Pentingnya Pendidikan Karakter di Sekolah Pada Anak Usia Dini

Sebagian orang mungkin belum memahami betapa pentingnya pendidikan karakter pada anak. Terlebih lagi pada saat ini banyak kasus yang mencerminkan karakter kurang sopan dan bisa dibilang sangat buruk. Hal ini bisa dilihat dari perilaku anak-anak tingkat sekolah dasar hingga mahasiswa. Kenapa ini terjadi? Apa yang membuat mereka melakukan hal seperti ini? Bagaimana cara mencegah dan mengatasi masalah yang terjadi pada generasi milenial ini?

Dalam artikel ini, kita akan membahas mengenai pentingnya pendidikan karakter disekolah pada anak usia dini, dengan tujuan untuk memberitahu dan memberi pemahaman tentang pentingnya orangtua, sekolah, dan pemerintah untuk memperhatikan dan mengutamakan pendidikan karakter. Tujuannya menghasilkan anak-anak muda yang bukan hanya memiliki prestasi cemerlang, namun juga memiliki lulusan dengan karakter dan sifat yang baik.

Menurut Undang-Undang No.20 pasal 1 butir 14 tahun 2003 tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),pendidikan karakter dalam PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu  pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki  kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih  lanjut. Undang-Undang No.20 tahun 2003  pasal 9 ayat 1 menegaskan setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat dan bakatnya.

Alasan pentingnya PAUD adalah: (1) usia dini adalah masa peka yang memiliki perkembangan fisik, motorik, intelektual, dan sosial  sangat pesat,(2) 50% tingkat variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika masa usia dini (4 tahun pertama), 30% berikutnya pada usia 8 tahun, dan 20% setelah mencapai usia 18 tahun,(3) anak usia dini berada pada masa pembentukan landasan awal bagi tumbuh dan kembang anak (Sudaryani, 2012).

Menurut Undang-undang Sisdiknas tahun 2003, anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang kategori usia 0-6 tahun. Istilah lain menyebutkan anak usia dini yang merupakan sekelompok anak yang memiliki proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Hal ini dikarenakan memiliki pola perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya (Mansur, 2005).  Pada usia ini biasanya anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan tidak akan diulang lagi pada masa mendatang. Dalam perkembangan kognitifnya menurut Piaget anak usia dini masuk dalam fase sensorymotor (0 – 2 tahun) sampai fase perkembangan pra operasional (2 – 7 tahun). Oleh karena itu, anak usia dini sangat mudah meniru dan menyerap apa yang didapatkan dari lingkungan sekitar di mana dia tumbuh. Lingkungan yang baik akan berpengaruh baik kepada anak, begitupula sebaliknya, lingkungan yang tidak baik akan berpengaruh tidak baik pula pada anak (Ormrod, 2008).

Pendidikan karakter bagi  anak usia dini  dimaksudkan  untuk menanamkan  nilai-nilai kebaikan  supaya dapat menjadi  kebiasaan ketika  kelak dewasa  atau pada jenjang pendidikan selanjutnya. Menurut pakar psikologi,anak usia dini merupakan masa yang tepat untuk melakukan pendidikan. Sebab, pada masa ini anak sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan  yang luar biasa. Anak belum memiliki pengaruh yang negatif yang banyak dari luar atau lingkungannya sehingga orang tua maupun pendidik akan jauh lebih mudah  dalam mengarahkan  dan membimbing anak-anaknya terutama dalammenanamkan nilai-nilai pendididkan karakter (Cahyaningrum Eka Sapti, dkk. 2017).

Mulyasa (2012) berpendapat bahwa pendidikan karakter bagi anak usia dini mempunyai makna yang lebih tinggi dari pendidikan moral karena tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang berbagai perilaku yang baik dalam kehidupan sehingga anak memiliki kesadaran dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam  kehidupn sehari-hari. Seorang anak yang sejak kecil dikenalkan dan ditanamkan pendidikan karakter, diharapkan ketika dewasa karakter-karakter yang diperolehnya akan menjadi kebiasaan bagi dirinya. Oleh karena itu, peran aktif orang tua, pendidik serta masyarakat untuk bersama-sama menggalakkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam setiap kesempatan, khususnya kepada anak-anak usia dini baik di dalam keluarga maupun masyarakat  yang ada di lingkungannya.

Perlunya menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter untuk mempersiapkan mereka kelak sebagai manusia-manusia yang mempunyai identitas diri, sekaligus menuntun anak untuk menjadi manusia berbudi pekerti melalui pembiasaan dan keteladanan. Pembiasaan adalah suatu cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak berpikir, bersikap, bertindak sesuai dengan ajaran agama. Pembinaan dan pembentukan karakter anak usia dini dalam meningkatkan pembiasaan-pembiasaan dalam melaksanakan suatu kegiatan di sekolah. Pembiasaan adalah pengulangan. Dalam pembiasaan sangat efektif digunakan karena akan melatih kebiasaan-kebiasaan yang baik  kepada anak usia dini. Sebagai contoh,apabila guru setiap masuk kelas mengucapkan salam,sudah dapat diartikan sebagai usaha pembiasaan. Bila mana ada anak masuk kelas tidak mengucapkan salam,guru sebaiknya mengingatkan anak agar bila masuk ruangan mengucapkan salam. Ini juga salah satu cara membiasakan anak sejak dini (Cahyaningrum Eka Sapti dkk, 2017).

