Inklusi Lelehan Magma

Inklusi lelehan magma atau yang lebih dikenal sebagai Silicate Melt Inclusion (SMI) merupakan setetes kecil lelehan magma (1-300 µm) yang terperangkap di dalam mineral (Lowenstern, 1995). Saat mineral mulai mengkristal di dapur magma, sering kali terjadi ketidaksempurnaan pada bidang muka kristal (crystal defect) yang membuat permukaan kristal tidak seragam. Bagian ini sering kita amati berupa titik-titik pengotor yang dikenal dengan inklusi.

Di antara macam inklusi adalah inklusi fluida (fluid inclusion) dan inklusi lelehan magma (melt inclusion). Keduanya merupakan hal yang serupa namun tidak sama. Kedua jenis inklusi ini dapat dibedakan salah satunya adalah dari fasenya. Inklusi fluida memiliki fase gas atau cair, sedangkan inklusi lelehan magma memiliki fase padat tanpa memiliki sistem kristal, atau berupa gelas.

Diagram fase inklusi. Modifikasi dari Roedder, 1984.

Secara fisik terdapat setidaknya dua macam inklusi lelehan magma, yaitu inklusi yang bersifat gelasan (glassy inclusion) dan inklusi yang bersifat kristalin (crystalline inclusion). Glassy inclusion memiliki kenampakan homogen, jernih, dan tembus pandang, sedangkan inklusi kristalin memiliki kenampakan keruh, tidak tembus pandang, dan tidak homogen. Apabila diamati dengan perbesaran yang tinggi akan terlihat kenampakan mineral-mineral yang tumbuh di dalam tubuh inklusi tersebut atau yang dikenal dengan istilah daughter mineral.

Kita dapat menjumpai gelembung baik pada inklusi yang bersifat gelasan maupun kristalin. Perbedaan fisik ini merupakan fungsi dari lamanya pendinginan, ukuran inklusi, dan komposisi inklusi (Cannateli et al., 2016). Semakin lama proses pendinginan (misalnya pada tubuh magma yang sangat besar), maka kemungkinan mineral untuk terbentuk semakin tinggi. Semakin besar ukuran inklusi, pada perubahan suhu yang sama, semakin cepat pula proses kristalisasinya. Kejenuhan lelehan magma terhadap air diduga dapat menambah kemungkinan inklusi untuk mengkristal.

SMI digunakan para ahli untuk berbagai penelitian terkait proses magmatik seperti untuk menentukan sejarah erupsi gunung api, jenis fluida yang terkandung di dalam magma, pergerakan magma menuju ke permukaan, dan evolusi magma. Hal ini dikarenakan SMI mengandung konsentrasi unsur volatil yang mencerminkan magma asalnya, yang pada umumnya unsur ini telah terlepas ke atmosfer seiring dengan naiknya magma ke permukaan. Unsur volatil yang sering digunakan dan terdapat pada SMI di antaranya H2O, CO2, S, dan Cl.

Pengetahuan tentang proses-proses magmatik dan fluida di dalam magma menjadi sangat penting. Proses ini dapat menjelaskan terbentuknya mineral-mineral bijih yang menghasilkan logam ekonomis seperti emas, perak, dan tembaga. Selain itu, baru-baru ini juga dikembangkan analisis SMI untuk mengetahui potensi panas bumi. Hal ini sangat penting pada periode energi terbarukan seperti masa sekarang, terutama bagi negara kita Indonesia dengan kekayaan 129 gunung apinya.

Bahan bacaan:

  • Cannatelli, C, AL Doherty, R Esposito, A Lima, and B De Vivo. 2016. “Understanding a volcano through a droplet: A melt inclusion approach.” Journal of Geochemical Exploration 171 4-19.
  • Lowenstern, JB. 1995. “Applications of silicate melt inclusions to the study of magmatic volatiles.” In Magmas, Fluid and Ore Deposits, by JFH Thompson, 71-99. Mineral Association of Canada Short Course 23.
  • Shelton, KL , McMenamy Todd A., van Hees Edmond H. P., Falck 2004. “Deciphering the Complex Fluid History of a Greenstone-Hosted Gold Deposit: Fluid Inclusion and Stable Isotope Studies of the Giant Mine, Yellowknife, Northwest Territories, Canada.” Economic Geology DOI:10.2113/gsecongeo.99.8.1643.

 

Penulis:

Fajar Febiani Amanda, Mahasiswa S-2 bidang geomaterial dan energi, Fakultas Ilmu Lingkungan, Tohoku University, Jepang. Kontak: fajarfamanda(at)gmail(dot)com.

Back To Top