Life is chemistry, and there is no life without chemistry! Begitulah kutipan yang selalu diberikan oleh Prof. Utoro Yahya kepada mahasiswanya di UGM. Benar saja, lihat benda atau barang-barang di sekeliling kita, semuanya tersusun atas gabungan molekul yang memiliki sifat, bentuk, dan warna yang berbeda-beda. Bahkan, sistem tubuh kita pun semuanya tak luput dari salah satu contoh ilmu kimia.
Secara tidak sadar, kita telah mengamati perubahan-perubahan yang terjadi di sekeliling kita, seperti melihat perkembangan anak kita, teman kita, orang tua kita yang dari hari ke hari, bulan ke bulan hingga tahun ke tahun semakin mendewasa dan menua. Perubahan tersebut merupakan dampak dari terjadinya reaksi kimia di dalam tubuh secara perlahan. Tahapan-tahapan dari perubahan tersebut dapat kita amati dengan mata telanjang tanpa memerlukan alat bantu.
Lalu, bagaimana dengan reaksi kimia yang memiliki waktu reaksi sangat cepat? Misalnya, reaksi yang terjadi pada ledakan bom, reaksi pembakaran dan reaksi-reaksi lain yang memiliki laju reaksi sangat cepat. Kita hanya mampu melihat dampak akhir dari terjadinya reaksi tersebut, dan tahapan apa yang terjadi pada reaksi tersebut sehingga bisa meledak, tidak bisa kita lihat secara kasat mata.
Bicara mengenai reaksi kimia, yang terjadi ialah suatu perubahan unsur-unsur atau molekul ke bentuk struktur molekul yang memiliki keseimbangan tertentu. Jika reaksi telah mencapai kesetimbangan, berarti reaksi telah membentuk produk tertentu dengan persentase tertentu pada waktu yang tertentu pula. Sebelum produk terbentuk, reaksi akan terjadi melalui tahapan-tahapan tertentu, yang biasa disebut sebagai senyawa perantara (intermediate compound).
Senyawa perantara memiliki waktu paruh yang sangat pendek dan tingkat energi yang lebih tinggi daripada reaktan dan produknya. Oleh karena tingginya tingkat energi yang dimiliki, senyawa ini memiliki kestabilan yang rendah. Ketidakstabilan inilah yang membuat senyawa ini tidak bisa diisolasi, dimurnikan, ataupun dideteksi dengan instrumen penganalisis senyawa tertentu, seperti NMR (nuclear magnetic resonance), GC (gas chromatography), maupun HPLC (high performance liquid chromatography).
Jika identitas senyawa perantara dari suatu reaksi, mekanisme suatu reaksi tidak dapat diketahui secara pasti. Namun, seorang peneliti kelahiran Mesir yang sekarang berdomisili di Amerika, Ahmed H. Zewail, berhasil menemukan sebuah metode untuk menangkap rekam jejak suatu reaksi, yang sangat terkenal dengan istilah femtochemistry. Atas penemuannya yang spektakuler ini, beliau menerima hadiah Nobel Kimia pada tahun 1999.
Femtochemistry di sini dapat dimaknai sebagai cabang ilmu kimia yang mempelajari reaksi kimia serta perubahan yang menyertainya dalam skala waktu femtosecond (fs, 1 fs=10-15 s). Wow, angka yang fantastis kecilnya bukan? Ya, dengan belajar femtochemistry, kita bisa mengetahui pergerakan atomik dalam suatu reaksi secara aktual dan dapat diamati dalam skala fs.
Mungkin teman-teman akan berpikir, mengapa harus skala femto agar tahapan reaksi dapat diketahui? Hal ini dikarenakan kecepatan pergerakan atom diketahui mencapai ~ 1 km/s (103 m/s) dan panjang ikatan kimia suatu molekul diketahui berdimensi angstrom (Å, 1 Å=10-10 m). Artinya, waktu rata-rata dinamika pergerakan molekul berkisar 100 fs. Dengan resolusi waktu mencapai dimensi fs, kita dapat mengamati proses bagaimana terjadinya transformasi bentuk geometri suatu molekul, ikatan kimia reaktan yang rusak, serta pembentukan kembali ikatan kimia yang baru untuk membentuk produk.
Untuk dapat melihat pergerakan molekul yang terjadi dalam suatu reaksi, Ahmed H. Zewail menggunakan perangkat yang disebut laser femtochemistry. Perangkat ini menggunakan laser berkecepatan tinggi dan dilengkapi dengan kamera yang mampu menangkap setiap pergerakan molekul dalam waktu sangat singkat. Teknik ini membutuhkan resolusi yang memadai dan sinkronisasi antara waktu dengan bentuk geometri dari suatu molekul. Hal inilah yang dijadikan dasar sebagai prinsip femtochemistry dan merupakan salah satu sistem analogi dari bidang fotografi.
Pergerakan material makroskopik tentu saja akan berbeda dengan pergerakan dalam skala molekuler. Diperlukan konsep baru untuk memahami pergerakan molekul yang sedang terjadi dalam suatu reaksi. Prinsip ketidakpastian yang terjadi pada dinamika atom dan sifat dualisme gelombang-partikel perlu dipertimbangkan agar dapat menentukan bentuk geometri secara tepat.
Observasi pergerakan molekul pada suatu sistem reaksi tidak hanya memperhitungkan sifat gelombang-partikel dari satu molekul, tetapi sifat dualisme gelombang-partikel jutaan molekul juga perlu diperhatikan. Oleh karena itu, pada saat ini para peneliti telah mencoba menggabungkan berbagai macam teknik analisis lain seperti spektrometri massa (mass spectrometry), laser yang diinduksi dengan flourescence, dan teknik optik yang lainnya agar validasi hasil yang diperoleh lebih baik.
Saat ini femtochemistry telah dikembangkan ke berbagai macam aplikasi, tidak hanya ikatan kovalen saja yang berhasil diamati pergerakannya dalam suatu reaksi, tetapi juga ikatan ionik, ikatan logam, dan bahkan ikatan lemah seperti interaksi hidrogen dan interaksi van der Waals bisa diamati melalui konsep femtochemistry. Konsep ini juga telah dikembangkan ke berbagai macam senyawa kompleks, protein, hingga DNA. Berbagai macam fase zat seperti padat, cair, dan gas juga tak luput dari pengembangannya sehingga berbagai macam proses pembentukan material nanopartikel dan nanocluster telah berhasil diinvestigasi.
Selain femtochemistry saja, belakangan istilah femtobiology sudah digunakan di cabang ilmu biologi. Prediksi penulis, suatu saat di masa depan nanti akan muncul istilah cabang ilmu baru bernama “femtoscience”. Ini adalah cabang ilmu yang terdiri dari berbagai disiplin sains yang sama-sama menggunakan teknologi berskala waktu femtosecond. Bagaimana, menarik bukan?
Bahan bacaan:
- Zewail, A. H., Baskin, J. S., Freezing Atomic in Motion: Principle of Femtochemistry and Demonstration by Laser Stroboscopy, Chem. Educt. 78, 737-751 (2001).
- Zewail, A. H., Femtochemistry: Atomic-Scale Dynamics of the Chemical Bond, Phys. Chem. A 104, 5660-5694 (2000).
- Zewail, A. H., Past, present, and future, Pure Appl. Chem. 72, 2219-2231 (2000).
Penulis:
Wahyu Satpriyo Putro, mahasiswa master di Department of Applied Chemistry and Biotechnology, Chiba University, Jepang. Kontak: wahyu_kim07(at)yahoo(dot)com.