat mengambil risiko dengan mendaftar ke University of Oxford padahal skor bahasa Inggris masih kurang. Meskipun pada akhirnya diterima, tetap saja hal ini mungkin tidak selalu berlaku untuk setiap kesempatan mendaftar. Bisa jadi, jika tetap nekat dengan persyaratan yang jauh dari minimal kalian hanya akan membuang waktu, tenaga, bahkan biaya.
7. Pertimbangkan pilihan pendanaan tanpa beasiswa
Penulis sadar, tidak semua orang Indonesia yang ingin melanjutkan kuliah di luar negeri pasti melalui skema pendanaan dari beasiswa. Mendapatkan beasiswa atau tidak bukanlah indikator seorang mahasiswa lebih baik daripada lainnya karena memang ada orang-orang yang mendapatkan rezekinya lewat beasiswa, tetapi ada juga yang diberi kemampuan finansial lebih.
Jika kalian memang memiliki kemampuan secara finansial dan memilih untuk kuliah di luar negeri tanpa beasiswa, ada baiknya mempertimbangkan untuk berkuliah di negara-negara yang menawarkan biaya kuliah gratis untuk menekan biaya. Selain itu, pastikan juga apakah negara yang akan kalian tuju memperbolehkan mahasiswa asing untuk bekerja paruh waktu atau tidak. Kerja paruh waktu bisa jadi sumber pemasukan tambahan.
8. Membuat alternatif pilihan kampus
Sebaiknya buatlah daftar prioritas kampus yang ingin dituju karena kita tidak tahu kampus mana yang menjadi jalan rezeki kita, yang mau menerima kita dan cocok untuk bidang kita.
9. Pertimbangkan faktor keluarga bagi yang sudah berkeluarga
Bagi yang sudah berkeluarga (bahkan yang belum lulus S-1 pun ada yang sudah berkeluarga, bukan?) mungkin akan dihadapkan pada pilihan membawa keluarga atau tidak. Jika memang ingin memilih membawa keluarga, sebaiknya mencari kampus yang lingkungannya ramah keluarga, misalnya memberikan diskon khusus untuk akomodasi keluarga, biaya kesehatan lebih terjangkau, biaya hidup tidak terlalu mahal, dan sebagainya. Jika memilih tidak membawa keluarga, bisa juga dipertimbangkan untuk memilih kampus di negara yang memiliki akses ke Indonesia lebih mudah atau lebih murah sehingga bisa sering pulang ke Indonesia.
Itulah beberapa saran yang bisa penulis sampaikan untuk teman-teman. Semoga dapat mengurangi kemungkinan adanya penyesalan di kemudian hari, misalnya kalian baru tahu kalau ternyata di kampus lain ada jurusan yang kalian minati dan disokong beasiswa. Atau, di tempat lain kalian bisa menabung lebih banyak, dan lain-lain.
Yang perlu diingat, proses mempersiapkan diri untuk studi lanjut bukanlah proses yang singkat. Proses ini perlu investasi waktu, tenaga, pikiran, dan banyak lainnya. Kalian harus rajin mengecek dan melakukan “riset” mandiri dengan membaca situs web kampus maupun negara tujuan. Untuk itu, persiapkan diri dengan matang agar tidak ada penyesalan, “Wah tahu gitu…”
Penulis:
Mukhlish Jamal Musa Holle, Staf Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada dan Mahasiswa S-3 Department of Zoology, University of Oxford. Kontak: holle.mukhlish(at)gmail.com