Penelitian dalam ilmu kimia, seringkali digambarkan dengan seseorang dalam balutan jas lab, mengenakan kacamata dan sarung tangan pelindung sembari mengamati atau memegang alat gelas. Visualisasi tersebut tidaklah salah, tetapi, seiring dengan berkembangnya teknologi komputer, penelitian di bidang kimia bukan hanya dilakukan dengan cara berjibaku dengan bahan kimia dan alat gelas, melainkan juga dengan kertas, pensil, dan tentu saja komputer. Bidang ini adalah kimia komputasi.
Secara umum, dalam penelitian kimia komputasi terdapat dua kategori utama yang saat ini kerap kali samar batasannya, yaitu teori murni dan terapan. Kategori teori murni umumnya mengkaji eksplorasi di bidang kimia itu sendiri seperti pengamatan efek distorsi Jahn-Teller dalam larutan (Saputri dkk., 2019) atau pengembangan metode (parameterisasi) yang digunakan dalam kimia komputasi. Adapun kategori terapan cenderung bersinggungan dengan bidang lain seperti pemanfaatan senyawa kimia untuk meningkatkan kinerja sel surya sebagai dye-sensitizer-solar-cell (DSSC) di bidang energi, atau dalam bidang obat-obatan dalam kajian desain rekayasa senyawa obat.
Dari laporan South China Morning Post yang dilansir The Guardian (2020), pada 17 November 2019, muncul kasus pertama dari infeksi akibat virus di Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Penyakit akibat virus tersebut oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dinamakan COVID-19, singkatan dari Corona Virus Disease 2019. Pada 20 Desember 2019, kasus terkonfirmasi COVID-19 meningkat menjadi 60 kasus.
Selama triwulan pertama tahun 2020, satu per satu negara di dunia mengumumkan adanya kasus infeksi akibat COVID-19 di wilayah masing-masing. Indonesia sendiri sempat dispekulasikan bebas penderita korona. Namun, pada 2 Maret 2020 akhirnya diumumkan terdapat dua warga negara Indonesia di dalam negeri yang positif terinfeksi SARS-CoV-2.
Lalu, apakah para peneliti hanya berpangku tangan saja melihat situasi ini? Tentu saja tidak. Tenaga medis seperti dokter, juru rawat, dan staf medis lainnya merupakan garda terdepan dalam menghadapi pandemi ini. Di sisi lain, para ilmuwan dari berbagai bidang juga berusaha membantu sesuai bidangnya masing-masing.
Para matematikawan berusaha membuat model penyebaran infeksi virus, baik dari skala waktu maupun perkiraan korban. Para fisikawan dapat memetakan penyebaran virus dengan membuat model dalam bentuk spasial (ruang). Sementara itu, ilmuwan di bidang kimia atau biokimia berusaha membuat dan merekayasa obat baru atau mengembangkan serta menguji coba obat yang telah diketahui kegunaannya dalam usaha mengobati korban infeksi.
Dalam cakupan tersebut, di manakah posisi peneliti kimia komputasi? Bagi ilmuwan kimia komputasi, khususnya yang menekuni kimia obat-obatan, berbekal komputer dan data digital yang berkaitan dengan penyakit seperti struktur protein dari suatu virus, ada beberapa kajian bermanfaat yang dapat dihasilkan.
Studi rancang obat dengan bantuan komputer (dalam bahasa Inggris: computer-aided drug design/CADD), dapat meliputi empat situasi utama, seperti digambarkan pada tabel.
Terdapat dua istilah utama yang penting agar dapat memahami tabel tersebut, yaitu struktur protein dan ligan. Protein merupakan serangkaian urutan asam amino yang berukuran besar (globular) serta memiliki bioaktivitas tertentu yang spesifik. Ukuran protein yang besar menyebabkan protein digolongkan sebagai makromolekul. Bioaktivitas tertentu dari protein berkaitan dengan sisi aktif protein yang lazim disebut reseptor. Bagian reseptor inilah yang biasanya menjadi target dari suatu senyawa obat. Struktur protein dapat diperoleh dengan cara mengkristalkan protein target kemudian dilakukan analisis spektroskopi untuk menghasilkan suatu citraan. Salah satu bank data digital untuk struktur protein adalah rcsb.org.
