Biourin atau Urin Biasa sebagai Pupuk Organik Cair

Biourin merupakan istilah yang populer di kalangan para pengembang pertanian organik, terutama di Indonesia. Biourin merupakan urin yang diambil dari ternak, yang terlebih dahulu difermentasi sebelum digunakan. Salah satu cara fermentasi adalah mencampurkan urin dengan kotoran ternak. Pencampuran ini sedianya bertujuan untuk menyediakan nutrisi lebih.

Analisis unsur N (nitrogen) menunjukkan bahwa proses fermentasi dapat meningkatkan ketersediaan unsur N pada biourin dibandingkan dengan urin biasa. Hal ini dapat dijelaskan sebagai akibat dari pengikatan nitrogen dari udara oleh RB dan AZBA. AZBA merupakan mikroba diazotrop yang berfungsi mengikat gas nitrogen dari udara sedangkan RB merupakan campuran dari 2 bakteri, yaitu ruminococcus yang memiliki fungsi sebagai dekomposer dan bacillus thuringiensis yang berfungsi sebagai biopestisida, melindungi tanaman dari gangguan bakteri-bakteri patogen.

Sekilas, penambahan nitrogen dengan strategi fermentasi memang tampak sangat memungkinkan. Akan tetapi, melihat sifat-sifat dari AZBA, fiksasi nitrogen hanya dimungkinkan jika tidak terdapat sumber N pada media pertumbuhannya. Jika terdapat sumber N lain seperti amonium, nitrat atau nitrit, proses fiksasi tidak dapat berlangsung. AZBA akan menggunakan sumber N tersebut sebagai nutrisi.

Ed09-kimia-1

Dengan demikian, fermentasi urin lebih lanjut bukannya meningkatkan ketersediaan unsur N terlarut, melainkan sebaliknya, N akan dikonsumsi oleh inokulan yang ada. Selain itu, pertumbuhan inokulan juga akan terhambat oleh keberadaan amonium yang terbentuk dari hasil penguraian urea oleh enzim urease. Penambahan RB juga sebenarnya tidak akan efektif karena pertumbuhannya akan terhambat akibat meningkatnya pH larutan. Pada pH tinggi, amonium yang terbentuk dari dekomposisi urea akan semakin mudah menguap. Akibatnya, kandungan N akan semakin berkurang tidak hanya melalui penguapan amonium, tetapi juga melalui pengambilan sumber N oleh inokulum.

Pemakaian urin biasa di negara-negara maju

Jika menelusuri literatur di jurnal-jurnal ilmiah, biourin yang diperoleh dengan cara di atas justru jarang ditemukan. Di sebagian besar negara-negara Eropa, terutama di Skandinavia, urin manusia digunakan secara langsung (tanpa fermentasi) setelah dilarutkan dengan air sebagai pupuk pertanian. Pemakaian urin ini diproyeksikan menggantikan kebutuhan pupuk urea sebesar 10-20%.

Ide penggunaan urin sebagai pupuk sebenarnya sudah lazim dalam jurnal-jurnal ilmiah pada awal abad ke-19. Aplikasinya tetapi baru dilakukan beberapa dekade terakhir ini untuk mengurangi keberadaan N pada limbah cair. Urin sangat baik digunakan sebagai pupuk organik cair karena memiliki kandungan hara yang lengkap meskipun fluktuatif bergantung pada lokasi dan sumbernya (manusia). Kandungan N sekitar 1,5-2%, sedangkan P (fosfor) dan S (sulfur) adalah 0,15-0,2%. Sebanyak 75-90% unsur N di dalam urin berupa urea, sedangkan sisanya dalam bentuk amonium atau kreatinin. Untuk unsur P dan S hampir 90-100% berbentuk zat inorganik terlarut serta secara langsung dapat dikonsumsi oleh tumbuhan. Adanya aktivitas urease menyebabkan terjadinya dekomposisi secara cepat menjadi air dan amonium. Reaksi ini memicu meningkatnya pH sampai 9 dan meningkatkan penguapan amonium serta menurunkan populasi bakteri.

Dalam penggunaannya, disarankan agar urin tidak ditebarkan secara langsung, tetapi dilarutkan 10-20 kali. Proses ini jelas tidak terlebih dahulu melalui fermentasi menjadi biourin sebagaimana yang populer di Indonesia. Hasil uji coba penanaman menunjukkan bahwa produktivitas lahan biasanya setara dengan pupuk kimia. Penggunaan urin sebagai pupuk diformulasikan sebanding dengan jumlah N yang diberikan pada pupuk inorganik. Urin memiliki kelebihan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama serta mengurangi populasi hama pengganggu. Oleh karena itu, penggunaan urin biasa yang sudah dilarutkan dengan air sebaiknya lebih diprioritaskan daripada penggunaan biourin hasil fermentasi.

Demikianlah uraian singkat tentang teknologi alternatif yang memanfaatkan sampah di sekitar kita dalam rangka menghadirkan teknologi murah dan efektif untuk meningkatkan kesuburan tanah. Kalau melihat proses dan bahannya, teknologi ini tergolong murah dan bersih. Teknologi ini juga memberikan solusi efektif dalam mengatasi limbah sampah yang begitu banyak dan ada di sekitar kita. Perlu peran pemerintah untuk mengembangkan dan menggalakkan pemanfaatan teknologi seperti ini.

Catatan:
Tulisan ini disadur ulang oleh penulis dari salah satu artikel di blognya dengan beberapa perubahan oleh redaksi majalah 1000guru.

Bahan bacaan:

Penulis:
Muhammad Roil Bilad, kandidat doktor dalam bidang teknologi membran, pengolahan air dan limbah di KU Leuven, Belgia. Kontak: roilbilad130(at)gmail(dot)com.

Back To Top