Bahaya Pertumbuhan Eksponensial Wabah

Dalam pembicaraan mengenai penambahan orang atau pasien terinfeksi kuman dan kemudian menjadi wabah, sering didengar istilah “pertumbuhan eksponensial” (exponential growth). Apakah yang sebenarnya dimaksud dengan pertumbuhan eksponensial?

Pertumbuhan eksponensial

Ilustrasi sederhana tentang pertumbuhan eksponensial ada dalam kisah tentang pembuatan permainan catur. Ada banyak versi tentang ini, salah satunya kira-kira seperti ini. Dikisahkan bahwa sang penemu catur, dipanggil oleh raja. Raja mengatakan bahwa dia sangat menyukai permainan catur, dan hendak memberikan hadiah kepada sang penemu.

Sang penemu kemudian meminta hadiah seperti ini: “Yang Mulia, terdapat 64 petak dalam papan catur. Permintaan hamba adalah Yang Mulia memberi hamba satu butir beras di petak pertama, lalu dua butir beras di petak kedua, lalu empat butir beras di petak ketiga, dan seterusnya. Jumlah butir beras di tiap petak adalah dua kali jumlah butir beras di petak sebelumnya. ”

Jawab Sang Raja: “Benarkah hanya itu yang engkau minta? Satu butir beras di petak pertama, dua butir beras di petak kedua, empat butir beras di petak ketiga, dan selanjutnya?”

“Benar Yang Mulia.”

Sang Raja tidak berpikir panjang dan menganggap bahwa sang penemu hanya meminta beras dan jumlahnya tidak banyak sehingga dia menyetujui permintaan tersebut.

“Baiklah permintaanmu aku kabulkan. Bendahara, mohon segera dihitung berapa banyak kita harus memberikan beras sebagai hadiah untuk permainan catur ini. Laporkan kepadaku besok pagi.”

Esok paginya, raja menunggu bendahara dengan laporannya. Namun, hingga tengah hari, belum muncul juga sang bendahara. Hingga akhirnya ketika sudah sore, barulah sang Bendahara muncul, dan wajahnya pucat dan matanya merah. Tampak bahwa ia kurang tidur.

“Hai Bendahara, apakah kau sudah menghitung berapa banyak beras yang harus kita berikan kepada pembuat permainan catur?”

“Sudah Yang Mulia.”

“Baik. Segera urus pemberian tersebut. Mengapa engkau datang terlambat”

“Maaf Yang Mulia, saya menghabiskan waktu semalaman untuk menghitung berapa beras yang harus diberikan.”

“Hah, mengapa engkau harus menghabiskan waktu semalaman?”

“Karena jumlah keseluruhannya sangat besar. Setelah saya hitung, jumlah yang diminta jauh lebih besar daripada persediaan beras di lumbung kerajaan.

“Hah, apakah engkau bergurau? Bukankah ia hanya meminta satu butir, dua butir, empat butir, dan seterusnya…”

“Ternyata jumlahnya kalau dihitung, jauh lebih besar dari jumlah beras di lumbung kerajaan. Bahkan jauh lebih besar dari jumlah beras di seluruh dunia.”

Sang raja tercengang. Kisah ini harus kita hentikan di sini. Mari kita lihat berapa sebenarnya jumlah beras yang diminta.

  • Petak pertama = 1 butir.
  • Petak kedua = 2 × petak pertama = 2 butir = 2 × 1
  • Petak ketiga = 2 × petak kedua = 4 butir = 2 × 2 × 1
  • Petak keempat = 2 × petak ketiga = 8 butir = 2 × 2 × 2 × 1
  • Petak kelima = 2 × petak keempat = 16 butir = 2 × 2 × 2 × 2 × 1 (ada 4 angka 2 dikalikan terus-menerus).
  • Untuk petak ke-N, jumlah butir beras = 2 × 2 × 2 … × 2 (ada N – 1 angka 2 dikalikan terus-menerus).

