Spektroskopi adalah ilmu yang mengkaji tentang interaksi gelombang elektromagnetik dengan materi. Gelombang elektromagnetik terdiri dari medan listrik dan medan magnet yang bergetar sekaligus merambat. Ketika terdapat suatu arus listrik yang berosilasi, maka secara tegak lurus akan muncul medan magnet yang akan menjadi sebab terbentuknya arus listrik lagi dan menimbulkan medan magnet, dan seterusnya. Apabila kita membayangkan arus listrik yang merambat di dinding misalnya, maka medan magnetnya akan berada di lantai.
Pengukuran radiasi elektromagnetik untuk memperoleh informasi mengenai suatu materi dan komponennya disebut spektrometri. Data yang dihasilkan berupa data spektrometri. Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang berdasarkan panjang gelombangnya atau berdasarkan frekuensinya digolongkan menjadi beberapa kategori. Mata manusia sendiri, tanpa alat bantu apapun, dapat mendeteksi gelombang elektromagnetik pada rentang sekitar 400-700 nanometer yang disebut daerah cahaya tampak.
Identifikasi materi didasarkan pada fakta bahwa ketika suatu materi dikenakan gelombang elektromagnetik dalam rentang tertentu, apabila tingkat energinya bersesuaian, akan terjadi interaksi yang unik atau khas antara materi dengan gelombang elektromagnetik tersebut. Hal ini fundamental dalam perancangan suatu instrumen atau alat untuk identifikasi atau deteksi materi.
Lantas, mengapa data hasil analisis spektrometri menjadi penting baik untuk peneliti eksperimental maupun peneliti teoretis? Mengapa seorang peneliti teoretis yang umumnya bekerja dengan kertas, pensil, dan komputer perlu memahami data hasil eksperimen dan konsep spektroskopi yang menjadi landasannya?
Peneliti di bidang eksperimental memerlukan data analisis spektrometri untuk identifikasi molekul yang dalam bidang kimia memiliki istilah elusidasi struktur. Seorang peneliti mungkin saja bekerja dengan sampel sejumlah 1 mol. Namun, jumlah molekul yang terdapat dalam 1 mol tersebut bukan hanya satu, melainkan sejumlah bilangan Avogadro.
Contoh yang lebih kontekstual, misalnya air (H2O), 1 mol air jumlahnya setara dengan sekitar 18 gram. Dalam 18 gram air tersebut, sesuai dengan bilangan Avogadro, terdapat 6,02214076×1023 molekul air. Padahal, secara eksperimen, kita hanya ingin mengidentifikasi struktur pada tingkat molekul. Spektrometri memungkinkan pengukuran pada level ketelitian tersebut.
Adapun peneliti di bidang teoretis menggunakan data analisis spektrometri untuk menguji seberapa akurat model yang dibuat sehingga dapat merepresentasikan keadaan molekul di alam. Ketika model yang dibuat telah mencapai akurasi yang tinggi, model tersebut dapat digunakan untuk memprediksi sifat dan karakteristik suatu materi. Singkatnya, kita dapat mempelajari perilaku dari suatu materi dengan mengamati perubahan yang terjadi pada model yang kita buat sehingga kita dapat merencanakan suatu desain eksperimen dengan lebih baik untuk penelitian selanjutnya dan memperkaya diskusi pada penelitian yang sedang dilakukan.
Kita juga dapat berusaha memperkirakan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab ketika kita memperoleh hasil eksperimen yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Misalnya, reaksi sikloadisi terkatalisis logam transisi yang dilaporkan oleh Delorme dkk. (2019). Jenis reaksi ini merupakan tipe reaksi dengan metode yang lazim dilakukan untuk menyintesis senyawa aromatis dan sistem heterosiklis di bidang kimia organik.
