Di dunia hewan kita mengenal komodo yang telah ada sejak zaman purbakala. Bagaimana dengan tumbuhan? Apakah ada tumbuhan purba yang masih ada hingga saat ini? Jawabannya adalah “ya”. Salah satu contohnya adalah Psilotum nudum.
P. nudum adalah tumbuhan purba dari kelompok paku-pakuan (Pteridophyta) yang diperkirakan sudah ada sejak periode Devonian atau sekitar 400 juta tahun yang lalu. Tumbuhan ini disebut sebagai fosil hidup (the living fossil) karena memiliki kesamaan dengan fosil tumbuhan di periode Devonian. P. nudum juga dikenal dengan nama kumpai sapu atau paku garpu (skeleton fork fern) karena memiliki percabangan dikotomi (menggarpu).
Tumbuhan ini termasuk dalam suku Psilotaceae, ordo Psilotales, kelas Psilopsida, dan filum Psilophyta. Tumbuhan ini menempel di bebatuan di lereng hutan atau tebing jurang, terkadang juga ditemukan tumbuh di permukaan tanah. Tingginya dapat mencapai 60 cm. Sebaran P. nudum adalah di daerah tropis dan subtropis, seperti Amerika Utara, Asia Tenggara, hingga Australia.
Karena merupakan tumbuhan purba, jaringan tumbuhan pada P. nudum masih sangat sederhana. Meskipun demikian, P. nudum telah memiliki jaringan pengangkut, yaitu xilem dan floem. Xilem berfungsi untuk mengangkut air dan mineral dari tanah, sedangkan floem berfungsi untuk mengedarkan hasil fotosintesis. Hampir seluruh bagian tumbuhan berwarna hijau dan mengandung klorofil (pigmen hijau untuk melakukan fotosintesis), sementara bagian daun pada P. nudum berukuran kecil dan tampak seperti sisik.
Perkembangbiakan P. nudum dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Perkembangbiakan vegetatif P. nudum melalui rhizoma. Tunas baru akan muncul pada bagian samping tumbuhan. Sementara itu, perkembangbiakan generatif P. nudum melalui spora yang tersimpan di dalam kotak spora (sporangia) berwarna kuning.
P. nudum juga melakukan simbiosis mutualisme dengan mikoriza. Hal ini dilakukan agar mempermudah dan memperluas area serapan air dan mineral dalam tanah. Selain sebagai tanaman hias, paku ini berpotensi sebagai tanaman obat. Bahkan penduduk lokal ada yang menjadikannya sebagai minuman teh.
Sayangnya, akibat meningkatnya kerusakan hutan, populasi tumbuhan paku ini mulai mengalami penurunan di alam liar. Bahkan International Union for Concervation of Nature and Natural Resources (IUCN) mengkategorikan P. nudum sebagai jenis tumbuhan yang terancam kritis (critically endengered). Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya konservasi baik secara in situ maupun ex-situ; konservasi in situ dilakukan di habitat alaminya, sedangkan konservasi ex-situ dilakukan di luar habitat alaminya, seperti kebun raya dan sejenisnya.
Bahan bacaan:
-
Margulis, L. and Chapman, M.J. 2009. Kingdoms and Domains: An Illustrated Guide to the Phyla of Life on Earth, 4th Edition. USA: Academic Press. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-373621-5.X0001-3
-
Nazarian, H., Taghavizad, R., and Khosravi, E. 2010. The first anatomical report and morphological reexamination of Psilotum nudum L., in Iran. Pakistan Journal of Botany, 42 (6): 3732-3728.
-
Taafaki, I.J., Fowler, M.K., and Thaman, R.R. 2006. Traditional Medicine of The Marshall Islands: The Women, the Plants, the Treatments. Fiji: University of the South Pacific.
-
http://www.catalogueoflife.org/annual-checklist/2010/details/species/id/7036314
-
http://tropical.theferns.info/viewtropical.php?id=Psilotum+nudum
Penulis:
Elga Renjana, Peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Alumnus Universitas Airlangga.
Kontak: elgarenjana(at)gmail(dot)com