ASI dan Hak Asasi

Air susu ibu (ASI) penting diberikan setelah bayi lahir hingga sekurangnya usia bayi 6 bulan. Hal ini dikarenakan kandungan gizi ASI sangat lengkap dan mudah diserap oleh tubuh sehingga bayi yang mendapatkannya dapat mencernanya dengan sempurna. Menurut World Health Organization (WHO), ASI menyediakan semua nutrisi yang diperlukan oleh bayi karena mengandung komponen makronutrien, karbohidrat, protein, dan lemak serta mikronutrien berupa vitamin dan mineral ditambah air sehingga bayi sudah tercukupi kebutuhannya selama enam bulan pertama tanpa perlu minuman atau makanan tambahan lain. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika tanggal 1-7 Agustus ditetapkan sebagai Pekan ASI Internasional.

Dalam rangka mencapai pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal ASI perlu diberikan secara eksklusif tanpa tambahan asupan nutrisi lainnya seperti makanan tambahan, susu formula, ataupun air putih, kecuali obat-obatan atau mineral tetes hingga bayi berusia 6 bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak usia 2 (dua) tahun dengan makanan pendamping ASI yang sesuai. Menurut WHO, pemberian ASI secara eksklusif hingga usia 6 bulan memberikan berbagai keuntungan dari segi kesehatan, yaitu bayi tidak mengalami kekurangan gizi, kekebalan tubuh lebih terjaga, terhindar dari intusepsi usus akibat pemberian makanan pendamping ASI ( MPASI), dan lebih tahan terhadap alergi. Sayangnya, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan di masyarakat masih kurang diperhatikan.

Mengingat pentingnya pemberian ASI eksklusif, pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan, yaitu  Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 450/ MENKES/SK/VI/2004 tentang Pemberian ASI secara Eksklusif di Indonesia, Undang-Undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 128 ayat 2 dan 3 dengan ketentuan pidananya yang diatur pada pasal 200, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) nomor 33 tahun 2012 bab III tentang Pemberian Air Susu Ibu eksklusif yang berbunyi: “Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya”.

Dalam peraturan-peraturan tersebut juga dikeluarkan peraturan lain yang mendukung terlaksananya program ASI eksklusif, seperti penyediaan tempat memerah dan menyusui, peraturan mengenai inisiasi menyusui dini (IMD), pengendalian pemberian susu formula tanpa indikasi medis, dan peraturan yang ditujukan kepada tenaga kesehatan dan masyarakat untuk mendukung program ASI Ekskusif. Akan tetapi, pada realitanya pemberian ASI dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari segi ibu, keluarga, dan dukungan dari lingkungan masyarakat.

Motivasi Ibu

Faktor internal dari segi ibu merupakan hal yang sangat berpengaruh karena bagaimanapun juga pemberian ASI secara eksklusif sangat bergantung kepada sang ibu. Pengetahuan akan pentingnya pemberian ASI eksklusif merupakan hal yang harus diketahui seorang ibu. Namun, masih banyak ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif dikarenakan tidak mengetahui manfaatnya. Seringkali merasa pun tidak percaya diri jika tidak memberikan susu formula kepada anaknya. Padahal, menurut berbagai penelitian ASI eksklusif selama 6 bulan memiliki keuntungan.

ASI merupakan satu-satunya makanan yang dapat diserap secara sempurna oleh pencernaan bayi di bawah 6 bulan sehingga gizi yang terdapat di dalamnya dapat digunakan secara sempurna oleh tubuh. Seringkali kita temui bayi yang mengalami diare karena ketidakcocokan susu formula yang seringkali disebut dengan intoleransi laktosa. Belum lagi pemberian susu formula yang terlalu pekat atau terlalu encer dapat mempengaruhi kandungan gizi di dalamnya. Hal tersebut tidak akan terjadi pada pemberian ASI.

Selain kurangnya pengetahuan, ibu yang  bekerja seringkali menjadi alasan bahwa ibu terpisah dari bayinya sehingga tidak dapat menyusui. Mereka kemudian memberikan susu formula ke anaknya dengan alasan kepraktisan. Padahal, dengan teknologi saat ini, terdapat berbagai peralatan yang mendukung pemberian ASI eksklusif yang diawasi oleh pemerintah. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan  Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, pasal 3 poin (f) yang berbunyi “ Pemerintah bertanggung jawab  dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan ASI Eksklusif

Teknologi seperti breast pump yang dapat digunakan untuk memerah ASI dari payudara dengan cepat, cooler bag yang dilengkapi dengan ice gel digunakan sebagai tempat penyimpanan ASI yang tahan hingga 12 jam pun mulai dikembangkan. ASI perah (ASIP) pun dapat disimpan disimpan di dalam freezer dan bertahan hingga 6 bulan dengan syarat tertentu jika tidak langsung diminumkan kepada bayi.

Pada kenyataannya, teknologi tersebut tidak serta merta memberi kemudahan ibu yang bekerja untuk memerah ASI. Kendala berikutnya muncul ketika tidak semua tempat bekerja menyediakan ruangan khusus untuk memerah ASI, padahal tempat bekerja seharusnya mempunyai ruangan khsus yang mendukung program ASI eksklusif seperti yang tercantum dalam Peraturan  Pemerintah Republik Indonesia  Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pasal 30 ayat (3) yang berbunyi, ”Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan”.

Hal tersebut juga diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Menteri Kesehatan, yaitu Peraturan No.48/MEN/PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008, dan 1177/MENKES/PB/XII/2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja.

