Cara Kerja Alat Tes Kehamilan

Tahukah teman-teman, pada zaman Mesir kuno, kehamilan diperkirakan dengan menuangkan air seni di karung gandum! Apabila gandum tersebut bertunas, orang tersebut dianggap hamil. Lain halnya dengan Hippocrates, filsuf Yunani kuno yang menyarankan kepada perempuan yang terlambat menstruasi untuk minum campuran air dengan madu di malam hari. Kram perut yang mengikuti aktivitas itu menandakan kehamilan.

Betapa jauh teknologi sudah membawa kita. Saat ini, untuk menentukan kehamilan dengan akurasi tinggi, tidak lagi diperlukan karung gandum, ataupun menunggu sakit perut semalaman. Kita cukup membeli alat tes kehamilan yang dijual bebas, celupkan dalam urine, kemudian tunggu dua-tiga menit hingga hasil keluar. Lantas, bagaimanakah cara kerja alat tes kehamilan tersebut?

Hormon penanda: human chorionic gonadotropin (hCG)

Hampir semua alat tes kehamilan yang tersedia di pasaran berprinsip sebagai alat pendeteksi “hormon kehamilan”, yakni human chorionic gonadotropin (hCG), yang terlarut di dalam air seni. Hormon hCG diproduksi oleh sel-sel penyusun plasenta setelah sel telur yang dibuahi melekat ke dinding rahim pada minggu kedua setelah pembuahan.

Proses pembuahan hingga penempelan embrio pada lapisan dinding rahim (uterus).

Hormon hCG berfungsi untuk menjaga keberadaan corpus luteum (badan kuning), yaitu “cangkang” yang ditinggalkan oleh sel telur ketika sel telur dilepaskan dari ovarium (ovulasi). “Cangkang” ini disebut corpus luteum, terdiri atas sel-sel yang menghasilkan hormon estrogen dan progesteron yang berfungsi untuk mempertahankan “bantalan”, lapisan sel tempat perlekatan embrio di uterus (rahim). Apabila fertilisasi tidak terjadi, tidak akan ada implantasi embrio, hCG pun tidak dihasilkan. Kemudian, corpus luteum menghilang, level progesteron dan estrogen menurun, diikuti oleh luruhnya lapisan sel dinding rahim (menstruasi).

Ilustrasi Corpus luteum.

 

Penampang corpus luteum.

Jumlah hormon hCG mencapai puncaknya pada 8 sampai 10 minggu setelah pembuahan, yang kemudian akan terus menurun selama sisa masa kehamilan. Pada tabel berikut ini tercantum rata-rata kandungan hCg dalam urin perempuan di berbagai usia kehamilan dan perempuan yang tidak hamil.

Prinsip kerja alat tes kehamilan

Mayoritas alat tes kehamilan menggunakan prinsip immunoassay, yaitu tes yang mengukur keberadaan suatu protein melalui interaksinya dengan protein antibodi. Alat tes kehamilan pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian, dengan tiga jenis antibodi yang berbeda.

  • Reaction site tempat reaksi yang harus dikenai oleh urin. Pada sisi ini terdapat antibody monoklonal (MAg) yang mengikat hCG di satu sisi, dan mengandung enzim yang dapat mengubah warna apabila bertemu substrat (zat) yang tepat. Antibodi ini bisa bergerak (mobile).
  • Test site tempat pengujian. Di sini juga terdapat antibodi yang bisa menangkap kompleks antibodi-hCG-enzim yang bergerak dari reaction site, bedanya antibodi ini tidak bisa bergerak. Antibodi di tempat ini tertanam pada substrat enzim yang dapat berubah warna apabila ada reaksi ikatan dengan antibodi-hCG-enzim.
  • Control site tempat kontrol. Sebagaimana tempat pengujian, tempat kontrol juga mengandung antibodi yang tidak bisa bergerak dan tertambat pada substrat enzim yang bisa berubah warna apabila terjadi reaksi ikatan terhadap antibodi. Namun, antibodi di tempat ini hanya mengikat antibodi-enzim dari reaction site yang tidak terikat dengan hCG. Tempat ini menandakan apakah alat tes kehamilan bekerja dengan baik. Jangan khawatir, antibodi di reaction site dibuat sebanyak mungkin sehingga meskipun sudah mengikat hCG, masih banyak antibodi bebas dari reaction site untuk ditangkap oleh antibodi di tempat ketiga ini.
Komponen alat tes kehamilan.
Reaksi pada alat tes kehamilan apabila terdapat hCG dalam kadar yang dapat dideteksi.
Reaksi pada alat tes kehamilan apabila tidak terdapat hCG.

Saat ini alat tes kehamilan dapat mendeteksi tingkat hCG mulai dari 20mlU hingga 100 mlU. Dengan alat tes kehamilan yang sangat sensitif, keberadaan hCG dapat diketahui bahkan sebelum terlambat menstruasi. Akurasi alat tes kehamilan saat ini rata-rata 97%.

Alat tes dapat saja memberikan hasil yang salah. Misalnya hasil “negatif palsu” (false negative) bisa terjadi jika tes dilakukan terlalu cepat ketika level hCG dalam urin masih terlalu rendah sehingga tidak dapat dideteksi oleh alat. Hasil “positif palsu” (false positive) juga bisa terjadi ketika sedang mengonsumsi obat yang mengandung hCG. Bahkan beberapa jenis kanker menghasilkan hCG yang dapat terdeteksi oleh alat tes kehamilan. Apapun hasil yang diharapkan, setelah melakukan tes kehamilan sebaiknya diikuti dengan kunjungan dokter sehingga kehamilan langsung dapat ditangani dengan tepat.

Bahan bacaan:

Penulis:

Ajeng K. Pramono, mahasiswa S3 Jurusan Biologi, Tokyo Institute of Technology, Jepang.

Back To Top