Sebenarnya kurikulum seperti apa yang benar-benar cocok untuk pendidikan di negeri ini? Dengan keragaman yang dimiliki oleh Indonesia bisakah sebuah kurikulum disamakan antara daerah yang satu dengan yang lainnya?
Sebelum menelaah lebih jauh, kita perlu pahami sebenarnya apa pengertian dari kurikulum itu sendiri. Sebab, seperti yang kita tahu, terkadang di era teknologi yang serba canggih ini setiap orang dapat mengkritisi kurikulum di sekolah lewat media sosial. Mereka dapat berkomentar kurikulam A kurang cocok, kurikulum B yang cocok. Ada pula yang berkata, tidak ada kurikulum yang cocok sama sekali kecuali C. Jadi sebenarnya apa kurikulum itu?
Nah, istilah kurikulum itu sendiri berasal dari bahasa perancis, yaitu “courier” yang berarti “to run”, maksudnya adalah berlari. Dalam bahasa Yunani, kurikulum diartikan sebagai “jarak” yang harus ditempuh oleh pelari sehingga kurikulum dalam pendidikan diartikan sebagai jumlah pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan oleh anak guna mendapatkan ijazah. Definisi lainnya, kurikulum adalah sebuah perangkat pelajaran dan metode dalam pendidikan agar tercapai tujuan pendidikan itu sendiri.
Dari definisi di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwasanya kurikulum adalah dasar jalannya sebuah pendidikan di sekolah. Tanpa kurikulum yang jelas, keberhasilan dari tujuan pendidikan tidak dapat terwujud. Tujuan pendidikan di Indoensia tertulis dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 Pasal 3, yang menyebutkan,
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, pemerintah Indonesia pernah membuat beberapa kurikulum tingkat nasional. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, sudah pernah ada 3 kali pergantian kurikulum, yaitu kurikulum 2004 (kurikulum berbasis kompetensi), kurikulum 2006 (kurikulum tingkat satuan pendidikan) dan kurikulum 2013 yang sedang dievaluasi.
Adanya pembaruan dan evaluasi dalam kurikulum bertujuan untuk menyesuaikan kebutuhan siswa karena ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam kurikulum. Di antara prinsip tersebut, fleksibilitas program, orientasi pada tujuan yang hendak dicapai, efisiensi dan efektivitas, serta kontinuitas. Suatu kurikulum secara ideal hendaknya dibuat berkesinambungan.
Menurut Zarkasyi dalam bukunya “Gontor dan pembaharuan pendidikan pesantren”, kurikulum dapat dipandang sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual siswa, khususnya kemampuan berpikir agar mereka dapat memecahkan segala masalah yang dihadapinya. Keterampilan memecahkan masalah dalam hidup dapat dimiliki dan dikembangkan siswa melalui pendidikan di sekolah. Bukan saja masalah yang dihadapinya sendiri, melainkan juga diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah lebih besar yang ada dalam masyarakat.
Selanjutnya, Jika kurikulum dipandang sebagai sebuah alat. Siapakah yang menggunakan alat tersebut? Jawabannya hanya satu, yakni guru. Sebagus apapun alatnya, perangkat dan metodenya, tetapi guru tidak dapat memakai alat tersebut dengan baik untuk apa? Perangkat dan materi pelajaran tentu penting, tetapi lebih penting pengguna alat tersebut dapat memainkan alat dengan baik dan benar.
Jadi, bisa dipahami sebenarnya bukan sekadar kurikulum yang dapat membuat siswa itu cerdas, melainkan gurulah yang bertanggung jawab atas itu. Sosok yang mengetahui kebutuhan setiap siswa adalah gurunya sendiri. Gurulah pintu gerbang pengetahuan dan pendidikan siswanya. Apapun kurikulumnya yang terpenting adalah bagamaina seorang guru itu memiliki jiwa keguruannya.
Tidak ada yang salah ketika pemerintah ikut andil dalam penentuan kurikulum bagi sekolah. Pastinya pemerintah inginkan yang terbaik untuk pendidikan putra-putri bangsa ini. Oleh karena itu, ada baiknya pemerintah memperhatikan bagaimana guru kelak menjalankan kurikulum tersebut.
Keluhan, kritikan, masukan, ataupun dukungan pasti akan datang pada setiap penetapan kurikulum baru. Akan tetapi, bagi seorang guru yang telah paham proses pendidikan apa yang perlu diberikan pada anak didiknya, apapun kurikulumnya itu tidak menjadi masalah. Sebab, dia tahu dan meyakini jalan apa yang harus ditempuh untuk kebaikan siswanya.
Bahan bacaan:
- Abdullah Syukri Zarkasy, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Jakarta: PT Rajagrafindo Perkasa (2005).
- http://musbir.blogspot.com/2013/07/kurikulum-yang-pernah-berlaku-di.html
- http://belajarpsikologi.com/tujuan-pendidikan-nasional/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum
Penulis:
Pepi Nuroniah, Guru BK di MAN 2 Serang, Banten. Kontak: pepinuroniah(at)yahoo(dot)com.