Teori Makroekonomi

“Zaman sekarang hidup makin susah, penghasilan nggak naik tapi harga barang-barang semakin mahal.”

Pernah mendengar keluhan semacam ini dari ibu atau orang-orang dekatmu di rumah? Fenomena ini bisa juga dikaitkan dengan kajian ekonomi yang disebut inflasi. Inflasi adalah kenaikan tingkat harga-harga secara umum dan berkesinambungan. Sebaliknya, deflasi adalah penurunan tingkat harga-harga secara umum dan berkesinambungan. Walau tidak selamanya keluhan ibu-ibu ada kaitannya dengan inflasi atau deflasi, sepertinya hal ini menarik untuk kita kaji lebih lanjut.

Ed15-sosbud-1

“Si Asep nganggur, si Poltak susah cari kerja, sekarang orang nggak gampang cari duit,” Pak RT bergosip di pos ronda mengeluh panjang lebar mengenai tingkat pengangguran yang tinggi di wilayahnya dan ternyata fenomena ini meluas secara nasional dari berita yang kita tonton di TV. Apa sih yang sebenarnya tengah terjadi? Apakah hal tersebut pernah juga terjadi di negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa? “Masa iya negara kaya bisa mengalami kondisi itu?” mungkin kita berpikir seperti itu.

Ya, negara kayapun bisa mengalami apa yang disebut sebagai resesi, yakni pertumbuhan ekonomi melemah secara umum yang menyebabkan pengangguran meningkat (resesi yang disertai dengan inflasi disebut stagflasi). Resesi parah yang berkepanjangan pernah terjadi pada tahun 1920an di Eropa dan Amerika. Saking parahnya depresi ekonomi saat itu lahirlah era yang disebut Great Depression. Pengangguran meningkat tajam, bisnis dan investasi lesu, harga saham, penghasilan (income) pribadi, pendapatan (revenue) pajak, keuntungan (profit) semuanya turun.  Pada saat itu, pemikiran ekonomi arus utama adalah pemikiran/teori ekonomi klasik (classical economics) yang menggantikan teori sebelumnya yakni merkantilisme (mercantilism economics). Pada dasarnya teori ekonomi klasik  berupaya menyanggah teori merkantilisme yang mengedepankan: (1) bullionism, kepercayaan bahwa kekayaan dan kekuasaan suatu bangsa diukur dari persediaan logam-logam berharga semacam emas, perak, dan tembaga, (2) kepercayaan akan adanya kebutuhan pengembangan negara melalui sistem kapitalisme. Untuk mencapai tujuannya, ekonomi merkantilisme mengatur subsidi ekspor, import duties, perluasan koloni untuk menciptakan pasar ekspor, regulasi perdagangan asing, pengurangan impor dan berbagai usaha lainnya dalam rangka melindungi persediaan logam berharga.

Teori ekonomi klasik atau biasa juga disebut Laissez-faire di lain pihak, menginginkan ketiadaan intervensi negara dalam sistem ekonomi dengan asumsi bahwa pasar mampu mengatur serta menyeimbangkan dirinya sendiri. Ekonom klasik juga berasumsi bahwa uang tidak memiliki arti selain sebagai alat tukar; output dan employment ditentukan oleh supply; kebijakan fiskal tidak akan mempengaruhi agregat permintaan; suku bunga bergantung pada produktivitas dan penghematan; fleksibilitas sempurna akan harga dan upah serta informasi sempurna terhadap semua pelaku pasar tentang tingkat harga. Namun, teori ekonomi klasik ini tidak mampu memberikan solusi atas Great Depression.

Sejarah makroekonomi baru diawali pada tahun 1936 dengan terbitnya buku dari John Maynard Keynes, The General Theory of Employment, Interest and Money, yang berupaya menjawab tantangan Great Depression. Terdapat beberapa pilar utama pemikiran Keynes yang diformulasikan dalam bentuk kebijakan untuk mengatasi Great Depression. Ia berpendapat bahwa shocks terhadap permintaan mampu mempengaruhi output secara signifikan, dan ekspektasi mampu mempengaruhi investasi dan konsumsi.

Keynes berpendapat bahwa tingginya tingkat pengangguran saat itu adalah karena tidak memadainya investasi serta kurangnya agregat permintaan secara berkesinambungan, sehingga intervensi pemerintah diperlukan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Untuk menjelaskan hal ini, diformulasikanlah IS-LM model yang terkenal hingga kini. Kurva IS (Investment Saving) merepresentasikan pasar barang sedangkan kurva LM (Liquidity-preferences Money-supply) mewakili pasar finansial.

Jika ekonom klasik tidak menganggap uang sebagai alat penting yang bisa mempengaruhi output, maka lain halnya dengan Keynesian (para penganut teori Keynes). Menurut model LM, jika bank sentral menambah pasokan uang (kebijakan monetary expansion), maka suku bunga akan turun yang akibatnya dapat menggairahkan investasi. Contoh sederhananya, jika suku bunga turun, orang akan tertarik untuk membuka usaha dengan meminjam uang kepada bank. Jika investasi meningkat, maka output dan permintaan juga turut naik. Sebaliknya, jika bank sentral mengurangi jumlah uang beredar (kebijakan monetary contraction/tight money policy), maka suku bunga akan naik, investasi turun, diikuti dengan turunnya output dan permintaan.

Pada model IS, kebijakan pemerintah yang dapat diberlakukan adalah pajak dan pengeluaran pemerintah. Jika pajak dinaikkan, penghasilan dikurangi pajak (disposable income) akan turun, memicu penurunan konsumsi. Turunnya konsumsi  menyebabkan turunnya output serta penghasilan agregat. Efek selanjutnya, permintaan akan uang (liquidity preferences) menurun, selanjutnya suku bunga juga akan turun. Kemungkinan efek terhadap investasi ada 2, yakni: (1) naik akibat turunnya suku bunga (2) turun akibat penurunan penjualan/konsumsi. Hasil akhir akan tergantung dari efek mana yang paling dominan. Para ekonom acapkali berdebat mengenai hal ini sebelum mengeluarkan analisis dalam penyusunan kebijakan fiskal.

Awal tahun 1950an perdebatan antara Keynesian dan anti-Keynesian mulai reda, dan lahirlah gabungan teori ekonomi klasik dan teori Keynes yang disebut neoclassical synthesis. Sejak itu pula lahir banyak pemikiran (school of thought) ekonomi baru, seperti Real Business Cycle Models dan Austrian School, yang menjadikan ilmu ekonomi selalu riuh dihiasi berbagai interpretasi dan teori yang berupaya menjelaskan fenomena ekonomi yang penuh ketidakpastian. Perkembangan teori ekonomi akhir-akhir ini mempertimbangkan faktor lingkungan. Tuntutan agar pertumbuhan ekonomi  terus menerus naik dianggap secara tidak langsung menyebabkan eksploitasi alam berlebihan. Menurut para environmentalist pertumbuhan memiliki batasnya. Bagaimana menurutmu?

Bahan bacaan:

  • Oliver Blanchard, Macroeconomics, 3rd ed., Pearson (2003).
  • Richard T. Froyen, Macroeconomics: Theories and Policies, 9th ed., Pearson (2009).
  • Gregory N. Mankiw, Macroeconomics, 5th ed., Worth Publisher (2003).

Penulis:
Tsany Ratna Dewi, Magister Public Economics, Law and Politics, Universität Leuphana, Lüneburg, Jerman.
Kontak : tsany(dot)trd(at)gmail(dot)com.

Back To Top