Adapun ligan merupakan molekul berukuran kecil (relatif terhadap protein) yang dengan suatu mekanisme kerja memicu efek tertentu pada tubuh. Struktur ligan yang telah menjalani proses pengujian klinis dan memperoleh izin edar dari lembaga berwenang inilah yang kita kenal dengan sebagai senyawa obat. Biasanya, ligan merupakan molekul organik tertentu yang dapat berinteraksi dengan reseptor sehingga timbul bioaktivitas. Ligan boleh merupakan hasil sintesis maupun senyawa isolasi dari bahan alam ataupun kombinasi keduanya. Jutaan struktur telah berhasil diidentifikasi dan ditempatkan dalam bank data yang dapat diakses secara terbuka seperti di drugbank.ca atau zinc15.docking.org.
Berdasarkan tabel situasi struktur protein dan struktur ligan, ada 4 kotak konsep atau metode rancang obat yang mungkin dilakukan. Kotak pertama adalah structure-based drug design (SBDD) atau ketika struktur protein dan ligan diketahui. Metode yang dapat dilakukan adalah melakukan molecular docking (penambatan molekul). Prinsip dari metode ini adalah pencarian pose antara ligan dan reseptor protein yang paling cocok. Pose yang cocok akan menghasilkan interaksi ligan-reseptor protein sehingga diharapkan menimbulkan efek berupa bioaktivitas yang diinginkan.
Studi docking sendiri dapat menjadi kajian awal penelitian desain senyawa maupun melengkapi hasil eksperimen. Ada beberapa perangkat lunak yang bersifat open source yang dapat digunakan seperti AutoDock 4.2, AutoDock Vina, dan lain-lain. Studi docking dalam jumlah banyak dan dalam waktu singkat yang menggunakan ratusan ribu atau bahkan jutaan senyawa disebut high-throughput screening (HTS). Metode HTS ini dapat dilakukan untuk memprediksi kemungkinan penggunaan suatu senyawa obat yang telah diketahui strukturnya pada suatu jenis protein baru.
Kotak berikutnya adalah pendekatan ligand-based drug design (LBDD) atau ketika struktur protein tidak diketahui, tetapi struktur ligan diketahui. Metode yang dilakukan biasanya adalah quantitative structure-activity relationship (QSAR). Pada metode QSAR ini, untuk satu seri senyawa tertentu dilakukan pengolahan data secara statistik sehingga diperoleh hubungan antara bioaktivitas dengan struktur ligan dalam bentuk suatu persamaan matematika sederhana. Model matematika yang diperoleh didasarkan pada karakter unik seri senyawa itu disebut deskriptor. Beberapa perangkat lunak yang berkaitan dengan studi QSAR contohnya adalah PaDEL-Descriptor dan BuildQSAR. Beberapa peneliti mengembangkan juga perangkat lunak berbasis web untuk QSAR seperti Drug Theoretics and Cheminformatics Laboratory (DTC Lab/dtclab.webs.com) atau OChem (ochem.eu).
Kotak ketiga adalah pendekatan de novo. Dalam pendekatan ini, kita mencoba menggambarkan topologi tiga dimensi dari reseptor. Topologi tiga dimensi yang diperoleh kemudian menjadi dasar perkiraan bentuk dari molekul yang menjadi ligannya. Struktur molekul cenderung memiliki karakteristik tersendiri seperti bentuk tiga dimensi yang mendatar/planar untuk gugus fungsi sistem cincin terkonjugasi dalam benzena, atau kecenderungan lain seperti adanya gugus C=O akan memberikan pengaruh sudut yang berbeda pada dua atom lain yang diikat oleh atom karbon karena keberadaan dua pasang elektron bebas dari atom oksigen memberikan pengaruh yang berbeda daripada atom tanpa pasangan elektron bebas.
