Dark Energy, Alam Semesta, dan Nobel Fisika 2011: Sebuah Perayaan atas Ketidaktahuan

Tanpa perlu menjadi ahli fisika, semua orang tahu bahwa apa yang kita lempar ke atas akan diperlambat oleh gravitasi dan akhirnya jatuh kembali ke bawah. Hanya sedikit di dunia ini yang berani meragukan hukum paling mendasar dari gravitasi. Akan tetapi, penghargaan Nobel Fisika 2011 yang diberikan pada 4 Oktober 2011 mungkin akan memacu para fisikawan untuk terus mencari tahu “sisi gelap” dari gravitasi.

Penghargaan Nobel Fisika tahun 2011 ini dianugerahkan kepada Saul Perlmutter, Adam Riess, dan Brian Schmidt. Mereka diberi penghargaan Nobel atas penemuan pada tahun 1998 yang menegaskan fakta alam semesta yang kita diami ini tidak hanya mengembang, tetapi juga dipercepat, mengalami akselerasi dalam proses pengembangannya.

Jauh sebelum penemuan ini, bahkan hampir seabad yang lalu, para fisikawan sebenarnya sudah mengetahui bahwa alam semesta memang mengembang, seperti dijelaskan dalam teori dentuman besar (Big Bang Theory). Hanya saja, mereka mengira alam semesta yang mengembang ini tidak dipercepat dalam proses pengembangannya, tetapi diperlambat karena adanya gravitasi. Kenyataannya justru tidak demikian. Analisis oleh para peraih Nobel ini terhadap bintang yang sangat jauh dari Bumi menunjukkan bahwa alam semesta mengembang dengan dipercepat.

Penemuan ini juga membawa kita pada sebuah konsep tentang dark energy, yaitu suatu gaya misterius yang melawan gravitasi. Hasil pengukuran menunjukkan tidak kurang dari 74 persen penyusun alam semesta ini adalah dark energy, sesuatu yang masih tidak diketahui dengan baik bagaimana menjelaskannya, tetapi ia perlu ada agar alam semesta yang mengembang dengan dipercepat dapat dijelaskan secara fisis. Sudah lebih dari 10 tahun hingga sekarang para ilmuwan masih mencoba menelusuri apa sebenarnya dark energy. Disebabkan keterbatasan pengetahuan kita tentang dark energy, tidaklah berlebihan jika permasalahan ini disebut sebagai salah satu topik riset paling fundamental dalam fisika.

Adakah yang salah dengan gravitasi? Pertanyaan ini lantas muncul ke permukaan. Sampai sebelum munculnya asumsi tentang dark energy, para fisikawan yakin gravitasi akan membuat laju pengembangan alam semesta menjadi lambat. Sebagai gambaran sederhana, jika kita melempar sebuah pulpen ke atas, gravitasi bumi membuat pulpen ini diperlambat dan akhirnya kembali ke tangan kita, tetapi ternyata hal ini tidak selalu terjadi di alam semesta.

Dengan mempelajari perjalanan cahaya dari supernova (ledakan bintang) yang sangat jauh dari Bumi, para ilmuwan kemudian melihat galaksi-galaksi yang menjadi sumber ledakan supernova ini saling menjauh satu sama lain dengan kecepatan yang terus bertambah. Kita bisa analogikan kejadian ini seperti pulpen yang kita lempar ke udara lantas malah terus terbang menjauh dari kita dengan kecepatan yang bertambah. Penemuan ini tentunya benar-benar mengguncang dunia fisika dan astronomi.

Ed11-fisika-1
Tycho’s Nova, salah satu contoh sisa-sisa sebuah supernova.

Para fisikawan bersikap konservatif. Mereka yakin tentunya tidak ada yang salah dengan gravitasi. Hukum gravitasi telah menjelaskan banyak sekali fenomena di alam semesta. Seperti halnya penemuan besar yang sudah-sudah, fenomena yang baru ditemukan dan seolah melanggar hukum fisika yang telah lama mapan seharusnya bisa dijelaskan dengan menggunakan suatu konsep baru yang tidak perlu meruntuhkan konsep lama.

Satu-satunya cara untuk menjelaskan penemuan tersebut kemudian adalah dengan mengasumsikan adanya gaya lain yang belum kita ketahui sifat-sifatnya secara jelas. Dari sinilah munculnya hipotesis dark energy. Andaikata asumsi ini tidak tepat, kemungkinan lainnya pun hanya membawa kita pada dua penjelasan yang tidak memuaskan, yaitu (mungkin) memang tidak ada yang namanya dark energy, atau bisa jadi gravitasi justru bekerja dengan cara lain yang belum terpikirkan oleh para ilmuwan.

Ya, tidak dapat dipungkiri bahwa penemuan alam semesta yang mengembang dengan dipercepat ini memang sesuatu yang luar biasa dan layak diganjar hadiah Nobel Fisika tahun ini. Di sisi lain, dengan masih misteriusnya mekanisme di balik fenomena tersebut, bolehlah kita mengatakan pemberian hadiah Nobel ini sebagai sebuah perayaan atas ketidaktahuan dan keterbatasan pengetahuan manusia.

Bahan bacaan:

Penulis:
Ahmad Ridwan T. Nugraha, peneliti fisika, alumnus ITB dan Tohoku University.
Kontak: art.nugraha(at)gmail(dot)com.

Back To Top