Sebagian pembaca mungkin sudah mengetahui, pada tahun 2014 ini penghargaan Nobel dalam bidang kimia dianugerahkan kepada tiga ilmuwan, yaitu Eric Betzig, Stefan W. Hell, dan William E. Moerner atas penemuan mereka yang berjudul “The development of super-resolved fluorescence microscopy“. Mereka telah berhasil menemukan pengembangan mikroskop fluoresens dengan daya identifikasi resolusi tinggi hingga skala nanometer. Mari kita simak pentingnya pengembangan mikroskop tersebut.
Mengenal fluoresens dan mikroskop fluoresens
Sebelum membahas lebih jauh mengenai penemuan ketiga ilmuwan handal ini, mari kita bahas mengenai salah satu sifat zat yaitu fluoresens. Pernahkah teman-teman melihat benda yang berpendar dengan indahnya seperti lampu? Itu sangat terkait dengan fluoresens. Fluoresens adalah terpancarnya sinar oleh suatu zat atau material yang telah menyerap suatu sinar atau radiasi elektromagnet lain. Fluoresens dapat terjadi ketika beberapa sinar yang dipancarkan memiliki gelombang lebih panjang dan energi lebih rendah daripada radiasi yang diserap.
Pada zat yang memiliki sifat fluoresens, ketika radiasi elektromagnet yang diserap begitu banyak, bisa saja satu elektron pada materi tersebut menyerap dua foton. Penyerapan dua foton ini dapat mendorong pemancaran radiasi dengan gelombang yang lebih pendek daripada radiasi yang diserap. Radiasi yang dipancarkan juga bisa memiliki panjang gelombang (l) yang sama seperti radiasi yang diserap, atau istilahnya resonant fluoresence. Contoh peristiwa fluoresens yang paling mencolok adalah ketika radiasi yang diserap berada di spektrum gelombang ultraviolet (200-380 nm) dan radiasi yang dipancarkan oleh zat tersebut akan berada pada spektrum cahaya tampak/visible (400-700 nm).
Ada beberapa benda yang memiliki sifat fluoresens, tetapi secara kasat mata benda tersebut tidak terlihat karena ukurannya yang sangat kecil hingga skala nanometer. Contohnya adalah organel sel, sel saraf atau neuron, dan kristal suatu zat kimia tertentu. Dengan penemuan ketiga ilmuwan pemenang Nobel itu ternyata benda-benda ekstra kecil tersebut dapat diamati.
Sedikit informasi mengenai sejarah miskrokop, pada tahun 1873, seorang microscopist yang bernama Ernst Abbe telah berhasil menemukan metode dengan limit deteksi dari mikroskop konvensional sebesar minimal 0,2 mikrometer. Namun, penemuan ilmuwan pemenang Nobel Kimia 2014 ini telah berhasil menemukan limit deteksi dari mikroskop yang dikembangkannya lebih kecil dari 0,2 mikrometer bahkan hingga skala nanometer.
Pada tahun 2000, Stefan Hell menemukan mikroskop dengan prinsip STED (Stimulated Emission Depletion). Prinsip dari mikroskop ini adalah terdapatnya 2 berkas lasar yang digunakan. Satu bagian laser akan merangsang molekul yang berfluorosens untuk bercahaya, sedangkan bagian yang lainnya akan menghambat semua zat yang memiliki sifat fluorosens kecuali molekul yang berskala nanometer. Dengan prinsip ini, mikroskop dapat menghasilkan suatu gambar dengan resolusi sangat baik hingga skala nanometer.
Dua ilmuwan lainnya yang dianugerahi Nobel Kimia 2014 bekerja secara terpisah dengan Stefan Hall, yaitu Eric Bertzig dan Wiliam E. Moerner. Mereka mengembangkan metode kedua dengan prinsip single molecule microscopy. Metode ini menggunakan kemungkinan untuk mengubah sifat fluoresens dari molekul-molekul individu untuk memendarkan cahaya dan tidak memendarkan cahaya dalam pengamatan dengan menggunakan mikroskop fluoresens dengan resolusi tinggi ini.
Aplikasi Mikroskop Fluorosens Beresolusi Tinggi
Saat ini, pengamatan dengan menggunakan mikroskop berskala nano atau sering dikenal dengan istilah nanoskopi telah banyak digunakan dalam berbagai bidang untuk kemanfaatan manusia. Beberapa gambar yang dihasilkan melalui mikrosop fluorosens beresolusi tinggi dapat dimanfaatkan dalam mengidentifikasi suatu tingkat kerusakan sel dan juga memahami fisiologis bentuk sel.
Sebagai contoh, Stefan Hell berhasil mengaplikasikan teknik buatannya dalam bidang biologi untuk untuk mengamati organel sel, neurobiologi, dan juga dalam bidang kimia untuk melihat struktur sel berlian maupun molekul koloid. Dalam bidang biologi sel, melalui metodenya dapat diamati sel mitokondria hingga sel saraf (neuron) yang merupakan salah satu bagian dalam sel jaringan makhluk hidup dengan resolusi sangat baik dibandingkan dengan mikroskop biasa/confocal.
Di tempat lain, Eric Betzig dan William E. Moerner melalui penelitiannya berhasil menemukan keindahan fluoresens dari beberapa organel sel, sel saraf (neuron), hingga bentuk detail sel bakteri dalam 3 dimensi.
Metode-metode yang dikembangkan oleh tiga ilmuwan peraih Nobel Kimia 2014 ini akan sangat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Mengapa? Karena metode-metode tersebut mendorong berkembangnya penemuan-penemuan inovatif berbasis mikroskop elektron beresolusi tinggi. Hayo, apakah pembaca majalah 1000guru ada yang tertarik menjadi ilmuwan bermanfaat seperti mereka?
Bahan bacaan:
- http://id.wikipedia.org/wiki/Fluoresens
- http://www.nobelprize.org/nobel_prizes/chemistry/laureates/2014/
- http://janelia.org/lab/betzig-lab
- http://nanobiophotonics.mpibpc.mpg.de/index.html
- http://web.stanford.edu/group/moerner/sms_smacm.html
Penulis:
Andriati Ningrum, mahasiswi S3 di Institute of Food Science, BOKU Vienna, Austria.
Kontak: andriati_ningrum(at)yahoo(dot)com.