Kotak keempat, yaitu ketika baik struktur protein maupun struktur ligan tidak diketahui. Situasi seperti ini cukup sulit karena benar-benar harus melakukan studi pustaka dari literatur yang telah dipublikasikan atau mencoba membuat pustaka kimia sendiri dari senyawa rancangan. Biasanya, studi yang dilakukan adalah kemiripan farmakofor dari struktur yang telah diketahui bioaktivitasnya, kemudian dilakukan variasi dari gugus fungsi atau sumber bahan yang berbeda.
Beberapa minggu setelah berita pandemi akibat COVID-19 menjadi perhatian masyarakat dunia, Jin dkk. (2020) berhasil mengisolasi struktur protease utama dari virus COVID-19 yang dirilis pada 5 Februari 2020 di situs web Protein Data Bank (PDB) (dapat diakses di rcsb.org). Saat ini, lebih dari 100 struktur protein yang terkait dengan virus COVID-19 telah terdokumentasi di PDB. Jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan isolasi yang dikerjakan di berbagai laboratorium di dunia.
Semua orang berusaha sebaik-baiknya dengan cara yang mereka mampu, ada pihak yang merawat pasien, ada pihak manufaktur yang membuat alat pelindung diri (APD), ada yang berkutat di laboratorium dengan menguji suatu senyawa obat atau memperoleh struktur protein lain dari virus COVID-19. Bahkan ada yang berusaha dengan cara melakukan swakarantina, mengurangi aktivitas di luar rumah.
Peneliti kimia komputasi dapat melakukan kajian awal tentang perkiraan molekul yang cocok untuk reseptor, baik dari senyawa hasil sintesis maupun hasil isolasi. CADD memungkinkan adanya percepatan penemuan obat untuk penanganan pasien akibat infeksi virus COVID-19 sehingga pasien dapat lekas sembuh serta mengurangi potensi rasio kematian bagi pasien rentan.
Lembaga berwenang seperti pemerintah tidak dapat sendirian menanggung beban ini. Benar jika pemerintah sebagai alat kewenangan negara wajib melindungi warganya. Tetapi penanganan suatu pandemi yang dikategorikan kejadian luar biasa perlu usaha luar biasa pula untuk menghadapinya. Kita bisa memenangkan pertarungan ini. Namun, diperlukan komitmen dari segala pihak untuk turut melakukan kontribusinya masing-masing, sesuai profesi masing-masing maupun sebagai bagian masyarakat yang disebut Republik Indonesia.
Catatan:
Perangkat lunak yang disebutkan dalam artikel ini bersifat open-source dan dapat dijalankan pada platform Windows maupun Linux.
Bahan bacaan:
- Saputri, W.D., Wijaya, K., Pranowo, H.D., dan Hofer, T.S., 2019, The Jahn-Teller effect in mixed aqueous solution: the solvation of Cu2+ in 18.6 % aqueous ammonia obtained from ab-initio quantum mechanical charge field molecular dynamics, Pure Appl. Chem., 91(10), 1553–1565.
- Jin, Z., Du., X., Xu., Deng, Y., Liu, M., Zhao, Y., Zhang, B., Li, X., Zhang, L., Peng, C., Duan, Y., Yu, J., Wang, L., Yang, K., Liu, F., Jiang, R., Yang, X., You, T., Liu, X., Yang, X., Bai, F., Liu, H., Liu, X., Guddat, L.W., Xu., W., Xiao, G., Qin, C., Shi, Z., Jiang, H., Rao, Z., dan Yang, H., 2020, Structure of Mpro from COVID-19 virus and discovery of its inhibitors, doi: 1101/2020.02.26.964882.
Penulis:
Viny Alfiyah, mahasiswa S-1 di Departemen Kimia, FMIPA Universitas Gadjah Mada, Indonesia.
Kontak: alfiyahviny(at)gmail(dot)com