Teman-teman masih ingat tentang penghargaan Nobel Kimia tahun 2016? Penghargaan Nobel diberikan kepada tiga orang peneliti yang berhasil menemukan dan merekayasa molekul-molekul yang dapat bergerak dengan arah dan pola tertentu yang disebut dengan mesin molekuler. Penemuan ini sejalan dengan sistem penghantar obat atau sistem penghantar obat pada bidang keilmuan biologi dan kedokteran. Para peneliti menggunakan rekayasa molekul ini untuk membuat suatu sistem penghantaran obat yang lebih efektif dan efisien. Bagaimana cara kerja molekul-molekul ini dalam menghantarkan obat?
Sebelum membahas tentang sistem penghantar obat mari kita bahas tentang penyakit dan obat terlebih dahulu. Penyakit adalah suatu materi asing yang masuk ke dalam tubuh manusia yang berasal dari virus, bakteri, jamur, dll. Sumber penyakit ini akan memengaruhi dan merusak sel-sel di dalam tubuh kita sehingga menyebabkan kita menjadi lemah. Pada kondisi ini sistem imun di dalam tubuh secara otomatis akan melawan sumber penyakit sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Jika sistem imun tidak berhasil melawan penyakit, kondisi tubuh akan semakin lemah dan buruk. Di saat itulah diperlukan penawar penyakit atau obat.
Pada dasarnya, obat yang digunakan untuk melawan penyakit merupakan zat asing yang dapat bersifat toksik atau racun sehingga dalam penggunaannya diperlukan takaran atau dosis yang sesuai. Selain aturan dosis, penggunaan obat juga perlu didesain sedemikian rupa sehingga obat yang bersifat racun ini jatuh pada sasaran penyakit. Desain ini diperlukan agar kemampuan melawan penyakit dapat dimaksimalkan, selain untuk meminimalkan efek samping dari sifat racun obat tersebut. Dari pengertian inilah istilah sistem penghantar obat mulai dikenal.
Perkembangan sistem penghantar obat
Apakah teman-teman pernah bertanya mengapa obat-obatan memiliki bentuk dan cara penggunaan yang berbeda-beda? Sebagai contoh, ada obat-obatan kapsul yang digunakan dengan cara diminum, obat yang digunakan dengan cara dihirup seperti pada pengidap penyakit asma, kemudian obat-obatan yang harus digunakan dengan cara injeksi atau disuntikkan. Hal ini didesain sedemikian rupa untuk memenuhi sistem penghantaran obat yang sudah kita bahas sebelumnya sehingga obat secara cepat diserap dan menyembuhkan bagian yang sakit.
Pada generasi sistem penghantar obat yang lebih canggih, obat-obatan dibuat memiliki sifat hidrofobik (tidak dapat berikatan dengan air) maupun hidrofilik (mudah berikatan dengan air) sehingga dapat secara selektif terserap dan membunuh virus, bakteri, maupun penyebab penyakit lainnya. Namun, pada penyakit berbahaya seperti kanker, sistem ini belum dapat bekerja secara efektif dan efisien. Hal ini disebabkan penyakit kanker merupakan sel dari dalam organ tubuh itu sendiri yang beralih fungsi menjadi patogen pada sel-sel sejenisnya sehingga membuat zat obat sulit membedakan antara sel patogen dan sel yang sehat.
Jika kita masih menggunakan sistem konvensional dalam membunuh sumber penyakit kanker, akan timbul efek samping yang membahayakan seperti terbunuhnya sel-sel sehat lainnya di dalam tubuh. Tidak dapat dihindarkan pada pasien yang menjalani pengobatan kemoterapi, didapati efek samping pada organ lain seperti kerontokan rambut dan kerusakan pada sel kulit sehingga mendesak adanya suatu sistem yang secara terpadu dapat selektif membunuh sel-sel kanker tanpa memberikan efek samping pada sel-sel sehat lainnya. Para ilmuwan berlomba-lomba untuk menemukan suatu sistem yang akhirnya dapat secara efektif membunuh sel kanker, salah satunya adalah pemanfaatan molekul yang gerakannya dapat dikontrol seperti mesin molekuler, nano-robot, maupun nano-roket.
Bagaimana nano-roket ditemukan?
