Jika kita mendengar istilah material nanoflower, mungkin yang langsung terbersit di benak kita ialah sesuatu berbentuk bunga yang memiliki ukuran dimensi nano. Yup, pemikiran yang tepat sekali. Namun, bukan berarti bahwa material nanoflower ini merupakan “real flower” atau bunga sesungguhnya. Material ini disebut nanoflower karena memiliki tipe struktur mirip bunga dan berukuran hingga skala nano.
Selanjutnya, kita mungkin berpikir, apakah mungkin membuat material bunga yang memiliki ukuran yang super kecil, hingga skala 10-9 meter? Jika memang benar ada, lalu bagaimana cara membuatnya? Bingung? Daripada bingung, yuk kita sama-sama menyimak apa sih sebenarnya material nanoflower itu, bagaimana cara pembuatannya, dan apa saja aplikasinya.
Semenjak Richard Feynman, seorang fisikawan Amerika, pertama kali memperkenalkan konsep “there’s plenty of room at the bottom” pada tahun 1959, para peneliti seluruh dunia berlomba-lomba untuk meneliti material berukuran kecil, dari skala mikro hingga akhirnya mencapai nano. Semakin kecil materialnya, semakin unik sifat-sifat yang muncul, terutama pada skala nano, yang kemudian dikenal dengan istilah nanosains atau nanoteknologi.
Pengembangan material nanoteknologi tidak hanya difokuskan pada fungsi dan aplikasi, tetapi juga beragam tipe bentuk materialnya ikut dikembangkan. Mula-mula, tipe nanomaterial yang telah berhasil dibentuk ialah material nano yang berdimensi rendah, yaitu yang berdimensi 0 seperti partikel core-shell nanoparticle, berdimensi 1 seperti carbon nanotube, nanowire (berbentuk seperti kawat), dan berdimensi 2 seperti material graphene.
Sementara itu, material nano berdimensi 3 masih sedikit yang berhasil dikembangkan, terutama material berpori seperti MCM-41 dan beberapa material berpori heksagon. Hal ini memicu para peneliti untuk terus mencari bentuk material nano berdimensi 3 yang mungkin bisa dibuat. Dari sinilah muncul konsep nanoflower.
Ngomong-ngomong tentang bunga, biasanya hal ini berkaitan erat dengan dunia wanita. Lalu, apakah nanoflower juga berkaitan dengan wanita? Ternyata benar, material ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ilmuwan wanita lho. Ilmuwan ini bernama Ho Ghim Wei, yang memperkenalkan nanoflower pada tahun 2004 di Cambridge University.
Pada tahun 2004, di saat HO Ghim Wei sedang belajar di Cambridge University, ia telah berhasil mensintesis material nanoflower berbahan SiC (silikon karbida). Saat ini ia menjadi salah satu staf pengajar di National University of Singapore dan telah berhasil mengembangkan material nanoflower ke dalam berbagai macam bentuk.
Material-material nanoflower tersebut dapat diperoleh melalui proses vapor-liquid-solid (VLS). Metode VLS merupakan metode pembuatan material nano dengan cara pengendapan melalui fase gas. Mari kita lihat beberapa foto mikroskopis yang menunjukkan keindahan material nanoflower. Foto-foto ini telah diterbitkan di beberapa jurnal internasional terkemuka.
Seiring dengan berkembangnya berbagai metode penelitian, diketahui tidak hanya metode VLS yang dapat membuat material nanoflower ini menjadi indah. Misalnya, Sajanlal dkk. pada tahun 2009 berhasil membuat nanoflower emas (Au) dan perak (Ag) dengan metode pembenihan (seeding-mediated technique).
Dengan banyaknya material nanoflower yang telah berhasil disintesis membuat peneliti lain mencoba untuk membuat material nanoflower dengan berbagai macam teknik sintesis. Beberapa teknik tersebut di antaranya adalah polyol synthesis (sintesis menggunakan reagen poliol), biological synthesis (metode berbasis biologi), solvothermal synthesis (sintesis menggunakan pelarut pada suhu tertentu), Galvanic replacement reaction (reaksi berbasis hukum Galvani atau elektrolisis), dan photochemical synthesis (sintesis dengan reagen kimiawi yang dibantu oleh cahaya).
Wow, banyak sekali ya. Sebenarnya masih banyak lagi metode sintesis yang telah dikembangkan oleh peneliti untuk membuat material nanoflower. Namun, karena tingginya kompleksitas dan kurang efektifnya metode sintesis yang telah dilakukan, sebagian peneliti pun mencari metode yang lebih mudah dan sederhana.
Di antara metode metode yang lebih sederhana dan mudah itu dinamakan hydrothermal approach (metode pendekatan hidrotermal). Apakah itu? Dari namanya barangkali kita bisa menebak, hidro yang berarti air dan termal yang berarti sesuatu yang berhubungan dengan temperatur. Nah, metode hidrotermal ini adalah metode pemanasan dengan menggunakan air sebagai media pelarutnya. Dengan hanya menggunakan pemanasan dan air, metode ini dianggap lebih sederhana dan memiliki efektifitas yang lebih baik, yang otomatis lebih ramah lingkungan.