Tanpa menuliskan detail matematika, jumlah butir untuk beberapa petak dapat kita tuliskan:

  • Petak ke-8 = 128
  • Petak ke-16 (seperempat papan catur) = 32.768
  • Petak ke-32 (separuh papan catur) = 2.147.483.648
  • Petak ke-48 (tiga perempat papan catur) = 140.737.488.355.328
  • Petak ke-64 (petak terakhir) = 223.372.036.854.775.808

Berapakah jumlah keseluruhan butiran beras dan kira-kira akan menjadi berapa kilogram? Jika berat satu butir beras adalah 0,01 gram (estimasi yang lebih ringan dari berat sebenarnya satu butir beras), berat total beras adalah 184 miliar ton! Padahal, produksi tahunan dunia untuk beras adalah sekitar beberapa ratus juta ton. Tidak akan ada kerajaan yang sanggup membayar pemintaan sang pembuat permainan catur tersebut.

Jebakan dari permintaan ini adalah bahwa di awal-awal tampaknya jumlah yang diminta tidak banyak. Sampai separuh papan catur, jumlah yang diminta kira-kira “hanya” 42 ton beras. Meski sudah cukup banyak, masih dalam kapasitas sebuah kerajaan.

Jika sang raja mengerti mengenai pertumbuhan eksponensial, ia akan memotong permintaan tersebut di awal-awal, dan tidak mencakup seluruh papan catur. Memotong di separuh awal saja akan mengurangi drastis dari 184 miliar ton ke 42 ton beras.

Tanpa melanjutkan ke detail, ilustrasi beras di papan catur ini diharapkan sudah menunjukkan urgensi bahwa sesuatu yang tumbuh secara eksponensial akan tampak tidak banyak di awal-awal, tetapi di suatu titik akan meledak luar biasa menembus kapasitas. Demikian pula dalam penanganan kasus pertumbuhan eksponensial dari sebuah wabah. Kita perlu segera memotong pertumbuhan di awal dengan menghilangkan drastis faktor-faktor yang dapat memperluas wabah.

Pertumbuhan eksponensial terkait wabah COVID-19

Becermin dari cerita sang raja dan penemu catur, ada informasi penting yang diterapkan dalam konteks ilmu epidemiologi atau penanganan wabah, yaitu laju kenaikan kasus (growth rate). Laju kenaikan kasus menyatakan seberapa besar kasusnya meningkat dalam suatu periode waktu tertentu. Waktu penggandaan (doubling time) adalah parameter yang kerap digunakan untuk menunjukkan waktu yang dibutuhkan jumlah kasus baru untuk meningkat dua kali lipat. Laju kenaikan kasus tersebut juga bisa dinyatakan sebagai faktor multiplikasi. Semakin tinggi laju kenaikan kasus, semakin banyak kasus baru yang akan muncul.

Laju kenaikan kasus juga bersifat dinamis, bisa naik atau turun, tergantung kepada periode waktu yang dianalisis dan intervensi yang dilakukan untuk mempengaruhi laju kenaikan tersebut. Jumlah butir beras di tiap petak yang merupakan dua kali jumlah butir beras di petak sebelumnya merupakan contoh dari laju kenaikan kasus yang konstan sepanjang waktu. Intervensi yang mampu menurunkan laju kenaikan kasus, secara teoretis, seharusnya memperlambat jumlah kemunculan kasus baru. Ketiadaan intervensi untuk menghambat laju kenaikan kasus di tahap-tahap awal akan menghasilkan bencana.

Wabah untuk penyakit menular, secara umum, terbagi atas empat periode waktu, yaitu fase penundaan, fase eksponensial, fase stasioner, dan fase penurunan. Fase penundaan dicirikan dengan jumlah kasus yang tidak terlalu banyak, sehingga kebanyakan otoritas kesehatan dan masyarakat cenderung mengabaikan bahkan mengingkari masalah dan tidak peduli terhadap tindakan pencegahan dan pengendalian. Penundaan yang berlarut-larut kemudian diikuti dengan ledakan kasus yang kenaikan kasusnya mengalami pertumbuhan eksponensial seperti dalam cerita catur tadi.