Delorme dkk. (2019) menyintesis senyawa heterosiklis dengan metode sikloadisi formal terkatalisis logam kobalt. Tipe reaksi ini lazimnya membentuk cincin enam atom karbon [2+2+2]. Namun, hasil elusidasi struktur menunjukkan bahwa senyawa yang terbentuk justru membentuk cincin yang terdiri dari tujuh atom karbon. Studi komputasi yang dilakukan (dengan didasarkan pada struktur kristal molekul yang diidentifikasi dengan single-crystal XRD) menunjukkan kemungkinan adanya “penyimpangan” mekanisme reaksi dari reaksi formal sikloadisi [2+2+2], sehingga diusulkan suatu mekanisme baru pembentukan cincin tujuh karbon [2+2+3].
Perlu diperhatikan bahwa reaksi formal sikloadisi berbeda dengan reaksi sikloadisi biasa. Pada reaksi sikloadisi, cincin heterosiklis terbentuk secara concerted, sedangkan pada reaksi formal adisi cincin terbentuk secara step-wise (beberapa tahap) sehingga studi energi mengenai highest occupied molecular orbital (HOMO) dan lowest unoccupied molecular orbital (LUMO) menjadi tidak relevan.
Contoh di atas hanya salah satu kasus pemanfaatan data pengukuran spektrometer berupa citraan XRD yang menentukan koordinat relatif atom pada suatu molekul. Data spektrometri lain seperti pergeseran kimia dalam nuclear magnetic resonance (NMR), vibrasi inframerah, dan data hasil pengukuran UV-Vis juga dapat dimanfaatkan untuk pemodelan molekul. Bidang kimia yang banyak berkembang dengan menggunakan pemodelan molekul di antaranya adalah pengembangan material Dye Sensitizer Solar-Cell (DSSC) di bidang energy dan pengembangan senyawa obat di bidang kimia obat-obatan.
Lalu, seberapa jauh kita dapat mempercayai data hasil penelitian teoretis dengan komputer? Untuk meninjau hal ini, kita harus kembali mengingat bahwa kalkulasi yang dilakukan dengan komputer menggunakan banyak asumsi dasar seakan-akan eksperime dikerjakan secara nyata bersifat ideal. Oleh karenanya,sangat mungkin terdapat penyimpangan antara hasil studi teoretis komputasi dengan studi eksperimental.
Kita juga tidak dapat selalu memegang kendali pada variabel-variabel yang memengaruhi jalannya eksperimen. Tekanan atmosfer misalnya, nilainya bervariasi tergantung pada ketinggian suatu lokasi dari permukaan laut. Bisa jadi perbedaan satu tempat dengan tempat lainnya hanya sedikit, tetapi kita tidak tahu perbedaan yang sedikit ini akan berpengaruh atau tidak pada tipe reaksi tertentu. Padahal keterulangan hasil sangat penting bagi suatu penelitian karena data yang diperoleh seharusnya dapat direplikasi dengan hasil yang jauh berbeda. Hal seperti ini cenderung akan jauh lebih sedikit dialami dalam penelitian teoretis dengan komputer.
Kita telah mengulas secara singkat tentang pentingnya pemahaman spektroskopi, baik bagi peneliti yang bergelut di bidang eksperimen maupun teoretis sehingga bagi penulis. Tidak berlebihan apabila spektroskopi dianggap suatu penguhubung antara dua perspektif penelitian. Jembatan yang akan membawa kita memperkaya pemahaman tentang alam.
Catatan:
Tulisan ini didedikasikan untuk Prof. Dr.rer.nat. Harno Dwi Pranowo, M.Si. sebagai salah satu perintis bidang Kimia Komputasi di Universitas Gadjah Mada. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof. Laurent Commeiras (Aix-Marseille Université) atas diskusi yang telah dilakukan.
Bahan bacaan:
- Delorme, M., Punter, A., Oliveira, R., Aubert, C., Carissan, Y., Parrain, J-L., Amatore, M., Nava, P., and Commeiras, L., 2019, When cobalt-mediated [2 + 2 + 2] cycloaddition reaction dares go astray: synthesis of unprecedented cobalt(III)-complexes, Dalton Transactions, 48 (42), 15767-15771.
Penulis:
Viny Alfiyah, mahasiswi S-1 di Departemen Kimia, FMIPA, Universitas Gadjah Mada.
Kontak: alfiyahviny(at)gmail(dot)com