Teman-teman pasti sudah banyak yang familiar dengan istilah fotosintesis, bukan? Itu lho, proses pembentukan zat makanan atau energi dengan menggunakan air dan karbon dioksida yang dibantu oleh sinar matahari. Juga, tak ketinggalan “mesin” fotosintesisnya, yaitu klorofil (pigmen hijau), yang terdapat dalam kloroplas yang biasanya dimiliki tumbuhan dan alga. Selain tumbuhan dan alga, beberapa jenis bakteri pun memiliki klorofil sehingga mampu berfotosintesis.
Nah, jangan-jangan ada yang menyeletuk dan bertanya di belakang, “Memangnya makhluk hidup lain tidak ada ya yang punya klorofil?” Jawabannya, ada! Tahukah kalian, hewan juga ada yang memliki klorofil lho! Jadi, mereka pun bisa berfotosintesis ria. Penasaran? Yuk simak lebih lanjut dalam artikel ini!
Zamrud Elysia dari Timur, Si Pencuri Kloroplas
Julukannya yang keren,“Zamrud Elysia dari Timur”, tak membuat hewan ini serta merta berperilaku baik layaknya para pembaca majalah 1000guru. Pasalnya, siput laut hijau bernama latin Elysia chlorotica ini ternyata hobi mencuri! Ckckck…
Tak tanggung-tanggung, siput laut hijau adalah pencuri kloroplas termasyhur di dunia! Fenomena ini kita sebut kleptoplasty (dari bahasa Yunani, kleptes: pencuri), yaitu sebuah fenomena yang membuat siput laut hijau memiliki kloroplas sehingga mampu berfotosintesis. Adanya klorofil dalam kloroplas “curian” tersebut sekaligus menjelaskan mengapa siput laut ini berwarna hijau.
Siput laut hijau, sebagaimana jelas terdapat dalam namanya, hidup di lautan. Sumber makanannya berupa alga hijau dari genus Vaucheria, yaitu Vaucheria litorea dan Vaucheriacompacta. Simbiosis berupa hubungan kleptoplastis antara dua jenis organisme ini pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuwan bernama Trench, dalam publikasinya di jurnal Nature pada tahun 1969.
Hewan yang tergolong dalam filum Moluska dan ordo Sacoglossa ini mengonsumsi makanannya dengan cara menusuk dinding sel alga menggunakan radula (lidah bergerigi), kemudian mengisap isi sel alga tersebut. Akan tetapi, tak semua bagian sel alga akan dicerna oleh siput laut hijau. Ia menyisakan bagian kloroplas untuk disimpan dalam sel-sel tubuhnya dan memanfaatkan pigmen hijau dalam kloroplas curian tersebut untuk berfotosintesis.
Siklus hidup siput laut hijau
Meskipun siput laut hijau memiliki kelamin ganda atau hemaprodit (dapat menghasilkan sperma dan sel telur sekaligus), ia tetap membutuhkan siput lainnya untuk berkembang biak. Biasanya, dua ekor siput laut hijau akan membentuk posisi berdampingan agar proses pembuahan telur dapat dilakukan. Omong-omong soal hewan hermaprodit, dapatkah teman-teman menyebutkan contoh hewan hermaprodit lainnya?
Kembali lagi ke reproduksi siput laut hijau. Telur yang telah menetas akan menjadi larva. Larva siput laut hijau masih berwarna coklat dengan bintik merah karena belum memiliki klorofil. Seringkali larva siput menempel pada filamen alga, memastikan ketersediaan makanan yang penting untuk proses metamorfosis.
Larva dewasa harus makan Vaucheria selama kira-kira tujuh hari dan mencuri kloroplas si alga untuk bisa bermetamorfosis menjadi siput laut dewasa. Warna tubuh siput berubah menjadi semakin hijau seiring dengan bertambahnya jumlah kloroplas (dan tentunya klorofil) dalam sel tubuhnya, membuatnya kelak sehijau dan secantik batu zamrud.
Siput bertenaga surya
Iseng-iseng, yuk coba kita biarkan dia berenang-renang bebas yah kira-kira sebulan atau dua bulan dalam aquarium tanpa diberi makanan. “Aduh Kak, jangan jahat gitu dong. Kalau mati gimana?” Hehe, tenang saja, sudah sejak beberapa tahun yang lalu para ilmuwan melakukan hal yang sama kok. Hasilnya? Siput kesayangan para peneliti plastida ini mampu bertahan hidup berbulan-bulan tanpa makanan!
Rahasia bertahannya siput dari kelaparan ternyata ada pada kemampuan berfotosintesis yang tetap dimiliki klorofil curiannya. Asal ada sinar matahari, tak ada alga pun tak apa-apa. Oleh karena itu, siput laut hijau banyak tinggal di perairan dangkal, seperti di rawa-rawa di sepanjang pantai Timur Amerika Serikat dan Kanada. Wah, menakjubkan sekali kekuasaan Tuhan Sang Maha Pencipta!
Demikianlah, walaupun siput bertenaga surya ini dapat melakukan fotosintesis, bukan berarti setelah melakukan ‘pencurian’ ia tak membutuhkan alga lagi. Alga hijau tetap merupakan salah satu kebutuhannya yang paling utama.
Pertanyaan besar
Hayo, sejauh ini sudah ada pertanyaankah dari teman-teman tentang “pencuri” kita yang satu ini? Para peneliti kita yang mempelajari seluk-beluk kehidupan siput laut hijau memiliki pertanyaan besar, “Bagaimana kloroplas bisa bertahan dan berfungsi baik untuk waktu sedemikian lama dalam tubuh hewan?” Padahal, inti sel (nukleus) Vaucheria sudah hilang tercerna.
Beberapa hipotesis diajukan oleh para ilmuwan terkait dengan fenomena ini. Namun, satu hipotesis yang terkuat menyatakan bahwa ada sebuah mekanisme yang disebut HGT (Horizontal Gene Transfer). Dalam mekanisme ini,DNA dari nukleus alga ditransfer ke dalam jaringan tubuh siput. Para ilmuwan berpendapat, mekanisme inilah yang mendukung tetap berfungsinya kloroplas dalam tubuh siput laut hijau.
Hingga saat ini, penelitian lanjutan dengan memanfaatkan siput laut hijau masih terus dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut terutama fokus pada stabilitas plastida dan mekanisme yang berperan di dalamnya. Topik ini bisa jadi bidang yang sangat menarik untuk teman-teman kita yang bercita-cita menjadi ilmuwan.
Nah, seusai membaca artikel ini kita bisa berpura-pura menjadi Dora si Petualang dan berteriak pada Elysia, yang tidak sungguh-sungguh memiliki kloroplas melainkan dengan ‘mencuri’, “Siput jangan mencuri! Siput jangan mencuri!”
Bahan bacaan:
- http://jeb.biologists.org/content/214/2/303.full.pdf+html
- http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3091133/
- “Siput Laut Bertenaga Surya”, Komik Sains Kuark Level III Edisi 04/Thn. VIII.
Penulis:
Annisa Firdaus Winta Damarsya, mahasiswi S1 Biological Science, School of Science, Nagoya University.
Penerima Beasiswa Unggulan Kemdikbud RI – Surya Institute.
Kontak: annisafirdauswd(at)yahoo(dot)co(dot)id.