Teknologi Jendela Pintar Jilid ke-2

Pada artikel majalah 1000guru edisi Mei 2016 yang berjudul “Jendela Pintar”, telah dibahas mengenai teknologi elektrokromik (electrochromic windows). Dengan teknologi ini, aliran listrik digunakan untuk mengatur transparansi cahaya yang masuk ke dalam jendela bangunan. Namun, teknologi jendela pintar (smart windows) bukan hanya terkait elektrokomik, lo. Nah, dalam artikel ini akan dijelaskan contoh jendela pintar lainnya yang mungkin sudah ada di tengah-tengah kehidupan kalian.

Fotokromik (Photochromic)

Berbeda dengan jendela elektrokromik yang memanfaatkan aliran listrik untuk mengatur jenis dan intensitas cahaya yang masuk melalui kaca jendela, jendela fotokromik (photochromic windows) memanfaatkan sinar matahari untuk mengubah warnanya. Untuk itu material yang digunakan pada smart windows harus memiliki sifat photochromism, yakni perubahan warna material ketika terekspos oleh cahaya. Photochromism ini bersifat reversibel, maksudnya reaksinya dapat berlangsung bolak-balik.

Teknologi ini digunakan pertama kali pada lensa fotokromik yang terdapat pada kacamata-UV. Lensa ini mampu berubah menjadi gelap jika terkena sinar ultraviolet (UV) yang berasal dari matahari. Hal ini terjadi karena adanya efek reaksi pada molekul-molekul yang mengalami perubahan bentuk. Bentuk molekul yang baru akan menyerap cahaya tampak sehingga menyebabkan lensa menjadi gelap. Tingkat kegelapan ini sendiri bergantung pada seberapa besar intensitas sinar UV yang diterima. Semakin banyak sinar UV yang mengenai lensa, lensa tersebut akan semakin gelap.

Molekul yang pada umumnya digunakan adalah oxazines dan nanphthopyrans. Akan tetapi, molekul ini sulit diaplikasikan dalam skala yang lebih besar, seperti kaca jendela rumah ataupun kaca pada gedung pencakar langit. Padahal, pengaturan cahaya dalam gedung sangatlah penting karena berdampak terhadap penghematan energi sehingga mampu menekan biaya penggunaan energi. Perlu diketahui bahwa sekitar 60% energi yang hilang pada bangunan dan gedung berasal dari dinding dan jendela sehingga para peneliti berlomba-lomba mencari material yang mampu mengatur intensitas cahaya sekaligus mengatur transmisi panas dalam bentuk cahaya inframerah.

Vanadium dioksida (VO2) menjadi material yang paling menjanjikan untuk diaplikasikan pada jendela pintar karena memiliki temperatur kritis sekitar 68oC. Lewat dari suhu tersebut, material ini akan berubah bentuk atau fase, dari fase yang bersifat insulator dan transparan terhadap cahaya inframerah menjadi fase yang memantulkan inframerah. Sifat dari VO2 sendiri sangat mampu diaplikasikan pada daerah beriklim subtropis seperti Jepang. Jika temperatur kritisnya dapat diturunkan sekitar 32oC (suhu rata-rata ketika musim panas), saat berada di dalam gedung kita akan merasakan dingin di musim panas, dan merasa hangat ketika musim dingin. Pada penerapannya, VO2 dibuat menjadi thin film (lapisan tipis) yang melapisi substrat kaca. Keren, bukan?

Ilustrasi penggunaan photochromic material untuk kaca jendela rumah (Sumber gambar: nitto.com).

Jendela pintar multifungsi

Saat generasi jendela pintar masih belum pudar, ada banyak ide yang lebih gila. Salah satunya adalah menggabungkan beberapa sifat unggul dari beberapa material sebagai aplikasi dari multifunctional smart windows. Nantinya jendela ini tidak hanya memiliki satu fungsi saja, melainkan beberapa fungsi yang salah satunya adalah sebagai pengatur jenis dan intensitas cahaya sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Bisa jadi di masa depan jendela rumah kaca kita dapat berubah warna dengan sendirinya, atau bahkan dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik. Menarik bukan kalau kita bisa menonton TV dari jendela rumah kita?

Saat ini para ilmuwan tengah mengembangkan jendela yang memiliki sifat fotokromik serta self-cleaning sekaligus. Jendela tersebut mampu membersihkan kotoran dan debu yang menempel dengan sendirinya. Material yang digunakan pada jendela pintar tipe ini adalah komposit KxWO3 dan F-TiO2. KxWO3 memiliki fungsi sebagai tameng inframerah yang mencegah sinar inframerah masuk dan keluar dari jendela rumah, seperti halnya VO2 saat bertransformasi menjadi fasa yang memantulkan inframerah, sedangkan F-TiO2 berfungsi sebagai self-cleaning material.

F-TiO2 menyerap radiasi sinar UV dari cahaya matahari yang menyebabkan terjadinya efek fotokatalitik. Fotokatalitik akan mengubah uap air (H2O) yang berada di udara serta menghasilkan radikal bebas berupa gugus hidroksil (OH) yang mampu membersihkan kotoran pada kaca jendela sehingga air hujan akan dengan mudah membersihkan kotoran yang menempel pada kaca dengan memanfaatkan ikatan hidrogen antara molekul air dan gugus hidroksil yang telah bereaksi dengan kotoran. Kelebihan lain dari F-TiO2 adalah sifatnya yang hidrofobik, atau takut dengan air sehingga molekul air dari hujan cenderung mengalir langsung tanpa harus menempel lama pada jendela. Agar jendela tetap transparan, lagi-lagi material komposit ini harus dilapis setipis mungkin pada substrat kaca. Ketebalan idealnya sekitar 15 nanometer atau 15 x 10-9 meter.

Ilustrasi penggunaan jendela pintar multifungsi untuk kaca jendela rumah.

Meskipun demikian, penggunaan teknologi jendela pintar ini masih dibayangi dengan biaya pemasangan yang tinggi. Penggantian kaca-kaca pada gedung juga tidak mungkin dilakukan secara menyeluruh. Saat ini, secara luas penggunaan teknologi jendela pintar dinilai belum kondusif. Namun, ke depannya ide ini mudah-mudahan akan mampu diterapkan.

Bahan bacaan:

Penulis:
Angga Hermawan, Mahasiswa S2 di Environmental Inorganic Material Chemistry, Tohoku University, Jepang. Kontak: anggahermawan(at)gmail(dot)com.

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top