Resensi Buku: “Dari Atomos Hingga Quark”

Mendidik dan inspiratif! Itulah kesan pertama yang langsung terasa begitu membuka lembaran-lembaran awal buku ini. Betapa tidak, buku berjudul “Dari Atomos Hingga Quark” ini sangat berbeda dengan buku-buku ilmiah populer kebanyakan. Gaya bahasanya sangat santun, tetapi renyah dan mudah dimengerti. Setiap kata yang terukir dalam lembar demi lembar buku tersebut seolah menggoreskan semangat dan pribadi bersahaja sang penulis. Pertanyaan pun timbul, siapa gerangan beliau itu?

Bagi orang-orang awam, nama Hans Wospakrik akan terdengar sangat asing di telinga. Penerbit rupanya merespons kemungkinan timbulnya pertanyaan seperti itu. Di bagian pendahuluan, ada catatan editor yang memberikan riwayat singkat mendiang penulis, putra asli Papua, yang meninggal dunia pada Januari 2005 akibat leukemia. Penerbitan buku ini, yang masih dalam bentuk draf akhir, pun ditujukan sebagai penghargaan penerbit dan sahabat-sahabatnya bagi beliau.

Pak Hans, demikian beliau biasa dipanggil, adalah sosok peneliti militan yang berjuang di garis terdepan fisika teoretik, yaitu fisika partikel elementer. Mungkin karena bidang penelitiannya itu pula, pemerintah hanya sedikit menghargai karya-karyanya, padahal semasa hidupnya beliau cukup dikenal oleh ilmuwan dunia. Pada tahun 1980-an, beliau pernah bekerja sama secara langsung bersama dua orang pemenang hadiah Nobel Fisika 1999: Martinus Veltman dan Gerardus t’Hooft.

Koneksi yang beliau miliki dengan dua fisikawan partikel terkemuka dunia sebetulnya sangat memungkinkan bagi beliau untuk berkarier di luar negeri. Namun, demi kecintaannya pada negeri ini, terutama para mahasiswa di kampus ITB, disertai kesungguhannya dalam mengajar, beliau rela menunggu beasiswa doktor yang baru diberikan pemerintah pada akhir tahun 2002. Selama kurun waktu itu pula, walau belum menempuh pendidikan doktor, ia banyak menulis berbagai makalah yang dipublikasikan di jurnal internasional terkemuka serta menulis beberapa artikel populer di media massa.

Jangan tanyakan bagaimana kesan para mahasiswa yang pernah diajar Pak Hans. Kami yakin semua akan kompak mengatakan Pak Hans adalah salah satu dosen fisika terbaik yang pernah dimiliki ITB. Hampir di setiap kelasnya, terutama kelas fisika dasar, ruang kelas selalu penuh. Bahkan ada satu kisah “legendaris” bahwa para mahasiswa dari kelas lain yang tidak diajar Pak Hans rela untuk bolos dari kelas aslinya untuk mata kuliah yang sama dengan dosen lain supaya bisa masuk ke kelasnya Pak Hans. Profil penulis yang dikenang dengan segala kebaikannya itu tentu memberikan harapan buku “Dari Atomos Hingga Quark” ini sangat menarik untuk dibaca. Kami yakin pembacanya tidak akan kecewa.

Buku ini bercerita tentang perjalanan manusia mencari partikel terkecil yang menyusun alam raya. Dalam bukunya, Pak Hans menggunakan beberapa persamaan matematika sederhana sebagai bagian yang integral. Sepintas cara ini terdengar kurang bijak, namun jika kita amati dengan teliti, ternyata hal ini sama sekali bukan masalah.

Formula matematika yang digunakan sangat sederhana, dapat dimengerti bagi mereka yang pernah belajar matematika dan fisika tingkat SMP. Cara ini sangat tepat untuk mendidik masyarakat agar menjadi lebih kritis terhadap informasi, terutama terhadap informasi “metafisika” kontroversial yang banyak beredar di masyarakat. Misalnya, segelintir orang ada yang menyebut dapat membuat mesin waktu seandainya dapat dibuat benda yang berkecepatan cahaya, seperti teori Einstein, padahal sesungguhnya maksud Einstein bukanlah begitu. Dengan rumusan matematis yang diberikan di buku ini, pembaca diajak untuk berpikir ilmiah dan logis.

Setengah bagian awal buku berketebalan 324 halaman ini membahas kisah manusia di masa awal peradaban sekitar 2500 tahun yang lalu sampai awal tahun 1900 untuk menemukan benda sesungguhnya yang menyusun jagat raya. Dimulai dari usaha awal filsuf Yunani purba sekitar tahun 600 SM yang menasbihkan air sebagai penyusun semua zat, hingga kesimpulan adanya “atomos” (a = tidak, tomos = terbagi) sebagai salah satu partikel terkecil.

Setengah bagian buku selanjutnya menceritakan pengujian kebenaran teori atom itu sampai akhirnya pada kesimpulan atom bukanlah penyusun terkecil zat yang dikenal selama ini, melainkan “quark” yang mungkin menjadi “atomos sebenarnya”. Dalam buku ini diulas pula pencarian partikel Higgs yang dapat menjelaskan mekanisme bagaimana komponen dasar jagat raya memiliki massa.