Biasanya, pada fase eksponensial otoritas kesehatan dan sebagian besar masyarakat tersadar bahwa bahaya sudah di depan mata, mulai bersikap panik dan segera berpikir dan bertindak untuk mencegah dan mengendalikan situasi. Celakanya, pada fase ini, kasus sudah terjadi dimana-mana, petugas mulai kewalahan, fasilitas kesehatan sudah tidak cukup dan kewalahan untuk menampung  serta masyarakat mulai bertanya seberapa parah lagi bencana ini terus terjadi.

Fase stasioner adalah fase di saat laju kenaikan kasus sudah menurun dan penambahan jumlah kasus baru tidak lagi secepat pada fase eksponensial. Pada fase ini jumlah kasus baru tetap muncul. Penurunan laju kenaikan kasus mungkin saja disebabkan oleh akibat dari tindakan penghadangan terhadap penularan, atau masyarakat sudah mengembangkan imunitas yang tahan terhadap infeksi tersebut dan berkurangnya populasi yang masih rentan terhadap infeksi.

Fase terakhir, yaitu fase penurunan adalah ketika jumlah kasus baru mulai menunjukkan tren penurunan. Seberapa lama periode waktu dari masing-masing fase itu sulit untuk diprediksi. Namun, fase eksponensial akan segera datang setelah fase penundaan, seperti yang terjadi di Korea Selatan, Italia, dan Iran ketika menghadapi wabah COVID-19 pada bulan-bulan awal di tahun 2020.

Pelajaran dari fase pertumbuhan eksponensial COVID-19 di Korea Selatan, Italia dan Iran

Korea Selatan melaporkan kasus pertamanya pada tanggal 20 Januari 2020. Empat minggu setelahnya, jumlah kasusnya baru mencapai 30 kasus. Pada tanggal 19 Februari, seorang pasien positif mengaku menghadiri acara keagamaan di sebuah gereja beberapa waktu sebelumnya. Dua hari setelahnya jumlah kasus tiba-tiba meledak menjadi 346. Dari Korea Selatan, kita belajar bahwa ada fase penundaan selama 4 minggu di saat otoritas kesehatan masih melakukan penemuan kasus secara pasif dan belum melakukan tindakan aktif yang drastis. Setelah itu, kita melihat kenaikan kasus yang mengikuti pertumbuhan eksponensial. Dalam 4 pekan berikutnya hingga 19 Maret 2020 Korea Selatan melaporkan 8162 kasus dan 75 kematian.

Italia menyajikan contoh yang lebih mengerikan tentang laju pertumbuhan eksponensial yang besar. Italia melaporkan kasus akhir Januari 2020. Sejak itu mulai dilaporkan beberapa kasus positif dari warga Italia yang kembali dari Cina. Namun, tiba-tiba pada tanggal 20 Februari (3 minggu setelah kasus pertama), seorang warga Italia yang dilaporkan tidak pernah bepergian ke Cina ataupun memiliki kontak dengan orang yang datang dari Asia, dinyatakan positif virus Corona. Penularan di wilayah lokal terkonfirmasi. Sejak saat itu ledakan jumlah kasus tidak tertahankan lagi dan mengikuti pola pertumbuhan eksponensial. Sekitar 6 minggu setelah kasus pertama, virus SARS-CoV-2 telah menginfeksi sekitar 25,000 orang dan menyebabkan 1800 kematian.

