Dimensi Cinta dan Alam Semesta

Ketika sedang melamun, sayup-sayup terdengar lagu berikut:

Cintaku sedalam samudra, setinggi langit di angkasa kepadamu.

Siapa saja yang belajar fisika sejak SMA tentu tahu bahwa jarak berdimensi panjang. Dalam lagu ini cinta diandaikan dengan jarak sehingga berdimensi panjang. Kalau begitu, satuannya dalam SI (Sistem Internasional) adalah meter. Lanjutannya,

Cintaku sebesar dunia, seluas jagat raya ini kepadamu.

Wah, rupanya jadi tidak konsisten. “Seluas jagat raya?” Luas itu satuannya meter kuadrat. Jika ternyata jagat raya berdimensi ruang (tiga dimensi panjang), satuan yang benar adalah meter kubik.

***

Kisah alam semesta

Mari beralih ke cerita yang serius. Radius alam semesta yang tampak (observable universe) adalah sekitar 46 miliar tahun cahaya. Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh cahaya dalam ruang hampa selama satu tahun, yaitu $latex 9,5 \times 10^{15}$ meter. Dengan demikian, radius alam semesta tampak setara dengan $latex 4,4 \times 10^{26}$ meter. Bandingkan dengan radius bumi yang hanya $latex 6,4 \times 10^6$ meter, dua puluh orde lebih kecil. Oleh karena itu, kata dunia dalam lirik di atas semestinya tidak berarti Bumi karena Bumi kecil sekali dibandingkan ukuran jagat raya. Mungkin kata dunia di atas semakna dengan frasa “dunia fana” yang dapat diartikan sebagai jagat raya itu sendiri, atau dunia sebagai antonimnya akhirat.

Saat kita melihat bintang-bintang di langit, sesungguhnya kita melihat ke masa lalu. Hal ini disebabkan cahaya membutuhkan waktu untuk merambat dari bintang asalnya ke Bumi. Ambil contoh bintang terdekat, yaitu matahari. Matahari yang kita lihat sekarang adalah matahari 8 menit yang lalu karena dibutuhkan waktu 8 menit bagi cahaya untuk merambat dari matahari ke Bumi. Bintang terdekat setelah matahari adalah Proxima Centauri. Dibutuhkan waktu 0,2 tahun bagi cahaya untuk mencapai bumi dari bintang tersebut. Jarak ke pusat galaksi kita (Bima Sakti) adalah 26.000 tahun cahaya. Jarak ke galaksi lain misalnya Andromeda 2,5 juta tahun cahaya. Wow!

Semakin jauh jarak dari sumber suatu cahaya, semakin jauh cahaya tersebut berasal dari masa lalu. Oleh karena itu, informasi mengenai alam semesta yang jauh ke masa lalu (tidak lama setelah Big Bang) dapat diperoleh dari cahaya yang berasal dari jarak yang paling jauh yang masih bisa mencapai kita. Sayangnya, ini ada batasnya.

Mengapa demikian?

Umur alam semesta setelah Big Bang bersifat berhingga (alias tidak tak terhingga). Bila kita mundur ke masa lalu, saat alam semesta kira-kira berumur kurang dari 300.000 tahun, kerapatan materi sangat besar, begitu juga dengan tekanannya. Sedemikian besarnya kerapatan dan tekanan materi sehingga elektron yang muatannya negatif tidak dapat terikat pada proton yang muatannya positif untuk membentuk atom hidrogen yang netral. Tumbukan dengan partikel lainnya akan segera memutuskan kembali ikatan yang sempat terjalin. Ini persis dengan apa yang terjadi di matahari saat ini. Elektron-elektron dan proton-proton pada keadaan tersebut dikatakan berada dalam fase plasma.

