Negatif × Negatif = Positif?

Mungkin kita cukup familiar dengan kenyataan bahwa bilangan negatif dikalikan dengan bilangan negatif hasilnya adalah bilangan positif. Tetapi, dapatkah kita menjelaskan mengapa hal tersebut benar? Seringkali di sekolah dasar kita tidak diberikan alasan dan hanya mendapatkan indoktrinasi, “Pokoknya begitu.”

Bilangan negatif ditemukan ketika orang hendak memperkenalkan penjumlahan suatu bilangan yang menghasilkan angka nol. Misalkan (–3) + 3 = 0. Di dalam kehidupan sehari-hari, contohnya dalam suatu relasi dagang, orang menganalogikan bilangan negatif dengan “berhutang”. (–4) + 5 = 1 dapat dibaca sebagai “berhutang 4 dibayar 5 sisa 1”. Demikian pula (–4) + (–5) = -9, “berhutang 4 dan berhutang lagi 5 hasilnya berhutang 9”. Bilangan negatif cukup mudah dipahami  di dalam operasi penjumlahan.

Sekarang bagaimana dengan operasi perkalian. (–3) × 4 dapat dikatakan sebagai (–3) ditambah dengan dirinya sendiri sampai 4 kali atau (–3) + (–3) + (–3) + (–3) = –12. Sampai di sini segala sesuatu baik-baik saja.  Namun, keadaan menjadi sedikit lebih rumit jika urutan dibalik. 4 × (–3) tidak dapat kita katakan sebagai 4 ditambah dengan dirinya sendiri sampai (–3) kali. Terdengar sangat aneh, apa artinya –3 kali itu?

Masalah makin rumit jika kedua bilangan sama-sama negatif, (–4) × (–3). Seolah tidak ada analogi yang tepat untuk membahasakan ekspresi perkalian dua bilangan negatif. Akan tetapi, dalam matematika, seringkali kita tidak harus membahasakannya ke dalam bahasa sehari-hari tetapi langsung saja kita “do the math”. Untuk membuat kita memahami perkalian dua bilangan negatif, kita dapat melakukan manipulasi berikut ini.

Misalkan kita ingin menentukan

(–4) × (–3) = ?

Kita tambahkan (+3) pada (–3) sehingga

(–4) × (–3 + 3) = 0.

Kita mengetahui ruas kanan harus nol karena (–3 + 3) = 0. Sekarang kita dapat melakukan perkalian distributif untuk mendapatkan:

(–4)(–3) + (–4)(3) = 0.

Anggap kita tidak mengetahui suku pertama, tetapi untuk suku kedua dapat kita ketahui bernilai -12 dari penjelasan di awal,

(–4) (–3) + (–12) = 0.

Maka, nilai yang tepat supaya persamaan ini konsisten adalah (–4) (–3) = 12.

Dari contoh tersebut, kita telah membuktikan bahwa perkalian dua bilangan negatif akan menghasilkan bilangan positif. Begitulah perkalian dua bilangan negatif didefinisikan sebagai bilangan positif konsisten dengan hukum matematika yang telah kita ketahui berlaku untuk bilangan positif.

Namun, kita tidak boleh langsung berpuas diri. Kita harus melakukan pengecekan apakah yang kita kerjakan di atas selalu benar. Melakukan pengecekan yang mudah adalah dengan menerapkannya dalam permasalahan sehari-hari.

Contoh permasalahannya misalkan kita menguadratkan bilangan, 482. Kita memiliki berbagai macam cara untuk mengerjakannya. Bisa dengan kalkulator atau dengan menghitung langsung. Untuk mempermudah perhitungan biasanya kita lakukan

482 = (40 + 8)2 = 402 + (2)(40)(8) + 82 = 1600 + 640 + 64 = 2304,

yang dalam perhitungan ini kita telah menggunakan rumus binomial (a + b)2 = a2 + 2ab + b2. Kita juga dapat menggunakan dua kombinasi bilangan yang berbeda, yaitu

482 = (50 – 2)2 = 502 + (2)(50)(–2) + (–2)2 = 2500 – 200 + 4 = 2304.

Nah di sini kita menemukan perkalian dua bilangan negatif (–2)2. Dengan menggunakan (–2)(–2) = 4, kita mendapatkan jawaban yang konsisten.

Sekarang bagaimana kita dapat membahasakan suatu operasi perkalian yang melibatkan bilangan negatif? Kita dapat membahasakan pengali dengan “hutang” dan bilangan yang dikalikan dengan “kehilangan” bila bilangan-bilangan tersebut bernilai negatif. Sementara untuk bilangan positif, kita bisa gunakan “piutang” dan “mendapatkan”.

Contoh penerapan:

3 × 4 =  12
→ “Mendapatkan piutang 12, maka untung (+)”.

(–3) × 4 = –12
→ “Mendapatkan hutang 12, maka rugi (-)”.

3 × (–4) = –12
→ “Kehilangan piutang 12, maka rugi (-)”.

(–3) × (–4) = 12
→ “Kehilangan hutang 12, atau ada yang membayarkan hutang kita, maka untung (+)”.

Penulis:
Eddwi Hesky Hasdeo, Peneliti Fisika di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Kontak: heskyzone(at)gmail.com

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top