Soliton merupakan sebuah gelombang soliter yang bergerak tanpa mengalami perubahan bentuk. Ini tentu berbeda dengan (misalnya) solusi gelombang biasa yang bersifat linier, u(x,t) = A sin(ωt-kx). Solusi gelombang biasa ini menghasilkan gelombang yang membentang sepanjang posisi x dan selama waktu t. Beberapa gelombang dapat pula bersifat dispersif. Artinya, gelombang dengan frekuensi berbeda akan merambat dengan kecepatan berbeda pula (perhatikan prisma dan pelangi).
Berbeda dengan gelombang biasa yang linier, soliton merupakan gelombang nonlinier yang setidaknya dapat dicirikan oleh dua sifat berikut: (1) terlokalisasi dan merambat tanpa perubahan bentuk maupun kecepatan, serta (2) stabil melawan tumbukan. Kedua sifat ini dapat muncul jika efek nonlinieritas seimbang (atau saling meniadakan) dengan efek dispersif gelombang pada media penjalarannya.
Sifat pertama yang disebutkan di atas merupakan kondisi gelombang soliter yang dikenal dalam hidrodinamika sejak abad ke-19, sedangkan sifat yang kedua berarti gelombang tersebut memiliki kelakuan seperti partikel. Dalam fisika modern, akhiran “-on” biasanya digunakan untuk menunjukkan kelas partikel, misalnya fonon (phonon) dan foton (photon). Sifat soliton yang tampak sebagai partikel menjadi salah satu topik penelitian fisika yang cukup aktif hingga saat ini.
Penemuan Soliton
Kisah penemuan soliton sangatlah menarik untuk diketahui. Pengamatan pertama yang terdokumentasi dengan baik dilakukan pada 1834 oleh ilmuwan Skotlandia, John Scott-Russel. Ia mengamati gerak sebuah perahu dari kudanya. Ketika perahu tiba-tiba berhenti, timbullah gelombang air dengan sebuah puncak yang bergerak menjauh dari perahu tersebut. Ia lalu mengamati gerak gelombang air tersebut dan terus mengikutinya hingga sekitar 2 mil.
Gelombang air tersebut nyaris tidak berubah bentuk juga kecepatannya hingga akhirnya menghilang dari pandangan karena masuk ke dalam terowongan air. Berikut adalah kutipan kata-kata yang disampaikan Russel setelah mengamati fenomena tersebut:
I was observing the motion of a boat which was rapidly drawn along a narrow channel by a pair of horses, when the boat suddenly stopped—not so the mass of water in the channel which it had put in motion; it accumulated round the prow of the vessel in a state of violent agitation, then suddenly leaving it behind, rolled forward with great velocity, assuming the form of a large solitary elevation, a rounded, smooth and well defined heap of water, which continued its course along the channel apparently without change of form or diminution of speed. I followed it on horseback and overtook it still rolling on at a rate of some eight or nine miles an hour, preserving its original figure some thirty feet long and a foot to a foot and a half in height. Its height gradually diminished and after a chase of one or two miles I lost it in the windings of the channel. Such in the month of August 1834 was my first chance interview with that singular and beautiful phenomenon which I have called the ‘Wave of Translation’.
[J.S. Russel, Report on Waves, Rep. 14th Meet. British. Assoc. Adv. Sci. 311-390 (John Murray, 1844)]
Istilah gelombang soliter kemudian diberikan oleh Russel untuk gelombang air yang diamatinya itu. Fenomena ini turut menarik perhatian sejumlah fisikawan seperti Stokes, Bossineq, dan Rayleigh. Akan tetapi, perhitungan teoretis yang signifikan baru muncul pada 1898 ketika dua orang fisikawan Belanda, Korteweg dan de Vries, memunculkan persamaan yang dikenal sebagai persamaan KdV: u+∂x3u+6u∂xu + = 0.
Jika kita menemukan soliton di sekitar kita, pada umumnya pergerakan soliton tersebut merupakan solusi dari persamaan KdV, sebuah obat pusing yang mujarab (obat pembuat pusing). Namun, belakangan ini soliton dapat ditemukan pula sebagai solusi dari bermacam-macam persamaan nonlinier seperti persamaan sinus-Gordon dan persamaan Schrödinger nonlinier. Aplikasinya pun sangat luas, mulai dari transmisi optik hingga superkonduktor.