Seorang peneliti kimia bio-organik dari University of Radboud berhasil merekayasa pembuatan sistem berskala nano yang diberi nama nano-roket. Sistem ini dibuat dengan sedemikian rupa menggunakan metode self assemble yang berarti satuan-satuan molekul dapat terbentuk secara spontan tanpa melibatkan proses kimia yang rumit. Hal ini memungkinkan nano-roket dapat mengubah bentuk secara mudah sehingga menjadikannya kandidat yang ideal sebagai kendaraan pembawa obat kedalam tubuh manusia.
Bagaimana cara kerja nano-roket?
Pada nano-roket berbentuk seperti bola yang disebut dengan stomatocytes, bulu-bulu halus tersusun seperti tentakel pada gurita sehingga mempengaruhi gerakan dalam media cair. Bulu-bulu halus ini dapat mengembang ataupun mengempis sesuai dengan kondisi suhu lingkungan di sekitarnya. Di dalam perut roket ini terdapat partikel yang dapat dikandung sama halnya roket pada umumnya, membawa satelit maupun astronot. Dalam bidang sistem penghantar obat, partikel ini dapat direkayasa sedemikian rupa sehingga kita dapat menempatkan obat-obatan yang kita perlukan didalam perut roket.
Lalu bagaimana nano-roket ini dapat bergerak? Tentunya diperlukan bahan bakar yang menghasilkan reaksi yang mendorong badan roket bergerak meluncur pada arah tertentu. Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan salah satu senyawa kimia yang terkandung secara alamiah di dalam tubuh manusia, terutama pada bagian disekitar sel berpenyakit. Senyawa ini dapat terjebak di dalam tubuh nano-roket, yang kemudian bereaksi menghasilkan gas oksigen.
Hasil reaksi inilah yang dimanfaatkan sebagai pendorong gerakan nano-roket di dalam tubuh manusia. Gerakan ini dapat diatur dengan memanfaatkan respon bulu-bulu halus terhadap suhu seperti yang sudah kita bahas sebelumnya. Pada suhu di atas 35oC bulu-bulu akan mengempis yang menyebabkan lubang buangan tertutup sehingga menyebabkan roket akan berhenti meluncur. Pada suhu lebih rendah roket akan terdorong dan bergerak pada arah tertentu.
Di sisi lain, pada nano-roket berbentuk tabung, bahan bawaan atau kargo ditempelkan pada sepanjang luas permukaan tabung sehingga memungkinkan konsentrasi partikel obat yang cukup besar dapat diangkut dalam satu kali perjalanan nano-roket. Sama halnya dengan nano-roket berbentuk bola, H2O2 digunakan sebagai bahan bakar. Namun, pada beberapa jenis lainnya, butir butir logam seng ditanam sebagai bahan bakar yang bereaksi dengan ion di dalam air yang menghasilkan gas hidrogen. Gas hidrogen ini keluar dalam bentuk gelembung-gelembung yang menghasilkan gaya yang cukup besar untuk mendorong badan roket meluncur naik.
Bagaimana cara mengatur gerakan dari nano-roket berbentuk tabung? Jika pada nano-robot gerakan stomatocytes dikendalikan oleh suhu lingkungan sekitar, pada jenis tabung ini reaksi bahan bakar yang menghasilkan tenaga dorong hanya terjadi pada lingkungan bersifat asam. Pada keadaan asam, cairan tubuh mengandung banyak ion H+ yang menyebabkan reaksi pembentukan gas hidrogen dapat berlangsung sangat cepat. Pada kondisi basa reaksi pembentukan ini terhambat sehingga nano-roket akan terhenti. Pada beberapa jenis lain seperti nano-robot maupun mesin molekuler, gerakan dapat dikendalikan dengan pengaruh medan magnet, medan listrik maupun paparan cahaya.
Bahan bacaan:
- Rockets Science at Nanoscale. ACS Nano 2016, 10, 5619−5634
- Self-propelled Supramolecular Nano-motors. Nature Chemistry. 2016. 2674
- https://www.nobelprize.org/nobel_prizes/chemistry/laureates/2016/
- https://www.sciencedaily.com/releases/2016/12/161212133437.htm
Penulis:
Retno Miranti, Mahasiswa S2 Department of Electronic Chemistry, Tokyo Institute of Technology, Jepang. Kontak: retno.miranti11(at)gmail(dot)com.