Iran menjadi contoh yang menarik untuk laju pertumbuhan eksponensial yang lebih besar dibandingkan dengan Italia dan dalam waktu yang lebih pendek. Kasus pertama Iran lebih lambat ditemukan dan dilaporkan dibandingkan dengan Italia dan Korea Selatan, yaitu 19 Februari 2020. Pemilihan umum dan tekanan politik di Iran menunda proses pemeriksaan. Pemerintah akan menghukum siapapun yang menyebarkan rumor tentang wabah, seperti halnya pemerintah lokal Wuhan di awal Januari 2020. Dalam waktu kurang dari dua minggu, Kementerian Kesehatan Iran melaporkan 589 kasus. Dalam hanya satu bulan sejak kasus pertama, hampir 14,000 kasus dan lebih dari 700 kematian.

Pembelajaran dari ketiga negara di atas jelas menggambarkan bahwa pengabaian pada fase awal dapat mengakibatkan bencana yang lebih besar. Kasus infeksi yang tidak terdeteksi ikut memperparah perluasan wabah. Saat artikel ini ditulis, belum ada tanda-tanda ketiga negara tersebut masuk ke dalam fase stasioner, apalagi fase penuruan. Situs “Our World in Data” (ourworldindata.org/coronavirus) menghitung laju pertumbuhan kasus baru untuk berbagai negara. Untuk Korea Selatan, jumlah kasus baru meningkat dua kali lipat setiap 13 hari. Iran dan Italia lebih parah karena kasus baru meningkat dua kali lipat setiap 7 dan 5 hari.

Bagaimana dengan waktu penggandaan (doubling time) di Indonesia?

Indonesia melaporkan 2 kasus pertamanya pada tanggal 2 Maret 2020. Jumlah kasus bergerak perlahan sampai dengan minggu pertama. Kita asumsikan saja bahwa waktu penggandaan Indonesia itu sama dengan Italia (5 hari) atau Iran (7 hari). Dengan pertumbuhan eksponensial, pada akhir Maret 2020 Indonesia diperkirakan memiliki antara 600–1000 kasus dan pada akhir April 2020 antara 11,000–71.000 kasus COVID-19.

Harus dipahami dalam konteks ini bahwa kasus yang dilaporkan saat ini hanyalah orang-orang yang datang ke fasilitas kesehatan atas kesadaran sendiri karena sudah merasakan gejala menyerupai COVID-19 atau orang-orang yang terlacak dari hasil pencarian survei kontak dengan penderita positif sebelumnya. Belum diketahui seberapa berapa besar penderita yang belum datang ke layanan kesehatan. Selain itu, masih ada masalah ketersediaan alat tes PCR yang dapat mengonfirmasi COVID-19.

Pada akhir Maret 2020, Indonesia telah memasuki fase eksponensial. Tindakan segera memperlambat waktu penggandaan dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah orang yang diperiksa di wilayah tempat penderita ditemukan atau wilayah yang memiliki indikasi penularan. Otoritas perlu terbuka memberikan informasi tentang data lokasi penderita sehingga masyarakat dapat ikut memeriksakan diri dan menghindari kontak dengan lokasi tersebut, serta meningkatkan kesadaran masyarakat dan tindakan mandiri masyarakat untuk meminimalkan kontak dengan orang lain.

COVID-19 ini merupakan tantangan besar bagi banyak negara dan masyarakat, termasuk di Indonesia. Namun, dengan lebih memahami karakteristik wabah termasuk aspek pertumbuhan eksponensialnya, juga melalui pemanfaatan iptek yang lebih intensif dan perbaikan koordinasi antarlembaga di dalam negeri maupun kerjasama antarlembaga di tingkat internasional, semestinya pandemi ini dapat diatasi.

Catatan editor:

Artikel-artikel lain terkait pemodelan matematika untuk penyakit menular dapat diakses di

Artikel lain seputar penyakit yang disebabkan coronavirus dapat diakses di:

Penulis:

  1. Suharyo Sumowidagdo, Peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
  2. Iqbal Elyazar, Peneliti di Eijkman-Oxford Clinical Research Unit
  3. Sudirman Nasir, Dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top