Kayangan Api Sebagai Potensi Wisata Bojonegoro

Banyak masyarakat di luar wilayah Bojonegoro belum mengetahui tentang kekayaan tempat wisata dan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Bojonegoro. Jika ditelusuri lebih dalam, wilayah ini memiliki banyak destinasi wisata yang sayang untuk tidak dikunjungi. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro, yang bertugas untuk mengenalkan tempat wisata yang dapat menarik wisatawan salah satunya seperti wisata Khayangan Api. Youti (2001:158) berpendapat tentang pengertian objek wisata yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang-orang untuk mengunjugi suatu daerah tertentu. Objek dan juga daya tarik wisata sebagaimana yang dimaksudkan dapat berupa objek wisata alam, budaya yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi atau menjadi sasaran wisatawan.

Kayangan Api merupakan salah satu peninggalan kerajaan yang masih sampai saat ini. Khayangan Api merupakan sumber api abadi yang tak kunjung padam yang terletak pada kawasan hutan lindung di Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro. Fenomena Kayangan Api terjadi karena peristiwa alam berupa keluarnya gas alam dari dalam tanah yang tersulut api sehingga menciptakan api yang tak pernah padam walaupun turun hujan sekalipun.

Kayangan api sering juga disebut api abadi, yang tak lepas dari sejarah. “Ada banyak cerita yang bisa diungkapkan, salah satunya yaitu cerita tentang tokoh dari kerajaan Majapahit yaitu Mbah Reso Kusumo yang suka melakukan pengembaraan. Tibalah ia di hutan lindung tersebut. Tokoh dari kerajaan masuk dan langsung berpikir bahwa hutan lindung menyimpan hal gaib sehingga sangat cocok untuk tempat bertapa. Tanpa berfikir panjang Mbah Reso Kusumo bersemedi kurang lebih lima tahun lamanya yang akhirnya mendapatkan ilham untuk menjalankan perantauan ke Irian, Kalimantan lalu kembali ke hutan lindung dengan membawa batu sekuatnya dan tidak boleh menggunakan kendaraan apapun” ungkap juru kunci.

Konon,  batu itu dibakar di atas api lalu batu tersebut meleleh sehingga api digunakan sebagai pembuatan pusaka berupa keris dan tombak. Adapun nama keris dan tombak yang dibuat antara lain Keris Luk Teluk, Keris Jangkung, Keris Blong Tenggah, sementara tombak bernama Semar Ndodok. Setelah membuat benda pusaka di perkampungan, Mbah Reso Kusumo kemudian bertapa dan tirakat di tengah hutan. Selang beberapa tahun kemudian, pusaka yang dibuat Mbah Reso Kusumo terkenal di mana-mana, kabar ini didengar oleh Raja Majapahit I, Brawijaya V, Patih Gajah Mada. Dan akhirnya pusaka di bawa ke kerajaan tersebut dan mengutus Mbah Reso Kusumo untuk memperluas daerah kekuasaan antaranya Kalimantan, Irian Jaya, Maluku, Sunda Kecil, dan termasuk daerah-daerah lainnya.

Seketika itulah Mbah Reso Kusumo yang masih berumur 29 tahun akan dijadikan sebagai menantu oleh Raja Majapahit ia dijodohkan dengan Mbah Nyaini. Sejak itulah nama Mbah Reso Kusumo diganti menjadi Mbah Kriyo Kusumo. Beberapa hari kemudian acara pernikahan Mbah Kriyo Kusumo berlangsung dengan meminta tiga gending yaitu Eling-Eling, Wani-Wani, dan Gunung Sari sebagai hiburannya. Atas kegigihan dan keperkasaan Mbak Kriyo Kusumo, raja memberi gelar Supogati. Setelah tiga tahun pernikahan Mbah Kriyo Kusumo dengan Mbah Nyaini dikaruniai anak perempuan yang diberi nama Retno Sari.

Menurut cerita, api tersebut hanya boleh diambil jika ada upacara penting seperti yang telah dilakukan pada masa lalu, seperti upacara Jumenengan Ngarsodalem Hamengku Buwono X dan diiringi gending Eling-Eling, Wani-Wani dan Gunung Sari yang mana merupakan gending kesukaan Mbah Kriyo Kusumo.

Prosesi Pengambilan Api

Pada tahun 2000 dilakukan pengambilan api PON (Pekan Olahraga Nasional) ke XV dan setiap memperingati hari jadi Bojonegoro diselenggarakan pula di kayangan api. Ketika pengambilan api abadi tersebut ada prosesi-prosesi yang harus dilakukan meliputi, Asung Sesaji (menyajikan sesaji), tumpengan (selamatan) dilanjutkan dengan upacara pemotongan tumpeng dan penebaran bunga panca warna oleh kaum perempuan yang berdandan layaknya seorang putri keraton. Mereka kemudian menaburkan bunga mengitari sumber api tersebut. Juru kunci kayangan api yang bernama Mbah Juli menjelaskan pemotongan tumpeng dan penaburan bunga panca warna merupakan salah satu ritual yang tidak dapat ditinggalkan dalam pengambilan api.

Prosesi Pengambilan Api Abadi di Kayangan Api. Sumber: disparbud. bojonegorokab.go.id

Langkah prosesi pengambilan api abadi pertama itu dilakukan oleh juru kunci kayangan api (mbah Juli), kemudian di berikan kepada Camat Ngasem untuk diserahkan ke petugas pembawa api menuju ke Pemkab Bojonegoro yang lansung dibawa menuju Alun-Alun Kota Bojonegoro dengan dikawal oleh Petugas Kepolisian Bojonegoro. Rencananya, api abadi itu akan diterima Bupati Bojonegoro sesampainya di Pendopo Malowopati untuk disemayamkan.

 

Tari Kayangan Api

Tari kayangan api merupakan tari yang di buat pada tahun 2015 oleh Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Bojonegoro. Tari Kayangan Api diciptakan karena ingin mengembangkan budaya Jawa.  Tari ini menceritakan legenda mbah Kriyo Kusumo pembuat pusaka di kayangan api desa Sendangharjo, kecamatan Ngasem.

Pada tahun 2017 yang lalu tari kayangan api menjadi mendapatkan juara Parade Tari Nusantara ke-34 di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta mengalahkan peserta dari seluruh provinsi di tanah air.

Prosesi Pengambilan Api Abadi di Kayangan Api. Sumber: detik.com.

Sebelum mengikuti Parade Tari Nusantara di Jakarta, tari Kayangan Api dari Bojonegoro keluar sebagai juara dalam parade tari se-Provinsi Jawa Timur, pada 27 Mei lalu. Sehingga berhak untuk mengikuti ke tingkat nasional dan akhirnya dinobatkan sebagai jawara.

Bahan bacaan:

  • detik.com
  • disparbud.bojonegorokab.go.id
  • Youti.2001. Dinasti Kebudayaan. Bandung: PT. Inti Cipta

Penulis:

Muslimatin Utami, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Kontak: muslimatinutami1(at)gmail(dot)com

Back To Top