Soliton di Kolam
Kita tidak ingin membahas soliton yang susah-susah. Pada tahun 1986, seorang fisikawan Amerika bernama R. M. Kiehn menemukan suatu fenomena menarik di dalam kolam renang. Ketika ia naik tangga keluar dari kolam renang dan duduk di kursi, ia melihat beberapa pasang lingkaran hitam di dasar kolam. Objek-objek ini bertahan bermenit-menit dalam air tenang. Ketika ia mencoba melihat lebih dekat dengan cara mencebur ke kolam, semua objek itu lenyap.
Belakangan, tahun 2004, Kiehn menulis karya ilmiah tentang ini. Menurutnya, objek-objek itu adalah soliton dalam wujud lain. Jika soliton gelombang air berupa perbedaan ketinggian air seperti halnya ombak lautan, soliton yang ini berupa gangguan dalam topologi, yaitu bentuk dari ruang itu sendiri.
Soliton tersebut, yang disebutnya soliton Falaco (Falaco soliton), ternyata cukup mudah dibuat sendiri. Cukup siapkan satu pelat lingkaran ber diameter sekitar 30 cm, sebuah gayung atau ember, dan kolam renang yang airnya tenang (bak mandi pun jadi, tapi mesti agak lebar dan cukup dalam).
Tinjau kolam renang, celupkan pelat dengan arah tegak sehingga setengah lingkarannya berada di dalam air. Pelan-pelan, gerakkan pelat mendorong air (ke arah tegak lurus bidang pelat) sejauh beberapa cm. Angkat pelat keluar dari air. Selamat! Mungkin Anda sudah bisa membuat sebuah soliton!
Betulkah? Mana solitonnya? Ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, tidak terbentuk soliton, tetapi kita jangan frustasi dulu, baca tulisan ini sampe beres. Kemungkinan kedua, gerakan pelatnya terlalu brutal atau terlalu halus. Kita bisa ulangi proses di atas sampai dapat soliton atau sampai menyerah.
Kalau berhasil, perhatikan permukaan air. Timbul sepasang pusaran yang dangkal sekali yang bergerak maju searah dengan gerakan pelat tadi. Perhatikan juga dasar kolam. Terlihat sepasang lingkaran hitam yang kelihatannya berhubungan dengan pusaran air di atas. Ini bukan bayangan karena air hampir transparan. Lingkaran hitam tersebut adalah efek lensa dari pusaran air. Ingat lensa cekung menyebarkan cahaya, alhasil area di bawah lensa cekung itu kekurangan cahaya.
Ada cara lain untuk membuat soliton pusaran air, yang dapat dicoba dengan mudah di dalam bak mandi. Celupkan gayung atau ember secara tegak seperti akan menggayung air seperti biasa, tetapi setengahnya saja. Selanjutnya, angkat gayung beberapa cm ke atas sehingga air mengalir keluar dari gayung. Tunggu sampai pusaran terbentuk dan bergerak agak jauh, baru keluarkan gayung dari air perlahan-lahan.
Beberapa sifat menarik dapat kita temukan dari soliton pusaran air ini. Sebelum pusaran terbentuk, saat lingkaran hitam belum terbentuk, ada lengan-lengan spiral seperti galaksi menjulur keluar dari kedua pusaran. Kedua pusaran sebenarnya terhubung oleh suatu garis setengah lingkaran di bawah permukaan air. Kalau tinta diteteskan ke salah satu pusaran, warnanya akan terbawa berpusar sepanjang garis penghubung ini.
Soliton ini pun sangat stabil. Menurut Kiehn, pasangan pusaran ini mampu bertahan setengah jam di air tenang. Bandingkan dengan gelombang biasa yang menghilang setelah beberapa detik. Hanya saja, kalau kita potong garis penghubung kedua pusaran, pusaran tersebut akan langsung lenyap.
Kita bisa coba pula arahkan gerakan soliton sehingga kedua pusaran akan lewat di kiri atau kanan sebuah tiang, misalnya gagang sapu. Ketika dekat tiang, pusaran akan menghilang sesaat. Tunggu beberapa saat, pusaran terbentuk lagi seakan-akan menembus ruang.
Eksperimen lanjutan yang perlu dicoba adalah menumbukkan dua pasang pusaran dari arah berlawanan. Kalau beruntung, dua pusaran ini tidak akan berubah bentuk. Tetapi, kalau kita buat soliton lambat lalu buat lagi soliton cepat sehingga menabrak soliton lambat dari belakang, soliton lambat akan melebar sehingga soliton cepat lewat di antara pusaran lambat. Setelah itu, soliton lambat kembali ke bentuk semula.
