Kimia merupakan salah satu ilmu alam yang pusat bahasannya adalah reaksi, sedangkan biokimia merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mengandung irisan antara kimia dan biologi. Biokimia pada umumnya mempelajari berbagai reaksi yang terjadi di sistem hayati atau organisme.
Ketika melakukan suatu reaksi, kita peduli dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan reaksi tersebut seperti reaktan, zat antara, produk, dan juga kondisi-kondisi eksperimen seperti apa yang harus dilakukan agar diperoleh produk yang diinginkan. Kita dapat melakukan pencarian secara sistematis untuk mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi jalannya reaksi tersebut sehingga pada akhirnya diperoleh suatu kondisi reaksi yang optimal. Artinya, produk yang dihasilkan dari reaksi tersebut merupakan hasil yang maksimal.
Evolusi dapat dipahami sebagai suatu perubahan sifat atau karakteristik yang dihasilkan setelah kurun waktu yang lama. Pada organisme, perubahan ini dapat meliputi berubahnya budaya, cara hidup, bahkan bentuk fisik. Di tingkat molekul, evolusi dapat menyebabkan perubahan metabolisme tubuh yang berupa reaksi biokimia tertentu. Evolusi yang terjadi ini juga menjadi salah satu faktor signifikan penyebab keragaman makhuk hidup di dunia.
Manusia masih belum tahu bagaimana alam melakukan seleksi terhadap berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada organisme. Bagaimana suatu reaksi biokimia yang pada umumnya berjalan sangat lambat menjadi singkat karena bantuan enzim sebagai katalis? Manusia masih belum begitu mengerti bagaimana caranya tubuh kita menjadi sangat efisien dalam melakukan aktivitas metabolisme. Namun, manusia bisa percaya bahwa evolusi yang dilakukan alam senantiasa bertujuan untuk optimasi suatu reaksi, sehingga proses biologis dalam suatu organisme berlangsung seefisien mungkin.
Tahun 1993, ketika pertama kali terbit laporan dari Frances H. Arnold, dirinya tidak pernah menyangka bahwa apa yang ia teliti akan menyita perhatian dunia dan mendapatkan hadiah Nobel. Begitu pula dengan George P. Smith dan Sir Gregory P. Winter. Tiga ilmuwan tersebut walaupun melakukan penelitian secara terpisah, konsisten dalam mengembangkan biokimia hingga mencapai titik kulminasi yang dapat diaplikasikan ke berbagai bidang. Topik riset yang dikerjakan para ilmuwan ini selama bertahun-tahun dikenal dengan sebutan evolusi terarah (directed evolution).
Manusia selalu mampu mengambil inspirasi dari alam. Hal itu pula yang dilakukan tiga ilmuwan pemenang hadiah Nobel Kimia 2018. Frances H. Arnold yang fokus utama penelitiannya adalah enzim, mencoba membuat suatu pustaka besar yang berisi kondisi-kondisi reaksi. Pustaka tersebut berfungsi sebagai sumber informasi yang dibutuhkan untuk merekayasa suatu enzim sehingga diperoleh kondisi reaksi optimal untuk menghasilkan produk atau sifat-sifat tertentu.
George P. Smith dari University of Missouri mengembangkan suatu metode yang disebut ‘phage display’ untuk melakukan evolusi terhadap protein, sehingga dapat menghasilkan protein baru yang berbeda sifatnya dari protein awalnya. Phage display merupakan suatu metode di mana suatu virus yang dapat melakukan infeksi pada bakteri menyebabkan perubahan tertentu pada protein dalam bakteri tersebut. Teknik ini juga digunakan oleh Gregory P. Winter untuk memproduksi antibodi di bidang kesehatan, sehingga dapat dibuat antibodi dengan karakteristik tertentu yang disesuaikan untuk memberikan efek terapi pada penyakit tertentu.