Guru bertanggung jawab untuk mewariskan sistem nilai kepada anak didik dan menerjemahkan sistem nilai itu melalui kehidupan pribadinya. Menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter kepada anak usia dini berarti selain mentrasfer ilmu dan melatih keterampilan, guru juga diharapkan mampu mendidik anak usia dini yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Pandangan masyarakat Jawa menyebut istilah guru berasal dari kata digugu lan ditiru. Kata digugu (dipercaya) mengandung maksud bahwa guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai  sehingga ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini.Sedangkan, kata ditiru (diikuti) menyimpan makna bahwa guru merupakan sosok manusia yang memiliki kepribadian yang utuh  sehingga tindak tanduknya patut dijadikaan panutan oleh peserta didik dan masyarakat (Cahyaningrum Eka Saptidkk, 2017).

Menurut Suyanto (2009), ada 9 pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: (1) karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya,(2) kemandirian dan tanggungjawab,(3) kejujuran/amanah,(4) hormat dan santun,(5) dermawan, suka tolong–menolong dan gotong royong /kerjasama,(6) percaya diri dan pekerja keras,(7) kepemimpinan dan keadilan,(8) baik dan rendah hati,(9) toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

Menurut Zulham (2010) ada 5 karakter yang harus dikembangkan yaitu:

(1) Trustworthy. Meliputi jujur, menepati janji, memiliki loyalitas tinggi, integritas pribadi (komitmen, disiplin, selalu ingin berprestasi).

(2) Menghormati orang lain. Yaitu perilaku  untuk mementingkan  kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, siap dengan perbedaan dan tidak merasa paling benar.

(3) Bertanggung jawab. Merupakan gabungan dari perilaku  yang dapat dipertanggung jawabkannya, segala hal yang dilakukan  harus berani menanggung akibatnya, berpikir sebelum bertindak.

(4) Adil yang meliputi sikap terbuka, tidak memihak, mau mendengarkan orang lain  dan memiliki empati.

(5) Cinta dan perhatian yang meliputi menunjukkan perilaku kebaikan, hidup dengan nilai-nilai kebenaran, berbagi kebahagiaan, bersedia menolong orang lain, tidak egois, tidak kasar dan sensitif terhadap perasaan orang lain.

Menurut Freud, kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini ini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak (Erikson, 1968). Faktor lainnya berasal dari lingkungan sekolah. Lembaga PAUD sebagai lembaga sekolah formal yang membantu menerapkan pendidikan berkarakter pada anak-anak usia dini. Di lingkungan sekolah, ada guru dan teman-temannya yang secara langsung berinteraksi dengan anak, lalu mereka saling mengamati dan bahkan bisa juga mengikuti kebiasaan dari temannya tersebut. Oleh karena itu, dalam hal ini yang menjadi self control agar anak tetap memiliki karakter yang baik adalah keluarganya (Prasanti, Ditha. 2018).

Berdasarkan penjelasan di atas keluarga, lingkungan bergaul, dan sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk karakter anak menjadi lebih baik. Prilaku copying yang kerap dilakukan anak menjadi salah satu cara untuk guru memberikan contoh yang baik dalam proses belajar mengajar. Tujuannya agar anak-anak pada usia dini mampu menerapkan dan mencontoh perilaku yang dilakukan oleh guru. Lembaga pendidikan harus menjadikan pendidikan karakter sebagai salah satu visi misi setiap sekolah khususnya pada PAUD di mana anak-anak usia dini mulai mengembangkan proses belajar dan prilaku mereka. Sehingga mampu melahirkan kualitas pelajar yang memiliki prestasi yang baik juga dengan karakter dan akhlak yang baik juga.

 

Bahan bacaan:

  • 2012. Pentingnya Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini. Jurnal pendidikan anak. 1 (2).
  • Cahyaningrum, S, E., Sudaryanti., & Nurtanio, A. P. 2017. Pengembangan nilai-nilai anak usia dini melalui pembiasaan dan keteladanan. Universitas Negeri Yogyakarta. 6 (2).
  • Prasanti, D.,& Dinda, R. F. 2018. Pembentukan Karakter Anak Usia Dini: Keluarga, Sekolah, dan Komunitas. Jurnal Obsesi. 2 (1), 13-19.

Penulis:

Fendra Andes, Niken Melati, Elisa Kurniawati, Intan Suaiba, dan Ernawati T., Mahasiswi Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

Kontak: nikenmelati35(at)gmail.com

Back To Top