Pentingnya Persatuan dan Kekompakan dalam Menghadapi Pandemi

Kondisi masyarakat dunia mengalami perubahan drastis dalam beberapa bulan di awal tahun 2020, termasuk masyarakat Indonesia. Ketika sebelumnya masyarakat pernah mempermasalahkan harus cuci tangan setelah memegang gagang pintu, stang motor, tombol lift, berjabat tangan dengan orang lain; ketika sebelumnya masyarakat  pernah baik-baik saja dengan menghirup asap knalpot kendaraan, menghirup asap rokok orang-orang yang tidak permisi, menelan cipratan air dari pengendara motor yang ngebut tidak peduli; ketika sebelumnya masyarakat pernah sesehat itu; hadirnya makhluk bernama SARS-CoV-2 penyebab coronavirus disease-19 (COVID-19) telah mengubah semuanya (Hidayat, 2020:16).

Virus korona adalah sekumpulan virus dari subfamili Orthocronavirinae dalam keluarga Coronaviridae dan ordo Nidovirales. Kelompok virus ini dapat menyebabkan penyakit pada burung dan mamalia, termasuk manusia. Pada manusia, virus korona menyebabkan infeksi saluran pernapasan yang umumnya ringan, seperti pilek, meskipun beberapa bentuk penyakit seperti SARS, MERS, dan COVID-19 sifatnya lebih mematikan (Yunus dan Annissa, 2020: 228).

Berbagai tanggapan masyarakat muncul terhadap kasus COVID-19. Ada yang menyepelekan, ada yang mengaitkan dengan politik antarnegara, ada yang mengaitkan dengan agama, ada yang sangat serius menanggapi sehingga memunculkan kekhawatiran. Terlepas dari itu, COVID-19 menjadi hal yang perlu diperhatikan.

Ilustrasi virus korona penyebab COVID-19.

COVID-19 yang ditemukan pertama kali di Wuhan ini telah menyebar ke seluruh dunia menjadi pandemi. Seluruh negara menghadapi masalah ini. Negara maju seperti Amerika Serikat, Italia, Inggris, Prancis, dan Spanyol tak luput dari persebaran COVID-19, bahkan menjadi negara dengan tingkat kasus tertinggi. Di era digital seperti saat ini berita penyebaran virus begitu deras sehingga masyarakat menunjukkan kekhawatiran. Pemimpin bangsa pun mengambil langkah hati-hati dalam menyampaikan berita COVID-19. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kepanikan masyarakat dan juga menghindari isu-isu yang tidak jelas kebenarannya.

Seiring perkembangan kasus COVID-19 di Indonesia, pada akhirnya pemerintah membuat kebijakan sebagai bentuk langkah pertama berupa anjuran pembatasan sosial (social distancing maupun physical distancing). Ini dimaknai bahwa pemerintah menyadari sepenuhnya penularan dari COVID-19 ini dapat melalui droplet, percikan lendir kecil-kecil dari dinding saluran pernapasan seseorang yang sakit yang keluar pada saat batuk dan bersin. Oleh karena itu, pemerintah menganjurkan untuk menggunakan masker dengan tujuan untuk membatasi persebaran droplet tersebut. Langkah lain yang ditempuh ialah mengatur jarak antarorang agar peluang tertular penyakit bisa menjadi lebih rendah. Implikasinya bahwa pertemuan-pertemuan dengan jumlah yang besar dan yang memungkinkan terjadinya penumpukan manusia harus dihindari.

Sangat penting untuk disadari bersama dari seluruh komponen masyarakat untuk tidak melaksanakan kegiatan yang mengerahkan banyak orang dalam satu tempat yang tidak terlalu luas dan menyebabkan kerumunan. Hal ini dianggap sebagai salah satu upaya yang sangat efektif untuk mengurangi persebaran virus. Pembatasan harus diimplementasikan, baik dalam kehidupan sehari-hari, di lingkungan kerja, lingkungan sekolah, bahkan di lingkungan rumah tangga. Selain itu, tentunya dianjurkan untuk tetap melakukan pencegahan melalui upaya pola hidup bersih dan sehat dengan selalu mencuci tangan menggunakan sabun dan air yang mengalir (Yunus dan Annissa, 2020: 230).

Kebijakan karantina wilayah

Kebijakan ini sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Karantina adalah pembatasan kegiatan atau pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular meskipun belum menunjukkan gejala apapun atau sedang berada dalam masa inkubasi. Karantina ini termasuk juga pemisahan peti kemas, alat angkut, atau barang apapun yang diduga terkontaminasi dari orang atau barang yang mengandung penyebab penyakit atau sumber bahan kontaminasi lain untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke orang atau barang di sekitarnya (Yunus dan Annissa, 2020: 230).

Kebijakan karantina wilayah memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari kebijakan lockdown adalah pemerintah dapat mengurangi jumlah masyarakat yang terdampak COVID-19 sebab dengan mengurangi aktivitas di luar dapat mencegah risiko penularan yang tinggi. Selain itu, secara tidak langsung dapat mengurangi polusi udara, mengingat jumlah pengendara di Indonesia cukup tinggi khususnya di ibukota DKI Jakarta.

