Di Samudera Pasifik, terdapat “Pulau Sampah” yang luasnya diperkirakan mencapai 1,6 kilometer persegi, kira-kira sama dengan dua kali luas Texas atau tiga kali luas Perancis. Sampah-sampah yang berkumpul membentuk pulau apung luas itu merupakan kiriman sampah dari seluruh dunia, terbawa arus laut, kemudian membentuk pusaran di Samudera Pasifik. Kumpulan sampah ini disebut Great Pacific Garbage Patch (GPGP).
Sampah-sampah yang terakumulasi di GPGP sebagian besar berasal dari sisa konsumsi manusia di daratan, selebihnya dari kapal-kapal yang berlayar. Tentu saja keberadaan sampah tersebut mencemari lingkungan laut, mengganggu habitat kehidupan flora dan fauna yang tinggal di dalamnya.
Banyak penemuan mengenaskan akibat sampah yang dibuang ke laut Contohnya, penyu yang terjerat plastik, anjing laut yang terlilit tali, burung Albatros yang mati karena kerusakan sistem pencernaan akibat kontaminasi sampah, dan masih banyak lagi yang belum kita ketahui.
Bahkan, di Indonesia pun sudah banyak laut yang tercemar. Salah satunya, di Manta Point, Nusa Penida, Bali. Seorang Penyelam dari Inggris, Rich Horner, merekam betapa kotornya laut di sana (lihat videonya di https://www.instagram.com/p/BgGnhJVFDu1/ ). Bukannya terumbu karang atau keindahan bawah laut yang didapat, justru sampah-sampahlah yang turut berenang bersama ikan-ikan. Miris sekali, bukan?
Bukan hanya laut, dampak sampah jika tidak dikelola dengan baik akan mencemari lingkungan tempat kita tinggal. Sampah rumah tangga maupun industri yang dibuang di badan sungai, akan mencemari tanah dan air, menimbulkan masalah drainase, seperti banjir. Timbunan sampah yang menggunung juga berdampak pada kesehatan masyarakat karena menjadi sumber penyakit. Masalah sosial lainnya yang ditimbulkan akibat sampah adalah bau tidak sedap yang membuat udara tercemar, juga masalah estetika pada objek pariwisata. Kompleks ya? Iya, sangat kompleks!
Tahukah pembaca? Ternyata, sampah terbesar dihasilkan dari konsumsi rumah tangga kita sehari-hari! Oleh karena itu, penulis mengajak adik-adik, kakak-kakak, ibu-ibu, bapak-bapak, pembaca semuanya agar mulai mengelola sampah dengan baik untuk mencegah terjadinya dampak negatif akibat sampah sebagaimana yang sudah sedikit dipaparkan di sini. Jika sampah dikelola dengan baik, lingkungan akan sehat, laut akan bersih, dan, alam kembali lestari.
Sebelum memikirkan tentang pengelolaan sampah di rumah, langkah utama yang harus kita lakukan adalah mengurangi jumlah sampah yang kita hasilkan. Salah satu contoh nyata dampak pengurangan sampah rumah tangga bisa kita lihat dalam video berikut https://youtu.be/zWFMs_Vkmzs. Video tersebut mendokumentasikan kegiatan Bu Susanty, warga Bintaro Jaya, yang berani menerima simulasi tujuh hari untuk mengurangi sampah.
Nah, bagi yang sudah menonton bagaimana respons teman-teman? Ternyata, banyak orang pesimis dapat mengurangi sampah rumah tangga. Sebagian orang menyadari bahwa sampah akan selalu ada. Mustahil rasanya mengurangi jumlah sampah rumah tangga meski hanya tujuh hari saja. Bukan hanya ibu-ibu di video tersebut saja yang pesimis bahwa kita bisa meminimalkan sampah. Penulis pun awalnya begitu, suami, hingga ibu-ibu tetangga rumah pun demikian. Tidak mungkin kita bisa berhenti buang sampah. Setiap hari kita memasak, belanja, memakai sedotan, plastik, kresek, dan lain-lain yang berpotensi menimbulkan sampah.
Lantas, bagaimana mungkin kita bisa mengurangi sampah? Apakah cukup sampah dibungkus kantong kresek lalu diangkut truk Dinas Pekerjaan Umum ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir), lantas masalah sampah di rumah beres? Realitanya, sampah yang ditimbun di TPA kelak akan menjadi masalah yang tidak bisa dikatakan sepele. Pemikiran membuang sampah ke TPA tanpa dipilah itu harus dienyahkan jauh-jauh. Timbunan sampah yang kian hari menggunung di TPA justru menimbulkan masalah baru. Di antaranya dapat mencemari lingkungan dan berbahaya bagi makhluk hidup, termasuk manusia.
Bu Susanty adalah salah satu contoh pihak yang optimis, bahwa kita bisa mengurangi jumlah sampah rumah tangga. Menumbuhkan kesadaran untuk mengurangi sampah harus dimulai dari diri sendiri. Kapan lagi jika tidak dimulai dari sekarang? Agar kelak, tidak menjadi beban bagi generasi penerus di masa mendatang. Masyaallah, Bu Susanty adalah satu di antara jutaan orang yang mau memikirkan lingkungan dan nasib generasi penerusnya.
Bu Susanty mencegah sampah plastik masuk ke rumah dengan membawa wadah kala berbelanja dan memilah sampah. Beliau pun dapat mengurangi sampah hingga 80%. Sisanya, sebanyak 20% masuk ke TPA. Luar biasa! Ternyata, mengurangi sampah itu sangat mungkin! Siapa saja bisa mengurangi sampah. Asal ada niat dan yakin bisa, tidak skeptis duluan. Mengurangi sampah tidak berbiaya mahal, pun tidak merepotkan.
Lingkungan yang bersih, bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga tanggung jawab kita sebagai penghasil sampah. Kita semua menghendaki lingkungan yang indah, bersih, dan bebas sampah, sayangnya tidak diiringi dengan kesadaran untuk mulai bijak kala menghasilkan sampah. Ya, wajar saja terasa begitu mustahil. Bayangkan saja, jika semua ibu rumah tangga mau membuka pikiran seperti Bu Susanty, insyaallah lingkungan yang bersih, rapi, indah, dan sehat bisa terwujud.
Jadi, bagaimana? Siap untuk mengikuti jejak Bu Susanty dalam mengurangi sampah rumah tangga? Kalau penulis pribadi sih siap. Yuk, dicoba. Tujuh hari saja kita coba mengurangi sampah di rumah dan rasakan efek positifnya! Kalau sudah tujuh hari, lanjutkan seterusnya, hehe.
Artikel ini dipublikasikan ulang dari blog pribadi penulis di tautan berikut dengan penyesuaian redaksi
https://sulistiyoningtyass.wordpress.com/2018/07/25/tantangan-7-hari-mengurangi-sampah-mau/
https://sulistiyoningtyass.wordpress.com/2018/05/13/dampak-jika-sampah-tidak-dikelola-dengan-baik/
Bahan bacaan:
- https://www.theoceancleanup.com/great-pacific-garbage-patch/
Penulis:
Sulistiyoningtyas, penulis dan ibu rumah tangga pegiat gaya hidup minim sampah.
Kontak: http://www.hijogreen.com atau Instagram @tyasummuhassfi