Mengenal Senyawa TiO2: “Pahlawan” dalam Tabir Surya

Matahari sebagai sumber kehidupan di bumi memancarkan gelombang elektromagnetik dalam berbagai panjang gelombang. Sekitar 10% dari radiasi matahari yang sampai ke bumi merupakan gelombang ultraviolet (UV). Gelombang UV dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan panjang gelombangnya: UV-A (315-400 nm), UV-B (280-315 nm), dan UV-C (100-280 nm).

Efek paparan radiasi UV dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan efek samping pada manusia. Paparan radiasi UV-A bertanggung jawab atas perubahan warna pada kulit, penuaan dini, dan melanoma. Paparan radiasi UV-B bertanggung jawab atas pembentukan vitamin D, rasa perih terbakar sinar matahari, dan risiko kanker kulit. Sementara itu, radiasi UV-C, yang memiliki energi paling tinggi dan lebih berbahaya diserap sepenuhnya di atmosfer dan di lapisan ozon.

Struktur kulit dan penetrasi radiasi UV.
(Sumber: http://dermatology.medschool.ucsf.edu/skincancer/images/UV.gif)

Penipisan lapisan ozon atau yang sempat ramai dengan sebutan ‘ozon bolong’ juga meningkatkan risiko efek samping bahaya radiasi UV. Beberapa upaya dapat dilakukan untuk melindungi diri dari bahaya radiasi UV, salah satunya adalah dengan menggunakan tabir surya.

Bagaimana radiasi ultraviolet merusak kulit kita?

Radiasi ultraviolet dapat membahayakan tubuh kita melalui dua mekanisme: kerusakan DNA secara langsung (direct DNA damaging) dan kerusakan DNA secara tidak langsung (indirect DNA damaging).

Kerusakan DNA secara langsung terjadi ketika foton dari radiasi UV mengenai DNA dan mengganggu proses replikasi pasangan basa pirimidin (timin dan sitosin) yang berakibat pada pembentukan enzim yang salah. Jika mutasi yang terjadi menggangu pembentukan enzim yang bertanggung jawab untuk memperbaiki kerusakan DNA atau menekan laju pertumbuhan tumor, maka mutasi ini dapat berakibat pada kanker. Namun, DNA juga memiliki mekanisme pertahanan diri dengan melepaskan kelebihan energi akibat ‘tembakan’ foton UV, sehingga kemungkinan timbulnya kanker hanya sekitar 1%.

Mekanisme lainnya yaitu kerusakan DNA secara tidak langsung dimulai melalui melanin. Melanin adalah senyawa yang bertanggung jawab memberikan warna pada kulit kita. Ketika terpapar radiasi UV, energi radiasi tersebut akan `ditangkap` oleh elektron bebas pada senyawa melanin sehingga tidak akan merusak DNA. Namun, terkadang mekanisme pertahanan diri ini melenceng dari yang seharusnya. Elektron bebas `menangkap` energi lalu menggunakannya untuk tereksitasi ke level enegi yang lebih tinggi. Ada kalanya energi ini kemudian dibebaskan dan kemudian mengeksitasi molekul lainnya yang lebih reaktif seperti oksigen. Oksigen yang tereksitasi dapat menyerang DNA dengan mekanisme yang mirip dengan kerusakan DNA secara langsung atau bereaksi dengan hidrogen peroksida dan membentuk radikal bebas.

Bagaimana cara kerja TiO2 pada tabir surya?

Beberapa struktur kristal titanium dioksida. Sumber gambar: pavemaintenance.wikispaces.com

Senyawa titanium dioksida (TiO2) merupakan senyawa yang umum terdapat dalam komposisi tabir surya. Selain titanium oksida, seng oksida (ZnO) juga lazim digunakan. Awalnya, mikropartikel TiO2 yang berwarna putih berfungsi untuk menghamburkan cahaya yang datang. Namun, pemakaian partikel TiO2 yang berukuran mikro ini sangat kasat mata sehingga kini tak lagi lazim digunakan. Kini yang digunakan adalah nanopartikel TiO2 yang mampu menghamburkan dan menyerap radiasi UV lebih banyak.

Senyawa TiO2 memiliki 3 struktur kristal: anatase, rutile, dan brookite. Dari ketiga struktur kristal tersebut anatase dan rutile lebih sering digunakan dibandingkan brookite. TiO2 anatase dan rutile memiliki nilai celah energi (Egap) (energi yang dibutuhkan untuk mengeksitasi elekron dari pita valensi ke pita konduksi) masing-masing sebesar 3,2 eV dan 3,0 eV. Nilai celah energi ini setara dengan energi dari UV dengan panjang gelombang 380 nm dan 410 nm sehingga energi dari paparan UV tidak menyerang sel yang rentan maupun DNA, serupa dengan mekanisme perlindungan oleh melanin. Efektivitas TiO2 dalam menyerap energi UV bergantung pada proses pembuatan dan juga ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikelnya semakin luas area penyerapan radiasi.

Ilustrasi celah energi pada TiO2. Sumber gambar: intechopen.com

Seolah menjadi pedang bermata dua, elektron yang kembali ke pita valensi dan melepaskan energi kemudian bereaksi dengan molekul air maupun oksigen dapat pula memicu pembentukan radikal bebas ROS (radical oxygen species) seperti superoksida (O2) dan gugus radikal hidroksil (OH-). Untuk menetralkan efek ini, penggunaan TiO2 dalam tabir surya diiikuti dengan penambahan atau pelapisan senyawa antioksidan seperti aluminium hidroksida, Al(OH)3.

Manfaat lain TiO2

Salah satu manfaat lain dari TiO2 adalah kemampuannya melakukan fotokatalitik. Dalam proses ini, elektron pada pita valensi menyerap energi dari foton sehingga tereksitasi ke pita konduksi dan memicu pembentukan ROS.

Reaksi fotokatalitik pembentukan gugus radikal ROS (radical oxygen species). Sumber gambar: intechopen.com

Jika pada tabir surya efek reaksi ini dicegah dengan penambahan senyawa antioksidan, ternyata radikal bebas yang terbentuk ini juga dapat dimanfaatkan salah satunya sebagai agen anti bakteri dan self-cleaning agent untuk melapisi bangunan, kaca, kain, dan lain sebagainya.

 Bahan bacaan:

Penulis:
Annisa Noorhidayati, mahasiswa S-2 bidang condensed matter di Departemen Fisika, Tohoku University, Jepang. Kontak: annisanoorhidayati(at)gmail(dot)com

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top