Buku ini secara jernih menghadirkan aliran kontinu sejarah perkembangan ilmu fisika. Bagi orang-orang yang berprofesi sebagai peneliti, bagian paling menarik mungkin diungkapkan di awal bab pertama yang menjelaskan bahwa kemajuan sains hanya dapat diraih para pemikir bebas yang tak terikat kepentingan praktis atau sesaat. Harus diakui, masyarakat Mesir dan Babilonia saat itu telah memiliki ilmu astronomi dan matematika canggih. Namun, karena tujuan utama ilmu tersebut hanya untuk keperluan penujuman astrologi serta pemetaan lahan pertanian, para ilmuwan setempat kurang tertarik memikirkan zarah terkecil yang merupakan ”batu bata” jagat raya.

Dari Mesir dan Yunani, ilmu pengetahuan lalu berpindah tangan ke Aleksandria (Iskandariah) dan Arab. Tidak dapat dibantah, kontribusi ilmuwan Arab sangat penting dalam meneruskan dan mengembangkan konsep yang dilahirkan para filsuf Yunani, terutama dalam bidang matematika, fisika, kimia, dan astronomi. Di bidang matematika, ilmuwan paling menonjol adalah Al-Khawarizmi (algorithm menurut ucapan orang Eropa) yang melahirkan konsep aljabar.

Mungkin juga tidak semua orang tahu bahwa galaksi Andromeda pertama kali berhasil diamati ilmuwan Arab Persia yang bernama Abdul Rahman Al-Sufi pada tahun 964 yang memublikasikan pengamatan tersebut dalam buku berjudul “Kitab al-Kawatib al-Thabit al-Musawwar” (The Book of Fixed Stars). Meskipun demikian, cabang ilmu yang menjadi pesohor di masa itu adalah “alkimia”. Sumbangan ilmuwan Arab sangat membantu melicinkan pengembangan ilmu kimia beberapa abad kemudian di Eropa.

Perpindahan ilmu pengetahuan ke tangan Eropa dijelaskan pada bab tiga. Perkembangannya dimulai dengan pertanyaan kebenaran tujuan alkimiawan, ”Apakah emas dan perak dapat diciptakan dari logam biasa?” Dari sini muncul terobosan baru fisikawan Irlandia, Robert Boyle, yang menolak teori empat unsur Yunani purba serta tiga asas alkimiawan Arab. Maka, dimulailah petualangan fisikawan mencari partikel penyusun semesta hingga mengalami ”titik belok” pada awal tahun 1900 dengan lahirnya mekanika kuantum.

Kelahiran mekanika kuantum beserta dampaknya dijelaskan penulis pada bab sepuluh. Pada tahun 1961, Murray Gell-Mann berhasil mengelompokkan partikel-partikel yang berinteraksi kuat melalui kesamaan bilangan kuantum mereka. Pengelompokan ini ternyata sesuai dengan teori simetri istimewa yang dinamakannya The Eightfold Way. Dari pengelompokan tersebut, Gell-Mann meramalkan kehadiran partikel baru bernama Omega-Minus yang saat itu belum teramati.

Pada kenyataannya, hanya dibutuhkan tiga tahun hingga ramalan Gell-Mann terbukti secara eksperimen. Selain itu, teori Gell-Mann juga mengizinkan dekomposisi hadron menjadi partikel lebih kecil yang disebut quark. Ada enam jenis quark yang dikenal ilmuwan saat ini. Cerita tentang quark yang diberikan pada bab 15 (terakhir) ini ditutup dengan teori Weinberg-Salam, diiringi renormalisasi teori oleh Gerardus ’t Hooft (sahabat sang penulis buku), serta pencarian partikel Higgs yang (jika ditemukan) akan mengukuhkan model standar fisika partikel. Pada akhirnya, keberadaan partikel Higgs memang berhasil dikonfirmasi pada tahun 2012.

Ada beberapa perkembangan riset fisika partikel terkini yang tidak tercakup dalam buku ini, seperti “dark matter” hingga konsep “beyond the standard model”. Bisa dimaklumi karena buku ini diterbitkan pada tahun 2005 dan Pak Hans sendiri keburu tutup usia di awal tahun itu. Namun, buku ini secara umum bermanfaat untuk memahami perkembangan fisika modern bagi pembaca yang relatif awam di bidang ini, atau menutupi lubang-lubang pengetahuan umum bagi para profesional fisika.

Meski tergolong agak serius, beberapa selingan berupa biografi singkat ilmuwan diberikan secara santai. Para siswa sekolah menengah hingga orang-orang yang sudah lanjut usia sangat cocok membaca buku ini sebagai sarana rekreasi ilmiah, selain tentunya untuk menghargai seorang anak bangsa, seorang putra daerah, yang sangat dicintai para mahasiswanya dan dihormati koleganya. Semoga segera muncul Pak Hans – Pak Hans berikutnya, yang berbakti tanpa pamrih untuk NKRI melalui jalur pendidikan dan penelitian.

Prof. Martinus Veltman, peraih Nobel Fisika 1999, menuliskan sebuah testimoni yang sangat menyentuh saat mengetahui wafatnya Pak Hans di tahun 2005, “Dari publikasinya yang saya ikuti, Hans betul-betul memenuhi janji terus melakukan penelitian dalam teori partikel. Orang semacam Hans sangat bernilai bagi negeri yang mulai meletakkan dirinya dalam komunitas peneliti dunia. Kita bener-benar kehilangan…”

Dan manusia pun masih terus mencari “atomos sebenarnya”…

Bahan bacaan:

Penulis:

  1. Agus Suroso, dosen dan peneliti fisika teoretis di Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung. Kontak: agussuroso(at)fi.itb.ac.id.
  2. Ahmad Ridwan T. Nugraha, peneliti fisika, alumnus ITB dan Tohoku University. Kontak: art.nugraha(at)gmail(dot)com.

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top