Pemanfaatan Virtual Reality di Bidang Medis

Jean Baudlillard (1981), seorang penulis sekaligus filsuf, pernah mengutarakan suatu istilah Simulacra. Ini adalah suatu masa ketika dunia nyata akan bercampur dengan dunia yang tidak nyata, masa depan bercampur dengan masa lalu, dan keaslian bercampur dengan kepalsuan. Sepertinya konsep simulacrum tersebut mulai menjadi nyata karena menurut TechIn Asia tahun 2016 adalah tahunnya Virtual Reality.

Apa itu Virtual Reality (VR)?

VR merupakan suatu teknologi visual yang subjek atau penggunanya akan berhadapan dengan suatu objek yang bersifat virtual (maya) tetapi seolah nyata dan dapat berinteraksi di dalamnya. Pengguna dapat melakukan suatu aktivitas yang sama berulang-ulang di dalam VR tanpa takut objek di dalam dunia VR rusak.

VR berkembang sejak tahun 1970-an dan memiliki beberapa jenis. Yang paling sering ditemui dalam dunia kerja adalah jenis Cave dan HMD (Head Mounted Display). Dalam pendidikan, para pilot sering menggunakan alat seperti video game berupa kabin pilot yang mensimulasikan sensasi menerbangkan pesawat sesungguhnya, ini merupakan contoh VR jenis Cave. Sedangkan jenis HMD biasanya digunakan sebagai simulator untuk pekerjaan di bidang teknik.

Teknologi VR terus berkembang dan semakin terjangkau di tahun 2014. Beberapa perusahaan besar di bidang IT mengenalkan produk-produk baru jenis HMD, di antaranya Google dengan VR cardboard-nya, Samsung dengan VRGear, Sony dengan Morpheus, Facebook dengan Oculus Rift-nya dan masih banyak lagi.

Beberapa jenis headset VR di pasaran saat ini.
Beberapa jenis headset VR di pasaran saat ini.

Lalu Apa Manfaat VR di Bidang Medis?

Dunia medis sudah memanfaatkan VR sejak tahun 1990-an berupa alat simulasi laparoskopi dan endoskopi. Sebuah penelitian di tahun 2015 yang dilakukan Rotberg dkk. tentang penggunaan VR dalam pendidikan dokter spesialis bedah saraf menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan motorik peserta didik yang lebih baik.

Penggunaan VR untuk terapi prajurit yang mengalami PTSD.
Penggunaan VR untuk terapi prajurit yang mengalami PTSD.

Di bidang psikiatri, VR digunakan sebagai media psikoterapi prajurit-prajurit yang mengalami Post Trauma Stress Disorder (PTSD) setelah kembali dari medan perang. Selain itu, VR juga dapat digunakan sebagai terapi pengalih rasa sakit (pain distractor) pada pasien luka bakar yang sedang menjalani perawatan luka. Beberapa universitas di luar negeri juga telah menggunakan VR sebagai media belajar etika dan kemampuan komunikasi dengan pasien virtual dalam pendidikan kedokteran.

Penggunaan VR pada terapi luka bakar.
Penggunaan VR pada terapi luka bakar.

Pada bulan Januari 2016, Nicklaus Hospital di Amerika Serikat memanfaatkan VR sederhana dengan menggunakan Google Cardboard untuk memandu dokter bedah dalam bedah jantung anak. Dengan bantuan VR ini citra radiologi berbentuk 3 dimensi dapat membantu dokter untuk menentukan lokasi mana saja yang perlu dilakukan pembedahan.

Pemanfaatan VR Cardboard untuk bedah jantung anak. Sumber gambar: CNN.
Pemanfaatan VR Cardboard untuk bedah jantung anak. Sumber gambar: CNN.

Sebagai salah satu negara dengan pengguna smartphone terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi dalam pengembangan teknologi VR ini. Hal ini ditunjang dengan adanya piranti lunak yang dapat digunakan dengan gratis seperti Google Cardboard SDK. Pembuatan konten VR untuk bidang medis dapat dimulai dari membuat aplikasi simulasi promosi kesehatan masyarakat, membuat simulasi bahan ajar bagi mahasiswa yang sedang mengambil rumpun ilmu kesehatan, atau aplikasi yang dapat membantu dokter dalam tindakan medis seperti contoh bedah jantung di atas.

Dengan demikian, diharapkan penggunaan VR diharapkan dapat menunjang kemampuan, keahlian, serta pengetahuan penggunanya. Selamat datang di era VR, mari kita manfaatkan teknologi ini untuk kehidupan yang lebih baik.

Bahan bacaan:

Penulis:
Penggalih Mahardika Herlambang, Dokter umum, Mahasiswa Pascasarjana Teknik Informatika Peminatan Informatika Medis, Universitas Islam Indonesia. Kontak: pmherlambang(at)gmail.com.

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top