Superkonduktor dan Aplikasinya

Pernah membayangkan bagaimana jadinya jika di dunia ini tidak ada rintangan sama sekali? Mungkin tidak ada masalah apapun yang akan melanda. Atau kalau kita lihat dalam ruang lingkup yang lebih kecil, bagaimana jika di dalam rangkaian listrik tidak ada hambatan atau resistansi? Pastinya arus bisa dengan mudahnya mengalir bebas tanpa hambatan, bukan?

Salah satu ciri dari superkonduktivitas adalah Efek Meissner. Dalam kasus ini, seluruh medan magnetik yang mengenai suatu bahan superkonduktor akan ditolak dan dimentahkan begitu saja. Efek Meissner ini sedemikian kuatnya sehingga sebuah magnet dapat melayang karena ditolak oleh superkonduktor. Medan magnet ini juga tidak boleh terlalu besar. Apabila medan magnetnya terlalu besar, maka efek Meissner ini akan hilang dan material akan kehilangan sifat superkonduktivitasnya.

Sebuah material superkonduktor suhu tinggi yang sedang melayang-layang di atas sebuah magnet.

Superkonduktor modern, seperti Niobium Titanium (NbTi) telah digunakan dalam teknologi kereta Maglev (Magnetic Levitation) di beberapa negara maju. Dan banyak aplikasi lainnya, seperti pada mesin MRI (Magnetic Resonance Imaging) di bidang medis.

Superkonduktivitas adalah suatu fenomena pada suatu material yang tidak memiliki hambatan di bawah suatu nilai suhu tertentu. Suhu pada saat terjadi perubahan sifat konduktivitas menjadi superkonduktor disebut dengan temperatur kritis (Tc). Tentunya, semakin tinggi nilai TC dari material superkonduktor akan semakin besar aplikasi industrinya.

Superkonduktivitas diamati untuk yang pertama kalinya pada tahun 1911 oleh fisikawan Belanda Heike Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden, yaitu ketika ia menemukan bahwa air raksa murni yang didinginkan dengan helium cair (suhu 4,2 K) kehilangan seluruh resistansi listriknya. Dari sinilah, mimpi tentang dunia yang lebih ekonomis dimulai. Bayangkan, dengan resistansinya yang nol itu superkonduktor dapat menghantarkan arus listrik tanpa kehilangan daya sedikitpun, kawat superkonduktor tidak akan menjadi panas dengan lewatnya arus listrik. Hal ini yang membuka kesempatan menciptakan peralatan elektronik yang jauh lebih efisien semakin besar.

Namun, tentunya tidak semudah itu memanfaatkan material superkonduktor dalam aplikasi sehari-hari. Faktanya, superkonduktivitas suatu material baru muncul pada suhu yang sangat rendah, jauh di bawah 0°C (273 K). Sehingga, penghematan pemakaian daya listrik masih harus bersaing dengan biaya pendinginan yang harus dilakukan. Oleh karena itu, para ahli sampai sekarang terus berlomba-lomba menemukan material superkonduktor yang dapat beroperasi pada suhu tinggi, kalau bisa pada suhu kamar (masih harapan).

Korea Selatan mulai memasang kabel distribusi listrik superkonduktor pada bulan April 2009. Sistem kabel ini mencapai panjang 50 mil (80 km) dan mampu menghantarkan listrik sebanyak 50 MW. Sebuah kabel yang dibuat dari kawat HTS (High Temperature Superconductor) di dalamnya dapat menghantarkan arus listrik mencapai 10 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan jumlah arus listrik yang dapat dihantarkan oleh kabel tembaga dengan diameter yang sama. Dengan mengganti kabel tembaga dengan kabel HTS dan dengan memanfaatkan jaringan terowongan bawah tanah yang sudah ada, suatu kota akan mendapatkan kepadatan arus listrik yang lebih tahan lama dan jaringan listrik yang lebih terjaga keamanannya tanpa menggali jalan-jalan kota.

Pada skala laboratorium atau yang berarti masih dalam tahap riset dan belum diaplikasikan ke dunia industri, superkonduktor dapat dibuat dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan menggunakan PLD (Pulsed Laser Deposition). Alat ini dapat memproduksi superkonduktor jenis lapisan tipis (Thin Film).

Berikut ini sedikit gambaran metode PLD yang digunakan untuk memproduksi superkonduktor lapisan tipis. Pertama, sinar laser dengan intensitas tertentu difokuskan dan diarahkan ke target suatu material superkonduktor yang berada di dalam ruang vakum PLD. Kedua, sinar laser yang membombardir permukaan target tadi, akan mengakibatkan sebagian material permukaan target terangkat.

Permukaan target yang terangkat tersebut kemudian berpindah ke permukaan lapisan tipis yang berada di dalam ruang vakum dan menciptakan suatu bentuk energi plasma yang bercahaya yang sering disebut dengan “plume”. Plume ini mirip dengan sisa pembuangan pembakaran dari roket ruang angkasa sehingga hasil akhir yang terbentuk adalah berupa suatu lapisan tipis material superkonduktor.

Beberapa bentuk plasma plume dari material target yang berbeda-beda selama berlangsungnya proses pembuatan thin film di dalam PLD yang dapat dilihat dari jendela ruang vakum PLD.
Alat PLD (Pulsed Laser Deposition) dan Excimer Laser.

Baik skala laboratorium ataupun aplikasi industrinya, superkonduktor menawarkan suatu gebrakan teknologi yang revolusioner, yaitu cita-cita dunia yang semakin efisien dapat terwujud.

Bahan bacaan:

  • http://en.wikipedia.org/wiki/Superconductivity

Penulis:
Witha Berlian Kesuma Putri, peneliti fisika di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Kontak: withaberlian(at)gmail(dot)com

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top