“Demam” idola (idols) akhir-akhir ini sepertinya sedang mewabah di Indonesia. Sebenarnya tidak hanya di Indonesia, di beberapa negara Asia yang maju sekalipun seperti Jepang, Korea Selatan, dan Cina, demam ini pun mewabah, meski dalam taraf yang berbeda. Demam ini umumnya menyerang golongan remaja. Dalam tulisan ini mari kita cermati fenomena demam idola di Indonesia dan kita sama-sama telaah akar permasalahan serta solusinya.
Kita ambil satu contoh kasus. Banyak remaja Indonesia saat ini sangat ngefans dengan artis dan boybands/girlbands asal Korea dan Jepang. Saking menggandrunginya (tidak hanya fans biasa), sampai-sampai remaja-remaja ini mengikuti perkembangan sang idola itu setiap harinya. Mereka tidak sekedar histeris berteriak-teriak ketika sang idola datang berkunjung ke Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka ikut menangis, begadang semalaman ketika sang idola sedang mengalami masalah. Mereka pun turut merasakan patah hati manakala sang idola memiliki pacar baru. Tidak jarang para remaja ini membuat blog dan akun youtube khusus untuk mengunggah perkembangan berita idola mereka. Gaya hidup remaja ini perlahan-lahan berusaha mengikuti gaya hidup sang idola.
Jika kita analisis lebih lanjut kasus ini, media ternyata memberi peran besar dalam pembentukan fenomena demam idola. Adanya jejaring sosial seperti facebook dan twitter yang memungkinkan interaksi antara sang idola dan fansnya menjadi sangat dekat di dunia maya semakin mendukung fenomena ini. Bandingkan dengan remaja tempo dulu yang sekadar membaca berita idolanya lewat majalah lalu mengumpulkan gambar mereka, sebatas itu saja ketertarikannya. Namun sekarang, kehidupan pribadi sang idola jadi terbawa-bawa di kehidupan nyata para fans.
Masalah perkembangan remaja
Periode ramaja adalah periode mencari jati diri. Kepribadian remaja masih sangat labil, siapa dirinya, bagaimana dirinya, dan berbagai pertanyaan menyangkut self merupakan sebuah proses menuju pencarian kepribadian yang lebih matang di masa dewasa kelak. Dalam proses ini, remaja membutuhkan figur teladan agar mereka bisa mencontoh figur tersebut. Celakanya, sosok idola yang kurang baik sering dijadikan panutan oleh mereka. Idola pun merupakan tren yang marak dibicarakan sesama remaja. Adanya kebutuhan konformitas dengan teman sebaya, menjadikan remaja bertingkah laku sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Kurang lebihnya mereka bisa berkata seperti ini, “Ga afdol dong kalo ga punya idola, yang lain kan pada punya!”
Selama perilaku yang muncul masih wajar, sebatas menggandrungi tidak sampai dibawa ke kehidupan sehari-hari sebenarnya tidak apa-apa. Masalahnya adalah jika sampai menangis tersedu-sedu, begadang semalaman karena sang idola sedang punya masalah, hal-hal itulah yang harus dicermati. Kita perlu menaruh perhatian terhadap fenomena ini. Kepribadian remaja menjadi sangat rapuh, labil, dan sulit membedakan batasan antara dirinya sendiri dan idolanya. Fenomena ini harus menjadi konsentrasi orangtua untuk memperhatikan perilaku anaknya (remaja) apakah masih berada dalam batasan wajar atau tidak.
Apa yang harus kita lakukan?
Jika kita sebagai remaja, kita perlu pandai-pandai menempatkan diri dalam lingkungan dan bertindak seperlunya. Lebih baik jika kita menggunakan waktu untuk aktivitas lain yang lebih bermanfaat. Sebagai contoh, daripada menggandrungi idola dari negara lain yang membawa budaya pop, mengapa kita tidak belajar budaya Indonesia saja? Kebudayaan Indonesia jauh lebih kaya dan penuh nilai-nilai estetika dengan cita rasa yang tinggi dibandingkan budaya pop luar negeri. Dengan mempelajari seni dan budaya Indonesia, kita turut andil dalam melestarikannya.
Keluarga sebagai elemen terkecil membentuk kepribadian individu yang kokoh pun sangat dibutuhkan perannya dalam mengatasi fenomena demam idola ini. Orangtua perlu menanamkan nilai-nilai dan teladan yang bisa mencegah terjadinya hal tersebut. Ketika figur orangtua bisa menjadi contoh bagi anak-anaknya, sang anak tidak perlu mencari figur lain di luar itu. Pemilihan tokoh idola yang salah akan berakibat fatal bagi perkembangan kepribadian remaja. Idola, dengan segala perilakunya, gaya hidup, pemikirannya akan diikuti remaja. Mudah-mudahan para orangtua mencermati hal ini, ketika sudah ada perilaku berlebihan dari si anak, dan tidak menganggapnya sebagai hal wajar, perlu diambil tindakan secepatnya.
Bangun komunikasi dua arah dengan remaja…
Tingkatkan intensitas kedekatan psikologis…
Beri masukan tentang “idola” dan pandangan hidup…
Penulis:
Retno Ninggalih, ibu rumah tangga, alumnus Fakultas Psikologi Undip, saat ini bertempat tinggal di Sendai, Jepang.
Kontak: r.ninggalih(at)gmail(dot)com.