Dalam fase plasma, cahaya tidak bisa bebas pergi jauh-jauh. Lintasan bebas rata-ratanya (mean-free-path) sangatlah pendek. Akibatnya, medium dalam fase plasma tidak tembus cahaya (opaque). Seperti yang disebutkan sebelumnya, contohnya adalah matahari. Cahaya yang mencapai kita berasal dari permukaan matahari. Cahaya dari pusat matahari harus dihamburkan berkali-kali dari satu muatan ke muatan lainnya. Sampai pada saat cahaya tersebut mencapai permukaan matahari, informasi awalnya sudah sulit diidentifikasi.

Jadi, saat alam semesta kira-kira berumur kurang dari 300.000 tahun, materi di alam semesta berada dalam fase plasma yang tidak tembus cahaya. Ketika alam semesta cukup dingin, elektron mulai dapat terikat pada proton membentuk atom hidrogen yang netral sehingga lintasan bebas rata-rata cahaya jadi lebih panjang. Periode ini disebut rekombinasi, yaitu saat elektron dan proton pertama kali membentuk atom hidrogen. Selanjutnya, alam semesta terus mendingin sehingga populasi atom hidrogen semakin bertambah, sementara populasi elektron dan proton bebas semakin berkurang.

Ilustrasi keberadaan cosmic microwave background (CMB). Kita hanya bisa melihat permukaan awan radiasi tempat cahaya masih bisa dihamburkan. Untuk mengetahui bagaimana kondisi alam semesta ketika berusia kurang dari 300.000 tahun, diperlukan penjejak yang nonelektromagnetik (karena cahaya adalah gelombang elektromagnetik). Sumber gambar: http://web.williams.edu/astronomy/Course-Pages/330/
Ilustrasi keberadaan cosmic microwave background (CMB). Kita hanya bisa melihat permukaan awan radiasi tempat cahaya masih bisa dihamburkan. Untuk mengetahui bagaimana kondisi alam semesta ketika berusia kurang dari 300.000 tahun, diperlukan penjejak yang bersifat nonelektromagnetik (karena cahaya adalah gelombang elektromagnetik).

Permukaan batas antara alam semesta yang tidak tembus cahaya dan alam semesta yang transparan disebut sebagai permukaan hamburan terakhir (surface of last scattering). Cahaya yang kita terima dari permukaan batas ini disebut sebagai radiasi latar belakang gelombang kosmik, alias cosmic microwave background (CMB). Untuk mengakses kondisi alam semesta yang lebih jauh dari permukaan batas hamburan terakhir, perlu digunakan penjejak yang nonelektromagnetik seperti neutrino. Para ahli kosmologi lantas dapat menggali informasi mengenai awal alam semesta secara tidak langsung dengan mempelajari spektrum CMB.

***

Kembali ke masalah cinta. Ada juga lagunya grup Element yang berjudul “Kekuatan Cinta”. Apa pula maknanya? Sepertinya cinta itu semacam interaksi (punya sifat tarik-menarik). Interaksi yang berbeda selain mempunyai kekuatan interaksi (coupling constant) yang bervariasi juga mempunyai rentang interaksi (cross-section) yang berbeda satu sama lain. Misalnya interaksi elektromagnetik memiliki rentang interaksi yang besar, tapi interaksi nuklir kuat memiliki rentang interaksi yang sangat pendek seukuran inti atom. Mungkin ini yang menjadi maksud lirik lagu di awal tulisan. Penyanyinya berusaha menyatakan rentang interaksi cinta mereka. Misalnya, seseorang bernyanyi, “Cintaku sejauh Jakarta-Bandung,” ini berarti jika ia dan pacarnya terpisah jarak yang lebih besar dari jarak Jakarta-Bandung, putuslah sudah hubungan mereka.

Catatan: artikel ini tidak serius!!!

Bahan bacaan:

Penulis:
Zainul Abidin, dosen STKIP Surya, alumnus College of William & Mary, Amerika Serikat.
Kontak: zxabidin(at)yahoo(dot)com.

Back To Top