Belajar di waktu muda bagaikan mengukir di atas batu. Belajar di waktu tua bagai menulis di atas air. Kata-kata ini dipahami bahwa seseorang yang belajar di waktu muda akan terus ingat sedangkan di waktu tua akan mudah lupa. Namun, benarkah pemahaman itu?
Mari kita uji, teman-teman, bapak dan ibu, masih ingatkah rumus luas lingkaran atau volume kubus? Banyak yang ingat atau lupa? Padahal ini adalah pelajaran SD. Lantas mengapa kita lupa? Bukankah belajar di waktu muda bagaikan mengukir di atas batu? Lalu, belajar yang seperti apakah yang dapat terus diingat dan tidak mudah lupa?
Tujuan pembelajaran di sekolah melingkupi tiga ranah belajar siswa yang harus dikembangkan, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif mencakup pengetahuan yang didapat siswa. Ranah afektif yakni mengenai pemahaman siswa dan bagaimana bersikap .Sedangkan ranah psikomotorik adalah praktik atau kemampuan siswa dalam melakukan apa yang telah dia pelajari.
Untuk mewujudkan tujuan pembelajaran di sekolah tentulah harus memakai cara yang tepat. Peran guru di sini menjadi sangat penting. Metode yang digunakan guru dalam menyampaikan pelajaran dapat mempengaruhi kemampuan siswa dalam memahami pelajaran tersebut.
Hal yang harus dilakukan oleh seorang guru adalah mengetahui dan mengenal gaya belajar siswa. Gaya belajar itu sendiri secara mudahnya terbagi tiga, yaitu visual, auditorial, dan kinestetik. Gaya belajar visual berkaitan dengan ketajaman mata dalam menangkap penjelasan guru. Gaya belajar auditorial terkait dengan kemampuan daya dengar yang cepat memahami pelajaran meski hanya lewat pendengaran. Gaya belajar kinestetik terkait dengan kemampuan memahami jika pelajaran dijelaskan dengan praktik.
Dari ketiga gaya belajar tersebut, pembelajaran yang mengombinasikan semuanya cenderung lebih baik diterapkan daripada hanya bergantung pada salah satu aspek saja. Ada pepatah yang mengatakan,
“Mendengar aku lupa. Melihat aku ingat. Melakukan aku bisa.”
Berdasarkan pepatah tersebut, kita dapat memahami bahwasanya hanya dengan mendengar kita akan akan mudah lupa akan pengetahuan yang diterima. Begitupun siswa bila hanya mendengar informasi dari guru tanpa guru tersebut mempraktikkan atau memperagakan, siswa akan mudah lupa meskipun bisa jadi dia paham.
Ketika guru menjelaskan dengan metode pengajaran yang mengikutsertakan keterlibatan siswa dan memperagakannya, kemungkinan besar siswa akan ingat meskipun kemungkinan lupa masih ada. Jika guru memberikan tugas untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, siswa akan mengetahui tujuan pembelajaran yang diberikan kepadanya. Dengan demikian, kemungkinan besarsiswa akan bisa dan terbiasa sehingga ilmu pengetahuan yang dia peroleh bermanfaat dalam kehidupannya.
Penjelasan inilah yang dapat membuat pembelajaran seseorang bagaikan mengukir di atas batu. Jadi, berapapun umur seseorang bila dia mendapatkan ilmu pengetahuan dengan pendekatan menyeluruh, seorang individu akan menjadi individu yang cerdas dan mempunyai budi pekerti yang baik.
Menjadikan siswa unggul dan berkualitas sudah tentu menjadi kewajiban seorang guru. Di sinilah guru dituntut untuk mampu mewujudkannya. Profesi guru mempunyai tanggung jawab yang besar akan kemajuan sebuah bangsa lewat bagaimana ia membangun jiwa dan raga anak didiknya. Tanggung jawab tersebut harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.
Seorang guru setidaknya harus mempunyai metode pengajaran yang kreatif dan inovatif, menjadi teladan yang baik, dan menguasai materi pembelajarannya. Maka, cita-cita untuk memiliki individu-individu yang berkualitas bagi bangsa bukan sekedar harapan. Siswapun belajar akan seperti mengukir di atas batu, susah sekali lupanya atau mungkin tidak akan lupa karena ilmu pengetahuan sudah menyatu dalam diri dan kehidupan sehari-harinya.
Bahan bacaan:
- http://belajarpsikologi.com/macam-macam-gaya-belajar/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_2013
- http://koffieenco.blogspot.com/2013/07/4-kompetensi-guru-profesional.html
Penulis:
Pepi Nuroniah, Guru BK di MAN 2 Serang, Banten. Kontak: pepinuroniah(at)yahoo(dot)com.