Karantina wilayah memberikan dampak positif terhadap lingkungan karena berkurangnya polusi akibat aktivitas industri memungkinkan lapisan ozon dan ekosistem lingkungan membaik. Akan tetapi, tanpa persiapan matang, kebijakan karantina wilayah dapat membawa dampak negatif. Dampak negatif yang pertama kali dapat langsung dirasakan akibat wabah virus korona ini adalah merosotnya pertumbuhan ekonomi. Hal ini lah yang menjadi pertimbangan pemerintah tidak menerapkan kebijakan karantina wilayah secara total.

Arum (2020) mengungkapkan kebijakan karantina wilayah tidak bisa diterapkan di Indonesia secara total karena berimbas pada pendapatan negara. Karantina wilayah berdampak tidak adanya pendapatan negara di bidang pariwisata, tidak adanya pendapatan negara dari perusahaan, tidak adanya pendapatan negara di bidang ekspor, dan pemerintah mengeluarkan uang dalam membiayai kehidupan rakyat.  Dampak dari aspek ekonomi ini akan menyebar pada aspek sosial. Tingginya pengangguran mengakibatkan meningkatnya kasus kejahatan, seperti pencurian.

Pembatasan Sosial Berskala Besar

Menanggapi perkembangan kasus di beberapa wilayah, pemerintah akhirnya menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). PSBB diterbitkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 agar bisa segera dilaksanakan di berbagai daerah. Aturan PSBB tercatat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020.

Lengangnya wilayah DKI Jakarta dalam pengaruh PSBB.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi dalam keterangan tertulisnya mengatakan PSBB melingkupi pembatasan sejumlah kegiatan penduduk tertentu dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19. Pembatasan tersebut meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan. Kriteria wilayah yang menerapkan PSBB adalah memiliki peningkatan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit COVID-19 secara signifikan dan cepat serta memiliki kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.

Menurut Kemenkes, PSBB sejatinya berbeda dengan karantina wilayah yang masyarakatnya total tidak diperkenankan untuk beraktivitas di luar rumah karena PSBB masih memperkenankan masyarakat yang membutuhkan untuk beraktivitas di luar. Berdasarkan data Kemenkes pada April 2020 ada 10 kabupaten/kota dan provinsi yang telah menerapkan PSBB, yaitu DKI Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Pekanbaru.

Pemilihan PSBB dibandingkan karantina wilayah tentu telah ditakar, ditimbang sedemikian rupa untuk mencegah penyebaran virus dengan tetap menjaga kelangsungan hidup bangsa. Sebuah kebijakan tentu tidak terlepas dari kritik dan saran. Kritik dan saran yang diharapkan tentu yang bersifat membangun sebab pada saat seperti ini, langkah bersama yang kompak menjadi solusi untuk keluar dari permasalahan pandemi saat ini.

Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, dalam diskusi dengan Deddy Corbuzier mengungkapkan bahwa seluruh komponen pemerintahan tengah berupaya sebaik-baiknya menangani kasus COVID-19. Bagi masyarakat, langkah yang dapat dilakukan saat ini adalah setiap elemen bertindak sesuai bagian dan peran masing-masing secara kompak.

Pemimpin bangsa melakukan tindakan melalui kebijakan-kebijakan, tenaga medis berupaya memberikan pelayanan kesehatan sehingga banyak pasien yang tertolong, ilmuwan melakukan penelitian untuk menemukan vaksin, sementara masyarakat berpartisipasi dengan menjalankan pembatasan sosial agar kasus tidak menyebar luas. Dengan langkah yang kompak ini masyarakat Indonesia semestinya dapat bertahan menghadapi pandemi.

Di tengah kontroversi, COVID-19 menjadi pengingat untuk menumbuhkan sikap saling peduli terhadap sesama, peduli keluarga, peduli lingkungan, dan peduli kebersihan. Sungguh indah gerakan-gerakan bermunculan untuk berbagi dan saling membantu. Pemimpin bangsa memberikan kebijakan anggaran penanganan COVID-19 untuk masyarakat, tenaga medis dengan tulus merawat, masyarakat bahu-membahu menyebarkan informasi kebaikan, mengadakan gerakan sosial berbagi dengan sesama, berusaha melindungi sesama dengan berbagi masker, sembako, hingga sabun cuci tangan.

Kehadiran COVID-19 membuka hati, di balik kesulitan tergelar hikmah begitu luar biasa. Semoga usaha dengan langkah beriring, seirama, kompak meskipun tak bersua dan bertatap muka secara langsung, menjadi penguat bagi Ibu Pertiwi, Indonesia.

Bahan bacaan:

Penulis:
Nur Salamah, mahasiswi S-2 Linguistik Universitas Sebelas Maret serta guru di MAN 3 Bantul.
Kontak: salamahcahaya(at)gmail(dot)com

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top