Pandemi… pandemi… kapankah kau pergi?
Pandemi… pandemi… aku harus belajar apa lagi sembari menanti?
Sebagai pembuka dalam artikel sederhana ini, penulis akan menggunakan istilah “sisa konsumsi/sisa bahan organik” sebagai pengganti istilah “sampah” dan “sampah dapur”.
Mengapa?
Alasan pertama, agar kita sadar bahwa sampah ada karena adanya aktivitas konsumsi. Tanpa ada aktivitas konsumsi yang kita lakukan, sampah tidak akan dihasilkan. Bayangkan, jika kita tidak membeli dan minum dari sebotol air mineral, tentu kita tidak akan menghasilkan sisa berupa botol plastik dan labelnya, bukan? Betul atau benar?
Alasan kedua, kita harus memahami bahwa sisa konsumsi adalah tanggung jawab kita, bukan tanggung jawab orang tua, asisten rumah tangga, bahkan petugas kebersihan sekalipun.
Alasan ketiga, kata “sampah” biasanya berkonotasi dengan “tidak berharga”, dan “kotor”. Di sisi lain, istilah “sisa konsumsi” seharusnya memacu kita untuk berpikir, “Apa ya yang bisa saya lakukan agar sisa konsumsi ini menjadi lebih bernilai dan tidak terbuang sia-sia?”
Nah, di masa pandemi seperti ini bukan tidak mungkin jumlah sisa konsumsi kita meningkat seiring dengan bertambahnya durasi aktivitas anggota keluarga di rumah. Tidak hanya sisa konsumsi anorganik seperti plastik pembungkus makanan, tetapi juga sisa konsumsi organik seperti sayur, buah, dan lain sebagainya. Lalu, mengapa tidak belajar mengolah sisa konsumsi di rumah kita?
Sebagai langkah awal, kalian bisa membiasakan diri untuk memilah sisa konsumsi berdasarkan jenisnya. Sisa konsumsi anorganik dapat disalurkan ke bank sampah terdekat atau diberikan kepada pemulung, hitung-hitung sebagai sedekah. Oh ya, jangan lupa untuk mencuci bersih dan mengeringkannya terlebih dahulu.
Alternatif lain, jika kalian cukup kreatif kalian bisa membuat kreasi berbagai barang dari sisa konsumsi anorganik. Dengan kecepatan berbagi informasi saat ini, beragam tutorial kreasi barang dari sisa konsumsi dapat dengan mudah ditemukan di berbagai situs internet seperti Pinterest atau YouTube, sedangkan sisa konsumsi organik dapat dimasukkan ke dalam lubang biopori atau dijadikan kompos seperti yang akan segera penulis bahas. Jangan takut, mengompos itu gampang dan seru banget kok!
Nah, untuk membuat kompos, kalian harus membuat komposter (alat yang digunakan untuk mengolah sisa organik). Sebenarnya, wadah yang digunakan untuk mengompos sangat variatif. Tidak ada aturan khusus, alias kalian bebas berkreasi menggunakan wadah apapun. Jenis kompos pun sebenarnya bermacam-macam. Namun, dalam artikel ini penulis akan memberikan contoh pembuatan komposter aerob (yang membutuhkan oksigen) menggunakan pot, tong bekas, ember bekas, keranjang, atau wadah yang serupa. Yang terpenting, wadah tersebut memiliki lubang untuk sirkulasi udara yang cukup dan sebaiknya gunakan saja peralatan bekas yang tersedia di rumah.
Resep mengompos sederhana:
3 bagian unsur coklat + 1 bagian unsur hijau + air + udara + bioaktivator
Unsur coklat adalah bahan organik sebagai sumber karbon, unsur hijau adalah sumber nitrogen, sedangkan air dan udara dibutuhkan oleh mikroorganisme agar penguraian dapat berlangsung. Bioaktivator adalah bahan yang dapat meningkatkan aktivitas penguraian dalam proses pengomposan, biasanya mengandung mikroorganisme. Di antara bahan yang dapat dijadikan bioaktivator adalah rendaman air beras (didiamkan beberapa hari), POC/MOL, EM4, dan lain-lain. Hindari memasukkan bahan-bahan yang dapat menghambat proses penguraian, mengundang lalat, dan membawa penyakit atau hama, seperti bahan-bahan protein hewani. Solusi untuk bahan mengandung protein hewani seperti daging atau tulang dapat dimasukkan ke dalam lubang biopori. Apa itu lubang biopori? Gunakan kuota internetmu untuk mencari informasinya, ya!
Setelah memahami unsur-unsur penting dalam pengomposan, kita perlu starter seperti pada skema berikut ini dengan catatan bioaktivator dan air ditambahkan secukupnya hingga starter komposter terasa lembap, tidak sampai basah.
Starter perlu ditutup dan didiamkan selama beberapa hari untuk siap “memakan” sisa organik rumah tangga. Kesiapan starter biasanya ditandai dengan meningkatnya suhu komposter (ketika dipegang terasa hangat) dan hilangnya aroma kurang sedap pada sisa organik. Jika starter sudah siap, kita bebas memasukkan sisa bahan organik kapan saja. Namun, jangan lupa untuk mengaduk komposter kurang lebih tiga hari sekali agar mikroorganisme pengurai mendapatkan cukup oksigen sekaligus meminimalkan produksi metana.
Kompos biasanya bisa dipanen sekitar satu bulan setelah mulai mengompos. Ciri-ciri kompos yang sudah siap dipanen ialah:
- Berbau seperti aroma tanah, tidak ada bau tidak sedap.
- Berwarna coklat kehitaman seperti tanah.
- Kompos menyusut karena terjadi proses penguraian.
Permasalahan Komposter
“Komposter saya kok bau dan banyak hewannya, ya?” Bisa jadi kurang oksigen dan ada sisa organik yang basah, aduk-aduk dan tambahkan unsur hijau. Jika komposter becek, tambahkan unsur coklat ke dalamnya. Sebaliknya, jika terlalu kering, lembapkan dengan air sisa cucian beras atau air biasa dan unsur hijau. Sebagian permasalahan dan solusi seputar komposter dapat dilihat pada tabel.
Dalam proses mengompos kalian akan sangat mungkin menemukan berbagai jenis hewan kecil seperti serangga dan larva. Tidak perlu takut, anggap saja komposter merupakan laboratorium baru kalian. Lambat laun, ketika suhu komposter semakin meningkat (tanda proses penguraian berjalan dengan baik), hewan-hewan tadi pun akan menghilang.
Selama belajar mengompos, jangan pernah takut gagal! Karena memang tidak ada komposter yang gagal, insyaallah. Kalaupun dalam prosesnya tidak kunjung menghasilkan komposter yang ideal, isi komposter tetap bisa “dikembalikan” ke alam. Jadi, teruslah mencari tahu dan selamat bereksperimen di “laboratorium”!
Bahan bacaan:
- K. Wardhani, “Serba-Serbi Pengomposan” (2019).
- https://learn.eartheasy.com/guides/composting/
- https://www.zerowaste.id/waste/mengompos-itu-mudah-banget/
- https://sustaination.id/mengenal-jenis-komposter-dan-cara-membuat-kompos-di-rumah/
Penulis:
Annisa Firdaus Winta Damarsya, Alumnus Program S-1 Biologi, Nagoya University, Jepang.
Kontak: annisafirdauswd(at)yahoo(dot)co(dot)id