Komputasi dan Evolusi Terarah
Kimia komputasi merupakan salah satu cabang kimia yang bermanfaat di berbagai bidang, terutama untuk kesehatan dan obat-obatan. Pada umumnya, komputasi dalam sistem kimia terfokus pada kajian simulasi dinamika molekul atau simulasi rekayasa molekul. Kaitannya dengan evolusi terarah, melalui komputasi kita dapat melakukan kajian rekayasa enzim yang merupakan protein terhadap sifat yang dihasilkan. Hal ini dapat membantu pengembangan ilmu dari evolusi terarah itu sendiri sehingga hasil eksperimen empiris dan hasil eksperimen secara teoretis dapat saling melengkapi.
Khare dkk. (2012) melakukan studi rekayasa suatu enzim yang mengandung logam terhadap reaksi hidrolisis organofosfat dengan harapan diperoleh suatu rancangan protein yang memiliki aktivitas lebih baik dari enzim awalnya (wild type/WT). Protein hasil desain secara teoretis yang telah diperoleh kemudian disintesis dan diuji aktivitas katalitiknya, kemudian dibandingkan dengan aktivitas enzim WT-nya.
Tabel 1. Wild type menunjukkan enzim awal yang belum direkayasa, PT3 dan seterusnya merupakan struktur enzim yang telah direkayasa kemudian disintesis. Sumber: Khare dkk. (2012).
Berdasarkan Tabel 1, kita melihat bahwa enzim yang telah direkayasa atau mengalami evolusi terarah dapat memberikan aktivitas katalitik yang jauh lebih baik dari enzim wild type-nya. Namun, terkadang hasil kajian komputasi memang tidak selalu sesuai yang diharapkan. Lassila dkk. (2005) melaporkan bahwa enzim hasil evolusi terarah memiliki aktivitas yang tidak jauh berbeda dari enzim awalnya. Bahkan terkadang enzim hasil rancangan komputasi tidak memberikan efek sama sekali seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan aktivitas katalitik dari enzim chorismate mutase dengan variannya. Sumber: Lassila dkk. (2005).
Hal ini mengindikasikan bahwa hasil kajian teoretis belum tentu berjalan sesuai harapan ketika dibuktikan dengan eksperimen. Namun, bukan berarti kajian teoretis dapat disepelekan begitu saja. Studi teoretis dapat memberikan pemahaman yang lebih baik ketika kita mampu menerapkannya beriringan dengan studi empiris. Dan juga, apakah yang lebih membahagiakan bagi seorang ilmuwan daripada mampu mengerti tentang fenomena alam sebaik-baiknya?
Hasil ketekunan Frances Arnold, George Smith, dan Gregory Winter telah menunjukkan bahwa kemampuan manusia dalam memahami perilaku alam dengan lebih baik memungkinkan kita untuk memanfaatkannya demi kebaikan sesama. Dua contoh kasus terkait kimia komputasi yang disebutkan dalam artikel ini sedikit banyak menunjukkan kemajuan kimia komputasi dalam memberikan pengembangan terhadap ilmu pengetahuan.
Tidak dapat dipungkiri, baik secara empiris maupun teoretis, studi terhadap bidang evolusi terarah memberikan gebrakan tidak hanya di bidang biokimia, tetapi juga di bidang lainnya. Penerapan evolusi terarah seperti di bidang kesehatan dan obat-obatan hanyalah sedikit contoh dari potensi manfaat evolusi terarah untuk dunia.
Bahan bacaan:
- Khare, S.D., Kipnis, Y., Greisen, P. Jr., Takeuchi, R., Ashani, Y., Goldsmith, M., Song, Y., Gallaher, J.L., Silman, I., Leader, H., Sussman, J.L., Stoddard, B.L., Tawfik, D.S. and Baker, D., 2012, Computational redesign of a mononuclear zinc metalloenzyme for organophosphate hydrolysis, Nature Chemical Biology, 8, 294-300.
- Lassila, J.K., Keefe, J.R., Oelschlaeger, P. and Mayo, S.L., 2005, Computationally designed variants of Eschericia coli chorismate mutase show altered catalytic activity, Protein Engineering & Selection, 18 (4), 161-163.
Penulis:
Viny Alfiyah, mahasiswa di Departemen Kimia, FMIPA, Universitas Gadjah Mada
Kontak: alfiyahviny(at)gmail(dot)com