Hal tersebut seringkali membuat ibu yang bekerja terpaksa memerah ASI di toilet yang tidak steril. Tentu saja hal tersebut memicu keengganan bagi sang ibu ditambah pula agar ASI tetap dapat keluar maka proses pemerintahan seharusnya dilakukan setiap 2-3 jam sekali disesuaikan dengan waktu laktasi sebenarnya. Ibu bekerja yang sibuk dan tidak memiliki kesempatan melakukan hal tersebut menganggap memerah ASI menjadi hal yang membosankan dan tidak praktis.

Bagi ibu yang tidak bekerja keengganan memberikan ASI adalah ketika mengalami permasalahan seperti ASI yang keluar tidak cukup banyak atau teknik menyusui yang salah. Pada kasus tersebut sebaiknya ibu langsung berkonsultasi dengan konselor laktasi atau dokter spesialis anak sehingga tidak serta merta langsung memberikan susu formula kepada bayinya tanpa indikasi medis.

Dukungan dari Tenaga Kesehatan

Lingkungan juga berperan dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Tempat melahirkan serta penolong persalinan merupakan sarana kesehatan yang memberikan andil. Telah banyak tempat persalinan dan penolong persalinan yang membantu mengajarkan cara menyusui, memberikan saran, masukan, dan informasi mengenai pentingnya ASI eksklusif.

Akan tetapi, alangkah baiknya jika tenaga kesehatan tidak hanya membekali informasi dan pengetahuan mengenai ASI, tetapi juga ikut memantau lebih lanjut tentang proses dan problema menyusui. Hal ini cukup penting dikarenakan seringkali sang ibu enggan dan bingung ke mana dirinya harus berkonsultasi mengenai problema menyusui yang dihadapinya,terlebih lagi jika orang atau lingkungan di sekelilingnya tidak pro dengan pemberian ASI eksklusif.

Dukungan tenaga kesehatan untuk ibu menyusui. Sumber gambar: https://dianramadhani.files.wordpress.com/
Dukungan tenaga kesehatan untuk ibu menyusui. Sumber gambar: https://dianramadhani.files.wordpress.com/

Selain itu, tenaga kesehatan perlu menginformasikan kepada semua ibu yang baru melahirkan untuk memberikan ASI eksklusif dengan mengacu pada 10 langkah keberhasilan menyusui. Tenaga kesehatan juga sebaiknya tidak mempromosikan susu formula di luar indikasi medis sehingga mengganggu suksesnya program ASI eksklusif sebagaimana tercantum dalam Pemerintah Republik Indonesia  Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pasal 17 ayat (1) dan (2).

Dukungan Lingkungan dan Masyarakat

Dukungan dari suami dan keluarga merupakan faktor eksternal yang penting. Hal tersebut seperti yang tercantum dalam Undang- Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 128 ayat 2 dan 3 yang berbunyi, “Selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum. Dukungan baik psikis, materi,waktu,dan tenaga merupakan hal yang cara penyimpanan ASIP,cara pemberian ASI dan ASIP dan sebagainya.

Dukungan keluarga dan teman untuk ibu menyusui. Sumber gambar: https://dessyana.files.wordpress.com/
Dukungan keluarga dan teman untuk ibu menyusui. Sumber gambar: https://dessyana.files.wordpress.com/
Dukungan di tempat kerja untuk ibu menyusui. Sumber gambar: https://dessyana.files.wordpress.com/
Dukungan di tempat kerja untuk ibu menyusui. Sumber gambar: https://dessyana.files.wordpress.com/

Keberhasilan program ASI eksklusif sedikit banyak juga dipengaruhi oleh pengendalian iklan susu formula yang beredar di masyarakat. Promosi susu formula untuk bayi berusia kurang dari 6 bulan telah dilarang oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pasal 19. Meskipun susu formula untuk bayi (usia di bawah 12 bulan) dilarang, tetapi gencarnya iklan mengenai susu formula untuk anak di atas usia 1 tahun membuat banyak orang tua yang menganggap bahwa susu formula lebih baik daripada ASI apalagi jika disertai dengan zat-zat tambahan seperti AA dan DHA. Oleh karena itu, pengendalian iklan susu formula bagi segala usia sebaiknya dikendalikan dan tidak berlebihan.

Kompleksnya faktor yang mempengaruhi suksesnya pemberian ASI secara eksklusif kepada bayi selama 6 bulan menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua. Hal tersebut dikarenakan pemberian ASI tersebut merupakan hak anak untuk disusui dan hak seorang ibu untuk menyusui. Oleh karena itu, dukungan dari segala pihak diperlukan agar program pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dapat tercapai.

Bahan bacaan:

  • 2001. Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI tahun 2001-2005.Makalah disampaikan pada Workshop Peningkatan Pemberian ASI. Jakarta .
  • Hendarto A. dan Pringgadini K. 2008. Nilai Nutrisi Air Susu Ibu. In : IDAI.Bedah ASI : Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, p: 46.
  • Matondang C.S., Munatsir Z., Sumadiono. 2008. Aspek Imunologi Air Susu Ibu.In : Akib A.A.P.Jakarta
  • Munasir Z., Kurniati N (eds). Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak, Edisi II. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, pp: 189-202.
  • Roesli U. 2005. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya, pp: 3-35.
  • World Health Organization (WHO). Alasan medis yang dapat diterima sebagai dasar penggunaan pengganti ASI. Jenewa, Swiss. www.who.int/child_adolescent_health/
  • Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
  • KEPMENKES NO 450/MENKES/SK/VI/2004 tentang Pemberian ASI Secara Eksklusif di Indonesia
  • Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Menteri Kesehatan No.48/MEN/PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008, dan 1177/MENKES/PB/XII/2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
  • Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia. aimi.org
  • Ikatan Dokter Anak Indonesia. idai.or.id

Penulis:
Rani Tiyas Budiyanti, Dokter umum dan Mahasiswa Pascasarjana Hukum Kesehatan UNS.

Back To Top