Jamur Pelapuk: Agen Biologis Delignifikasi Limbah Sawit

Tahukah teman-teman, bahwa Indonesia merupakan salah satu penghasil minyak sawit terbesar di dunia? Minyak sawit atau minyak kelapa sawit adalah minyak nabati yang dapat dikonsumsi dan merupakan hasil dari mesokarp buah pohon kelapa sawit, umumnya dari spesies Elaeis guineensis, dan sedikit dari spesies Elaeis oleifera dan Attalea maripa.

Pohon beserta buah kelapa sawit. Sumber gambar: kebunpedia.com.
Pohon beserta buah kelapa sawit. Sumber gambar: kebunpedia.com.

Minyak sawit tersebut dapat digunakan untuk berbagai variasi makanan, kosmetik, dan produk kebersihan. Selain itu, minyak sawit merupakan minyak yang paling banyak dikonsumsi dan diproduksi di dunia karena proses produksinya cukup mudah dilakukan dan tergolong murah. Dalam pengolahannya, produksi minyak sawit tersebut menghasilkan limbah berupa cairan dan padatan. Salah satu contoh limbah padatan adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS), yaitu setiap pengolahan 1 ton buah tandan sawit menghasilkan TKKS sekitar 22-23% atau sebanyak 220-230 kg.

Limbah TKKS tersebut memiliki kandungan lignoselulosa (lignin, selulosa, dan hemiselulosa) yang tinggi. Kandungan selulosa dan hemiselulosa dapat dimanfaatkan dan dikonversi menjadi produk dengan nilai ekonomi yang tinggi, yaitu seperti bahan baku bioetanol dan pakan alami ternak. Akan tetapi, pada proses pengolahannya terdapat berbagai kendala. Salah satunya adalah keberadaan lignin yang mengikat kuat selulosa dan hemiselulosa sehingga perlu dilakukan pengolahan awal pada bahan lignoselulosa tersebut. Lignin merupakan komponen lignoselulosa yang paling sulit didegradasi karena merupakan makromolekul yang terdiri dari unit fenilpropanoid dan dihubungkan oleh beberapa ikatan kovalen.

Proses penghilangan komponen lignin (delignifikasi) dapat dilakukan menggunakan metode fisika dan kimia, tetapi membutuhkan biaya yang relatif mahal dan kurang ramah lingkungan apabila menggunakan bahan kimia sintetis. Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk proses penghilangan lignin adalah menggunakan metode biologis dengan memanfaatkan enzim lignoselulase, seperti lakase. Produksi enzim lakase tersebut dapat diperoleh dari jamur pelapuk seperti Marasmius sp., Phanerochaete chrysosporium dan Trichoderma reesei.

Gambar skematik proses degradasi lignin (delignifikasi). Lignin yang mengikat kuat selulosa perlu diberikan pretreatment (pengolahan awal). Pengolahan awal ini dapat dilakukan secara biologis menggunakan enzim lakase dari beberapa jenis jamur pelapuk. Sumber gambar: Penelitian Hsu dkk. (1980) dalam buku yang disunting Mosier dkk. (2005).
Gambar skematik proses degradasi lignin (delignifikasi). Lignin yang mengikat kuat selulosa perlu diberikan pretreatment (pengolahan awal). Pengolahan awal ini dapat dilakukan secara biologis menggunakan enzim lakase dari beberapa jenis jamur pelapuk. Sumber gambar: Penelitian Hsu dkk. (1980) dalam buku yang disunting Mosier dkk. (2005).

Selain digunakan untuk delignifikasi, enzim lakase yang dihasilkan oleh jamur pelapuk banyak digunakan di beberapa bidang industri karena tergolong ramah lingkungan, yaitu mampu mengoksidasi senyawa fenolik dan hanya menghasilkan air sebagai produk samping. Pada industri tekstil, enzim lakase dimanfaatkan untuk mendegradasi pewarna sintetik yang terdapat pada limbah. Enzim lakase juga dapat dimanfaatkan dalam bioremediasi tanah, biodegradasi polutan fenol di lingkungan, menghilangkan senyawa fenol yang tidak diinginkan pada makananan di industri pangan, serta pengolahan pulp dan kertas.

Marasmius sp. sebagai salah satu jenis jamur pelapuk. Sumber gambar: http://www.mushroomexpert.com/marasmius_oreades.html
Marasmius sp. sebagai salah satu jenis jamur pelapuk. Sumber gambar: http://www.mushroomexpert.com/marasmius_oreades.html

Jadi, jamur pelapuk merupakan agen biologis yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk proses delignifikasi TKKS. Produksi enzim lakase dari jamur pelapuk dapat mengurangi limbah padat hasil pengolahan sawit dengan menghasilkan produk baru dengan nilai tambah berupa enzim yang memiliki banyak aplikasi.

Bahan bacaan:

  • Couto, S. R. dan Herrera, J. L. T. Industrial and Biotechnological Applications of Laccases: A Review.Biotechnology Advances, 24(5), pp. 500-513, 2006.
  • Hsu, T.A., Ladisch, M.R., Tsao, G.T., Alcohol from cellulose. Chemical Technology, 10 (5), pp. 315-319, 1980.
  • Indonesia Investments. 2016. Minyak Kelapa Sawit. [Online] http://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166.
  • Mosier, N., Wyman, C., Dale, B., Elander, R., Lee, Y.Y., Holtzapple, M., Ladisch, M. Feature of promising technologies for pretreatment of lignocellulosic biomass. Bioresource Technology, 96(6), pp. 673-686, 2005.
  • Regina, M., Broetto, F., Giovannozzi-Sermanni, G., Marabotini, R. dan Peranni, C. Influence of Stationary and Bioreactor Cultivation on Lentinula Edodes (Berk) Pegler Lignocellulolitic Activity.Brazilian Archives of Biology and Technology, 51(2), pp. 223-233, 2008.
  • Risdianto, H., Suhardi, S.H., Niloperbowo, W. dan Setiadi, T. Produksi Lakase dan Potensi Aplikasinya dalam Proses Pemutihan Pulp. Berita Selulosa, 43, pp. 1-10, 2008.
  • Rosales, E., Couto, S. R., dan Sanroman, A. New Uses of Food Waste: Application to Laccase Production by Trameter Hisuta. Biotechnology Letters, 24(9), pp. 701-704, 2002.
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_sawit

Penulis:
Faizah Khairunnisaa, mahasiswi S2 SITH ITB, Bandung.

Back To Top