Soliton Falaco ini adalah fenomena topologis. Kalau bertanya ke orang matematika, topologi adalah ilmu yang berhubungan dengan bentuk ruang dan tidak peduli ukurannya. Artinya, soliton Falaco bisa diskalakan menjadi ukuran berapapun, bahkan sampai ukuran subatomik dan galaksi.
Dari Kolam Renang ke Alam Semesta
Sekarang, mari kita membayangkan hal yang bukan-bukan. Cari bentuk-bentuk di alam yang mirip dengan soliton pusaran air (soliton Falaco) yang telah dijelaskan. Galaksi spiral, misalnya, bisa saja merupakan pusaran raksasa. Sampai sekarang para ilmuwan belum bisa menjelaskan bentuk galaksi spiral, sampai perlu mengada-adakan faktor-faktor seperti dark matter untuk menjelaskan kurangnya gravitasi.
Jika galaksi merupakan soliton pusaran, mungkin dapatlah dijelaskan bentuk lengan spiralnya. Ingat, saat pusaran air terbentuk, sebelum stabil dapat terlihat lengan-lengan spiral. Jika benar, galaksi spiral bisa jadi merupakan soliton dalam tahap pembentukan. Ketika sudah stabil, galaksi berubah menjadi galaksi elips yang tidak mempunyai lengan spiral.
Perhatikan lagi bahwa cekungnya permukaan air di pusat pusaran bisa dianalogikan dengan lubang hitam (black hole) di pusat galaksi. Menurut Einstein, benda bermassa seperti lubang hitam melengkungkan ruang. Ini mirip seperti pusaran air yang melengkungkan permukaan air, tetapi dalam dimensi yang lebih rendah.
Soliton galaksi juga berarti haruslah menunjukkan keberadaan pasangan untuk setiap galaksi. Pasangan ini dihubungkan oleh sebuah cosmic string yang tidak terlihat. Alasannya, seperti soliton permukaan air (2D) yang mempunyai garis penghubung 3D, ternyata soliton galaksi (3D) mempunyai cosmic string 4D. Mungkinkah galaksi kita terhubung dengan galaksi Andromeda? Mungkin benar, mungkin salah.
Selain itu, soliton pusaran mungkin dapat dihubungkan dengan pasangan elektron pada superkonduktor dan quark. Jika ini benar, dapatlah dijelaskan mengapa quark tidak pernah dapat dipisahkan. Ingat, jika kita memutus garis penghubung pusaran, soliton langsung lenyap.
Cincin Asap dan Graviton
Telah kita simak bahwa soliton Falaco terikat pada permukaan air seperti halnya kita terikat pada ruang 3D. Kita bisa tinjau bentuk lain yang mirip dengan ini: cincin asap. Cincin asap juga merupakan pusaran yang sumbunya melingkar. Pusaran ini tidak terikat pada permukaan 2D seperti halnya graviton dengan spinnya yang bernilai 2 tidak terikat pada ruang 3D kita. Anggap saja cincin asap adalah simulasi graviton, partikel gravitasi, yang string-nya berbentuk lingkaran.
Bagaimana cara membuat cincin asap? Kita bisa siapkan kaleng berdiameter 20 cm dan tinggi 30 cm, lubangi dasarnya dengan diameter 2 cm di tengah. Lepas tutup kaleng, lalu tutup dengan karton duplek. Selanjutnya, kita isi kaleng dengan asap (misalnya obat nyamuk atau bakaran kertas). Posisikan kaleng mendatar dan tepuk sisi karton pelan-pelan dengan jari. Coba kita amati cincin asap yang terbang keluar dari lubang. Apa yang terjadi?
Bahan bacaan:
- M. Kiehn, Falaco Solitons: Cosmic Strings in a Swimming Pool, Physics Department, University of Houston (2004): http://www22.pair.com/csdc/pdf/falsolapril16.pdf
- http://en.wikipedia.org/wiki/Soliton
- http://en.wikipedia.org/wiki/Soliton_(topological)
- http://en.wikipedia.org/wiki/Graviton
- http://astro.berkeley.edu/~mwhite/darkmatter/dm.html
Penulis:
- Eko Widiatmoko, guru fisika di SMA Aloysius Bandung, alumnus ITB.
Kontak: e_ko_w(at)yahoo(dot)com. - Ahmad Ridwan T. Nugraha, peneliti fisika, alumnus ITB dan Tohoku University.
Kontak: art.nugraha(at)gmail(dot)com.