Woody Climber: Si Tumbuhan Eksotis di Daerah Tropis

Woody climber, mungkin terasa asing di pendengaran kita dengan nama tersebut. Namun, jika yang disebut adalah nama “liana”, kita tidak asing mendengarnya. Woody climber dan liana adalah tumbuhan yang sama. Jenis maupun manfaat tumbuhan ini masih belum diketahui oleh khalayak umum. Oleh karena itu, mari kita berkenalan lebih dekat dengan si woody climber.

Woody climber (tanaman merambat berkayu) adalah tumbuhan yang biasanya tumbuh melilit atau memanjat di pohon lain sebagai penopangnya. Hal ini dilakukan agar pertumbuhan batangnya dapat mencapai tajuk paling tinggi, sehingga memperoleh sinar matahari untuk tumbuh dan berfotosintesis.

Woody climber berbeda dengan tumbuhan epifit. Pada woody climber bagian akarnya tetap berada di tanah untuk memperoleh unsur hara, sedangkan pada tumbuhan epifit bagian akarnya menempel ke batang pohon lain.

Woody climber akan tumbuh dan berkembang dengan baik ketika telah mencapai tajuk tertingginya. Daun dan bunganya hanya tumbuh pada bagian tajuk, sehingga terkadang yang terlihat hanyalah lilitan atau rambatan batangnya saja. Semakin tinggi tajuknya, semakin sulit pula untuk melihat daun dan bunganya.

Penampakan woody climber yang ada di Kebun Raya Purwodadi.

Woody climber ada yang berkayu maupun tidak berkayu. Woody climber berkayu memiliki panjang batang utama lebih dari 1,5 meter, sedangkan untuk woody climber tidak berkayu (non woody climber/vine) panjang batang utamanya kurang dari 1,5 meter. Saking panjangnya, pertumbuhan batang woody climber dapat mencapai ketinggian hingga 70 meter bahkan lebih (tergantung ketinggian pohon penopangnya). Hal tersebut membuat batang woody climber menjuntai dan merambat ke beberapa pohon penopang lainnya.

Banyak orang mengira bahwa juntaian batang woody climber di hutan adalah akar sebuah pohon. Apalagi jika woody climber belum menemukan pohon penopang, batangnya akan menjalar di atas tanah dan menggerombol membentuk seperti akar yang menjalar. Begitulah karakter woody climber, batangnya tidak dapat tumbuh tegak tanpa keberadaan pohon penopang. Juntaian batang woody climber juga sering dimanfaatkan oleh hewan-hewan, baik untuk berpindah tempat, mencari makan, maupun menghindari pemangsa/musuhnya. Contohnya adalah monyet yang sering berpegangan dan bergelantungan pada juntaian batang woody climber layaknya di film-film tarzan.

Woody climber sering dijumpai di hutan daerah tropis, seperti Indonesia. Keanekaragaman jenis woody climber sangat banyak, seperti Bauhinia winitii Craib., Strophanthus gratus (Wall. & Hook.) Baill., Olax scandens Roxb.,  Jasminum multiflorum (Burm. f.) Andrews.,  Combretum grandiflorum G. Don., Anamirta cocculus (L.) Wight & Arn., Caesalpinia sappan L.,  Derris  multiflora Benth.,  Alangium salviifolium (L.f) Wangerin, dan Alamanda cathartica L.

Jenis woody climber yang ada di Kebun Raya Purwodadi. (A) Daemonorops sp. dan (B) Anamirta cocculus (L.) Wight & Arn.

Woody climber juga memiliki banyak manfaat lho. Contohnya adalah Daemonorops sp. atau dikenal dengan nama rotan. Tumbuhan ini banyak dimanfaatkan sebagai perkakas, bahan industri mebel, kerajinan, dan sebagainya. Rotan mengandung getah yang dapat digunakan sebagai pelapis kayu agar mengilap, bahkan rotan juga menjadi bahan sayuran oleh suku dayak di Kalimantan. Tahukah teman-teman? Ternyata Indonesia adalah pemasok 70% kebutuhan rotan di dunia, lo. Tingginya angka tersebut harus diimbangi dengan upaya pelestariannya agar tidak punah.

Jenis woody climber lain juga ada yang berkhasiat sebagai obat, yaitu Coscinium fenestratum (Gaertn.) Colebr., Fibraurea tinctoria Lour., dan F. chloroleuca. Ketiga tumbuhan ini dikenal dengan nama “akar kuning” dan dapat mengobati penyakit kuning, diabetes, hepatitis, dan malaria.  Selain itu, bagian biji woody climber jenis Anamirta cocculus (L.) Wight & Arn. juga dapat dimanfaatkan sebagai pembasmi hama tumbuhan.

Itulah kelompok tumbuhan woody climber yang memiliki banyak jenis dan manfaat. Sekarang kita sudah mengenal apa itu woody climber dan mengerti bahwa bagian tumbuhan yang sering digunakan sebagai ayunan di film tarzan bukanlah akar, melainkan batang woody climber. Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan kita tentang dunia tumbuhan, sehingga kita semakin mengenal tumbuhan di sekitar kita dan berupaya untuk menjaga kelestariannya.

Bahan Bacaan:

  • Asrianny, M. dan Oka, N. P. 2008. Keanekaragaman dan kelimpahan jenis liana (tumbuhan memanjat) pada hutan alam di hutan pendidikan Universitas Hasanuddin. Jurnal Perennial 5(1):23-30.
  • 2008. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.
  • Reddy M.S. dan Parthasarathy N. 2006. Liana Diversity and Distribution on Host Trees in Four Inland Tropical Dry Evergreen Forests of Peninsular India. Tropical Ecology 47(1):109-123.
  • Setia, T. M. 2009. Peran liana dalam kehidupan orang hutan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Hutan 2(1): 55-61.
  • Schnitzer, S. A. dan Bongers, F. 2011. Increasing Liana Abundance and Biomass in Tropical Forests: Emerging Patterns and Putative Mechanisms. Ecology Letters 14(4):397-406.
  • Schnitzer, S. A., Dalling, J. W., dan Carson, W.P. 2000. The Impact of Lianas on Tree Regeneration in Tropical Forest Canopy Gaps: Evidence for An Alternative Pathway of Gap-Phase Regeneration. Journal of Ecology 88(4):655-666.
  • Tay, A. C., Abdulah, A. M., Awang, M., dan Furukawa, A. 2007. Midday Depression of Photosynthesis in Enkleia malaccensis, A Woody Climber in A Tropical Rainforest. Photosynthetica 45(2):189-193.

Penulis:
Linda Wige Ningrum, Peneliti di Kebun Raya Purwodadi, Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya-LIPI. Kontak: lindawige18(at)gmail(dot)com

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top