Peneliti asal Cina, Liu dkk. pada tahun (2010), berhasil mensintesis paduan Ni-Fe yang berbentuk nanoflower. Mereka hanya menggunakan campuran larutan NiCl2 dan FeCl3 yang kemudian campuran tersebut diperlakukan dengan teknik hidrotermal pada temperatur sekitar 100 oC. hasil yang memukau dengan metode yang sederhana, membuat peneliti lain (Sun dkk. pada tahun 2013) mencoba untuk membuat material nanoflower berbasis oksidase glukosa (GOx) dengan metode yang sama.
Pembuatan material nanoflower ini ada tahapannya lho teman-teman. Liu dkk. mencoba mengkaji lebih lanjut bagaimana sebenarnya laju pertumbuhan nanoflower yang telah mereka hasilkan itu. Kesimpulannya, material tersebut berasal dari nanopartikel yang merupakan bentuk mula-mula dari material nanoflower seperti pada gambar. Dengan pemanasan lebih lanjut, pada material tersebut terjadi pertumbuhan yang berbentuk tabung dengan orientasi yang berbeda-beda, sehingga bentuk bunga menjadi terlihat. Menakjubkan, bukan?
Oya, jangan lupa, bentuk bunga tersebut memiliki ukuran nano, hanya 10-9 m. Ukuran yang mustahil untuk dilihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu, para peneliti biasanya menggunakan alat yang bernama mikroskop elektron atau istilah bahasa inggrisnya lebih dikenal sebagai Scanning Electron Microscope (SEM). Di Indonesia sudah ada alat semacam ini, misalnya di di Institut Teknologi Bandung (ITB). Bagi teman-teman yang tertarik di bidang nanoteknologi, Indonesia sudah memiliki alat-alat yang mumpuni kok, tinggal bagaimana saja cara kita memanfaatkannya.
Nah, setelah mengenal lebih jauh tentang material nanoflower dengan berbagai macam bentuknya dan cara pembuatannya, mungkin kini terpikir di benak kita, apa sih aplikasi dari material ini? Jangan-jangan sudah dibuat dengan susah payah, materialnya tidak bisa digunakan. Tentu tidak, banyak sekali manfaat yang bisa diperoleh dari material nanoflower ini.
Gu dkk. pada tahun 2010 melaporkan bahwa material nanoflower berbahan CuO dapat digunakan sebagai sensor H2O2. Sun dkk. juga melaporkan pada tahun 2013 bahwa material nanoflower berbasis CuO dapat digunakan sebagai sensor glukosa. Di bidang energi, Chen dkk. pada tahun 2011 menemukan bahwa material nanoflower berbasis MnO2 yang didispersikan ke graphene dapat dimanfaatkan sebagai material penyimpan energi (energy storage).
Di artikel penelitian yang lain, Sajanlal merangkum berbagai macam aplikasi material nanoflower yang telah dilakukan, di antaranya ialah photovoltaic device (perangkat sel surya), infrared adsorbed material (material penyerap infra merah), photothermal therapy (material yang digunakan untuk terapi menggunakan termal dan cahaya), material pelapis permukaan superhidrofobik, dan material penggambar sel kanker.
Banyaknya aplikasi yang dapat dilakukan dan keunikan bentuk yang dihasilkan dari material nanoflower ini membuat nanoflower masih terus dikembangkan oleh para peneliti, baik dari segi metode, material, maupun aplikasinya. Mungkinkah ada di antara teman-teman yang suatu saat ingin menjadi peneliti dalam bidang ini?
Bahan bacaan:
- Gu, A., Wang, G., Zhang, X., dan Fang, B. Synthesis of CuO nanoflower and its application as a H2O2 sensor, Bull. Mater. Sci., (2010), http://www.ias.ac.in/matersci/bmsfeb2010/17.pdf
- http://www.nano-reviews.net/index.php/nano/article/view/5883/7100#CIT0169
- http://www.nanotech-now.com/Art_Gallery/ghim-wei-ho.htm
- http://research.chem.psu.edu/axsgroup/Ran/research/energystorage.html
- Liu, L., Guan, J., Shi, W., Sun, Z., dan Zhao, J., Facile Synthesis and Growth Mechanism of Flowerlike Ni-Fe Alloy Nanostructure, Phys. Chem. C. (2013).
- Sun, S., Zhang, X., Sun, Y., Yang, S., Song, X., dan Yang, Z., Hierarchical CuO nanoflowers: water-required synthesis and their application as non-enzymatic glucose biosensor, ESI for Phys. Chem. (2013), http://www.rsc.org/suppdata/cp/c3/c3cp50922b/c3cp50922b.pdf
Penulis:
Wahyu Satpriyo Putro, mahasiswa master Department of Applied Chemistry and Biotechnology, Chiba University, Jepang. Kontak: wahyu_kim07(at)yahoo(dot)com.