Pernahkah teman-teman mendengar mengenai air asam tambang, proses terbentuknya, serta dampaknya terhadap lingkungan? Salah satu permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan adalah air asam tambang (AAT).
Air asam tambang atau acid mine drainage adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebutkan air lindian (leachate), rembesan (seepage) atau aliran (drainage). Air ini terjadi akibat pengaruh oksidasi alamiah mineral sulfida (mineral belerang) yang terkandung dalam batuan yang terpapar selama penambangan. Proses ini menghasilkan air yang mempunyai pH rendah yang berpotensi melarutkan logam-logam berat dari batuan yang dilaluinya. Jika air asam tambang telah terbentuk, prosesnya akan sulit untuk dihentikan, karena merupakan suatu proses yang berkelanjutan sampai salah satu reaktannya habis.
Perlu diketahui, air asam sebenarnya tidak saja terbentuk akibat kegiatan penambangan saja. Bahkan, setiap kegiatan yang berpotensi menyebabkan terbuka dan teroksidasinya mineral sulfida, akan menyebabkan terbentuknya air asam. Beberapa kegiatan seperti pertanian, pembuatan jalan dan drainase, dan pengolahan tanah lainnya pada areal yang mengandung mineral belerang, tentu akan menghasilkan air asam. Karakteristiknya pun sama dengan air asam tambang.
Berikut ini beberapa jenis mineral sulfida yang bila teroksidasi akan menimbulkan AAT.
Mineral | Komposisi |
Pyrite | FeS2 |
Marcasite | FeS2 |
Chalcopyrite | CuFeS2 |
Chalcocite | Cu2S |
Sphalerite | ZnS |
Galena | PbS |
Millerite | NiS |
Pyrrhotite | Fe1-xS (0< x <0.2) |
Arsenopyrite | FeAsS |
Lalu, bagaimana proses air asam tambang tersebut dapat terbentuk?
Faktor pembentuk air asam tambang merupakan faktor yang memegang peranan dalam mempengaruhi laju oksidasi pirit (FeS2), yaitu: luas permukaan reaksi dari pirit, bentuk sulfur pirit, pH dari larutan, katalisator dan kehadiran bakteri thiobacillus.
Luas permukaan reaksi pirit bergantung pada jumlah pirit yang terdapat dalam batuan atau batu bara. Semakin banyak jumlah pirit semakin besar potensi asam yang dihasilkan. Bentuk sulfur yang paling potensial menghasilkan AAT adalah sulfida (pirit) yang pada umumnya terdapat dalam batu bara. Sulfur organik dan sulfat biasanya dijumpai dalam jumlah kecil pada batu bara dan kurang reaktif dalam pembentukan AAT.
Air yang mempunyai pH rendah akan mempercepat proses pembentukan besi-feri yang akan menjadi katalisator proses oksidasi besi-sulfida menghasilkan AAT. Kondisi abiotik perubahan besi(II) atau besi-fero menjadi besi(III) atau besi-feri berjalan lambat, tetapi dengan adanya bakteri thiobacillus proses oksidasi besi-fero akan berlangsung cepat, sehingga pembentukan AAT juga meningkat.
Air asam tambang merupakan air yang bersifat asam dan mengandung senyawa logam terlarut terutama Fe dan senyawa sulfat yang terbentuk akibat teroksidasinya lapisan batuan yang mengandung pirit atau teroksidasinya lapisan batu bara.
Batuan dan batu bara yang mengandung mineral besi sulfida bila teroksidasi akan melepaskan besi-fero dan ion sulfat asam. Besi-fero selanjutnya teroksidasi membentuk besi-feri, yang kemudian terhidrolisis membentuk feri-hidroksida dan asam. Besi-feri berperan sebagai katalisator penguraian besi sulfida membentuk besi-fero, sulfat dan asam dalam jumlah yang besar. Di bawah ini tahapan reaksi proses terjadinya air asam tambang.
Tahap I: FeS2 + 7/2 O2 + H2O → Fe2+ + 2SO42- + 2H+
Pyrite + Oxygen + Water → Ferrous Iron + Sulfate + Acid
Reaksi pertama adalah reaksi pelapukan dari pyrite (pirit) disertai proses oksidasi. Sulfur dioksidasi menjadi sulfat dan besi-fero dilepaskan.
