Nobel Ekonomi 2015: Pola Konsumsi dan Tingkat Kesejahteraan

Tidak dapat dipungkiri lagi, kemiskinan merupakan salah satu masalah paling penting yang dihadapi peradaban manusia saat ini. Bahkan tidak hanya saat ini saja, masalah ini sudah menghantui kita semua sejak dulu kala, dan sangat mungkin masih akan ada untuk bertahun-tahun ke depan. Berbagai ekonom di seluruh dunia telah mencoba menganalisis masalah ini dari berbagai sudut pandang, dan banyak yang mencoba menawarkan solusi masing-masing. Namun begitu, semua solusi tersebut dipercaya tidak akan efektif jika kita tidak bisa mengerti sebuah konsep krusial: bagaimana seseorang membelanjakan anggarannya?

Dengan mengerti pola konsumsi seseorang dalam membelanjakan anggarannya, kita (dan pemerintah terutama) akan sangat terbantu dalam membuat rangkaian kebijakan untuk memberantas kemiskinan. Topik inilah yang menjadi fokus utama riset dari seorang ekonom bernama Angus Deaton selama bertahun-tahun. Beliau menganalisis pola belanja individu secara mendalam dan menghubungkannya dengan belanja masyarakat secara umum. Hasil penelitian beliau telah digunakan sebagai referensi di bidang ekonomi, baik di bidang makroekonomi, mikroekonomi, dan ekonomi pembangunan.

Angus Deaton lahir di Skotlandia pada 19 Oktober 1945, dan sekarang memegang dua kewarganegaraan: Inggris dan Amerika Serikat. Beliau menyelesaikan studi S1, S2, dan S3-nya di Universitas Cambridge, Inggris, dan sekarang aktif sebagai profesor di Universitas Princeton, Amerika Serikat. Selain itu beliau aktif sebagai pengajar tamu di Universitas Cambridge dan Bristol, Inggris.

Penelitiannya pada tahun 1980 membuat gebrakan di topik teori konsumsi ekonomi. Beliau dan koleganya menyusun sebuah model yang sangat akurat untuk menjelaskan pola konsumsi seseorang (individu). Mereka menamakan model tersebut sebagai Almost Ideal Demand System (disingkat AIDS). Sementara itu, Deaton juga membuat gebrakan dalam penggunaan metode survei rumah tangga (household survey) yang biasanya digunakan untuk mengukur permintaan agregat masyarakat. Metode survei baru ini juga dianggap lebih akurat dan sekarang sudah banyak digunakan oleh berbagai lembaga riset.

Dalam melakukan penelitiannya, Deaton berfokus kepada 3 daerah besar: Amerika Serikat, Afrika, dan India. Belakangan ini, terjadi pergeseran yang menarik di topik penelitian beliau, yang mulai menghubungkan antara kesehatan masyarakat, pola konsumsinya, dan kemiskinan. Salah satu contoh temuan Deaton yang menarik adalah pada saat beliau menggunakan tingkat konsumsi kalori (calorie intake) untuk menjelaskan mengapa masyarakat miskin memiliki kecenderungan yang sangat besar untuk terus miskin sepanjang hidupnya, dan memiliki anak-anak yang besar kemungkinannya untuk turut miskin juga seperti orang tuanya.

Menurut Deaton, kalori tersebut sangat diperlukan untuk menjadi individu produktif dan pintar di kehidupan sosialnya. Oleh karena itu masyarakat yang mengkonsumsi kalori cukup dan rutin akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk sukses dalam hidupnya dibanding masyarakat miskin yang tidak dapat memenuhi kebutuhan kalori hariannya.

Komite Nobel Ekonomi 2015 menganggap Deaton telah cukup berhasil dalam menjawab 3 pertanyaan sentral, yang membuat beliau pantas menerima Nobel. Tiga pertanyaan sentral tersebut diuraikan di bawah ini.

1. Bagaimana seorang konsumen membagi-bagi belanjanya di antara berbagai barang-barang?

Seperti yang disebutkan di atas, penting sekali bagi kita untuk mengerti pola belanja konsumen individu karena hal ini akan membuat kita bisa menyusun kebijakan yang tepat untuk memberantas kemiskinan dan menaikkan standar kesejahteraan masyarakat. Deaton menjawab hal ini dengan model AIDS-nya yang diterbitkan tahun 1980 dan telah beberapa kali dimodifikasi.

2. Seberapa banyak porsi pendapatan masyarakat yang dibelanjakan, dan seberapa banyak yang ditabung?

Setelah mengerti pola belanja konsumen individu, kita perlu memahami bagaimana individu-individu yang ada di masyarakat membentuk konsumsi agregat (gabungan) masyarakat dan “kekayaan” agregat masyarakat (yang berasal dari tabungan). Deaton menjawab hal ini dengan menyatakan bahwa masing-masing individu menyesuaikan pola belanja mereka dengan tingkat pendapatan masing-masing yang bisa berubah-ubah. Untuk itu, jika ingin mengetahui tingkat konsumsi agregat di masyarakat, kita harus mulai dari tingkat konsumsi individu.

3. Bagaimana kita bisa mengukur kesejahteraan dan kemiskinan dengan akurat?

Deaton menawarkan metode baru dalam melakukan metode survei rumah tangga yang merupakan titik awal dalam memahami tingkat kesejahteraan masyarakat dengan akurat. Selain itu, Deaton juga berpendapat bahwa tingkat konsumsi kalori (calorie intake) bisa digunakan untuk menjelaskan tingkat kesejahteraan masyarakat dan bisa memprediksi apakah masyarakat tersebut akan keluar dari kemiskinan di masa depan.

Dengan berbagai gebrakan dalam penelitiannya, dan perspektifnya yang menarik dalam menganalisis masalah kemiskinan, pantaslah Angus Deaton dinobatkan sebagai penerima Nobel Ekonomi 2015. Dalam pidatonya, Deaton mengkritisi ekonom secara keseluruhan. Beliau turut prihatin atas kurang populernya topik kemiskinan dan kesejahteraan di antara pada ekonom sehingga jumlah ekonom yang menganalisis masalah ini masih relatif sedikit. Padahal, masalah kemiskinan dan kesejahteraan adalah masalah yang sangat sentral dalam sebuah peradaban, dan butuh usaha yang sangat keras untuk bisa memberantasnya.

Bahan bacaan:

Penulis:
Muhammad Rifqi, mahasiswa S3 jurusan ekonomi manajemen, Tohoku University, Jepang.
Kontak: rifqilazio(at) yahoo(dot)com.

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top