Tahap II: Fe2+ + ¼ O2 + H+ → Fe3+ + ½ H2O
Ferrous Iron + Oxygen + Acidity → Ferric Iron + Water
Reaksi kedua terjadi konversi dari besi-fero menjadi besi-feri yang mengkonsumsi satu mol keasaman. Laju reaksi lambat pada pH < 5 dan kondisi abiotik. Bakteri thiobacillus akan mempercepat proses oksidasi. Thiobacillus Ferrooxidans adalah suatu bakteri gram-negative, acidophilic, autotropic yang mampu menggunakan besi atau berbagai senyawa sulfur tereduksi sebagai sumber energi (Vishniac dalam Wijayanti, 2002). Mikroorganisme ini telah menunjukkan peranannya yang besar dalam menghasilkan air asam tambang. Mikroorganisme ini juga mampu mengoksidasi ion besi dalam bentuk fero menjadi feri.
Tahap III: Fe3+ + 3H2O → Fe (OH)3 + 3H+
Ferric Iron + Water → Ferric Hydroxide (yellowboy) + Acid
Reaksi ketiga adalah hidrolisis dari besi. Hidrolisis adalah reaksi yang memisahkan molekul air. Tiga mol keasaman dihasilkan dari reaksi ini. Pembentukan presipitasi ferri hidroksida tergantung pH, yaitu lebih banyak pada pH di atas 3,5.
Tahap IV: FeS2 + 14Fe3+ + 8H2O → 15Fe2+ + 2SO42- + 16H+
Pyrite + Ferric Iron + Water → Ferrous Iron + Sulfate + Acid
Reaksi keempat adalah oksidasi lanjutan dari pirit oleh besi ferri. Ini adalah reaksi propagasi yang berlangsung sangat cepat dan akan berhenti jika pirit atau besi ferri habis. Agen pengoksidasi dalam reaksi ini adalah besi-feri.
Lalu, apa dampak yang ditimbulkan dari AAT pada lingkungan?
Dampak yang dapat ditimbulkan akibat AAT adalah terjadinya pencemaran lingkungan. Komposisi atau kandungan air di daerah yang terkena dampak tersebut akan berubah sehingga dapat mengurangi kesuburan tanah, mengganggu kesehatan masyarakat di sekitarnya, dan dapat mengakibatkan korosi pada peralatan tambang. Derajat keasaman tanah yang telah tercemar oleh air asam tambang ini akan semakin meningkat sehingga tanaman tidak dapat tumbuh karena derajat keasamannya terlalu tinggi.
Lebih jauh, ada peningkatan konsentrasi TSS (Total Suspended Solid) akibat tingginya air limpasan yang membawa tanah tererosi yang dapat mengganggu penetrasi sinar matahari dalam sungai yang membawa dampak lanjutan berupa gangguan proses fotosintesis biota perairan. Selain itu, akibat partikel yang mengendap akan mengganggu proses respirasi biota dasar.
Logam yang terlarut terbawa oleh air tanah (run off) ke perairan umum menyebabkan pencemaran air permukaan. Bila merembes ke dalam tanah terjadi pencemaran air tanah. Logam-logam tersebut jika masuk dalam rantai makanan akan terakumulasi dalam tumbuhan dan atau hewan, mengakibatkan bioakumulasi dalam tubuh manusia yang memakannya dan menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan.
Bahan bacaan:
- Abimanan, Bandar, dkk. 2012. Air Asam Tambang. Universitas Sriwijaya.
- Fajrin, Andi Muhammad. Pengelolaan Air Asam Tambang. http://wwwenvdept-environmental.blogspot.co.id/p/air-asam-tambang.html
- Santiago Pozo-Antonio, Iván Puente-Luna, Susana Lagüela-López & María Veiga-Ríos. Techniques to correct and prevent acid mine drainage: A review.
- Madiutomo Nendaryono, IR, dkk. 1998/1999. Rekontruksi Sistem Penirisan dalam Penanggulanagan Air Asam Tambang di Tambang Batu bara KUD Penerus Baru Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung.
- Wijanyanti, Retno. Oksidasi Ion Fero pada Air Tambang dengan Bakteri Pengokdiasi Besi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung
Penulis:
Leni Nurliana, Pusdiklat Mineral dan Batu Bara. Kontak: leni.sayuthi(at)gmail(dot)com.