Kuntau: Seni Bela Diri Khas Sumatera Selatan

Kuntau merupakan seni bela diri tradisional khas milik daerah Palembang dan Sumatera Selatan. Seni bela diri tradisional ini diperkirakan sudah ada sejak zaman Kesultanan Palembang Darussalam. Pada masa penjajahan, mereka yang memiliki keahlian Kuntau dipersenjatai dengan besi bercabang, pisau bermata dua, dan balok untuk bertempur melawan musuh yang hendak menindas masyarakat dan merebut wilayah yang mereka diami. Dengan menguasai seni bela diri Kuntau ini diharapkan selain dapat meningkatkan perilaku rajin dalam beribadah, juga dapat mengendalikan nafsu serta amarahnya.

Ilustrasi Seni Bela Diri Kuntau. Sumber: kamerabudaya.com.

Seni bela diri tradisional Kuntau diyakini dapat membentuk kepribadian seseorang untuk selalu rendah hati, tidak sombong, dan mampu meminimalkan keributan. Katanya walau hanya dipelajari dalam beberapa bulan, seni bela diri tradisional Kuntau tidak hanya dikenal dapat menjatuhkan lawan, tetapi juga dapat mematikan lawannya, meskipun penyerangan terhadap lawan dilakukan dalam keadaan gelap tanpa ada bantuan cahaya.

Gerakan-gerakan seni bela diri tradisional Kuntau dianggap unik, tidak sekedar mengedepankan keindahan gerakan-gerakan semata, tetapi disesuaikan dengan jalan alam dan sangat dahsyat serta bertenaga. Dengan adanya kemampuan masyarakat Palembang menguasai seni bela diri tradisional Kuntau, Kesultanan Palembang bersama masyarakat mampu angkat senjata melawan penjajah. Mereka tidak takut walaupun penjajah memiliki senjata yang lebih lengkap dan modern.

Menurut K. Anwar Beck, seniman Palembang, seni bela diri tradisional Kuntau ini dibawa oleh para imigran yang datang dari Cina dan berprofesi di antaranya sebagai pedagang, buruh, dan profesi lainnya. Mereka datang ke Palembang di saat berkuasanya Kesultanan Palembang Darussalam. Ada juga yang berpendapat bahwa seni bela diri tradisional Kuntau awalnya dibawa ke Asia oleh para wali atau ulama besar dari Timur Tengah.

Secara harfiah seni bela diri tradisional Kuntau berasal dari kata kûn-thâu (bahasa Hokkien) yang berarti “jalan kepalan,” atau lebih tepatnya diterjemahkan sebagai “pertempuran seni,” yaitu seni bela diri yang diciptakan oleh komunitas Tionghoa di Asia Tenggara, khususnya di daerah Kepulauan Melayu. Ada juga yang menganggap Kuntau berasal dari perkataan “Kun” yang memiliki arti “Jadi” dan “Tau” yang memiliki arti isyarat. Adapun ciri khas pakaian yang digunakan untuk berlatih seni bela diri tradisional Kuntau adalah dengan memakai pakaian berwarna serba hitam mulai dari baju, celana panjang sampai ikat kepala.

Seni bela diri tradisional Kuntau yang terkenal di wilayah Sumatera Selatan di antaranya Kuntau Sebalik yang berasal dari desa Sebalik, Tanjung Lago, Banyuasin; Kuntau Pisau Due yang berasal dari Suku Semende. Di Empat Lawang, seni bela diri tradisional Kuntau merupakan ilmu bela diri yang menjadikan salah satu kebudayaan dalam mempererat tali persaudaraan, membela dan menjaga diri dari serangan musuh. Selain di Sumatera Selatan, seni bela diri tradisional Kuntau juga ditemukan di tanah Kalimantan (khususnya Kalimantan Selatan) maupun luar negeri seperti negara Filipina, Malaysia, dan Singapura. Di Filipina sendiri, seni bela diri tradisional ini disebut dengan nama Kuntao.

Dalam perkembangannya, seni bela diri tradisional Kuntau disesuaikan dengan budaya lokal yang terdapat di sekitar. Banyak teknik seni bela diri tradisional Kuntau yang memasukan unsur dari teknik seni bela diri silat atau gabungan antara Kuntau dengan silat. Bahkan ada yang menyebut gabungan seni bela diri tersebut dengan istilah Kuntau-Silat. Di daerah lain juga terdapat seni bela diri tradisional yang mirip dengan Kuntau, tetapi memiliki nama yang lain seperti Kun Tao Lo Ban Teng yang dikembangkan oleh Siauw Gok Bu Koan (Betawi).

Saat ini perkembangan seni bela diri tradisional Kuntau sangat memprihatinkan. Seni bela diri Kuntau mulai redup dan rata-rata hanya digemari oleh kalangan orang tua. Tidak banyak daerah di Sumatera Selatan, khususnya Kota Palembang yang masih melestarikan seni bela diri tradisional Kuntau. Salah satu wilayah yang masih rutin mempelajari seni bela diri tradisional Kuntau terdapat di daerah kawasan Kelurahan 22 Ilir dan Kelurahan 19 Ilir Palembang. Kegiatan demonstrasi yang dilakukan untuk mengenalkan seni bela diri tradisional Kuntau sebagai warisan leluhur yang berasal dari daerah Palembang di depan umum maupun pada acara seremonial masyarakat sangat rendah sekali. Kalaupun ada, hanya tampil di saat perayaan kemerdekaan.

Sebuah cerita yang patut direnungkan ketika seorang pemuda dari Jawa Timur yang merantau ke Belitung (OKU Timur) pada tahun 1991 yang tertarik dengan seni bela diri tradisional Kuntau. Dia mencari informasi tentang keberadaan seni bela diri tradisional Kuntau di wilayah tersebut, tetapi yang didapatnya hanya ucapan bahwa belajar seni bela diri tradisional Kuntau dianggap ribet dan tidak sembarangan pula ilmu Kuntau yang diturunkan. Seni bela diri tradisional Kuntau hanya dapat diwariskan kepada para keturunan pilihan.

Selain itu, ada yang mengatakan, “Mereka tidak berminat untuk meneruskan seni bela diri tradisional tersebut yang dikuasai oleh kakeknya.” Pemuda Jawa Timur itu baru terpenuhi keinginannya untuk melihat seni bela diri tradisional Kuntau 10 tahun kemudian dengan melihat gerakan seni bela diri tradisional Kuntau dari seorang pemuda Komering. Jurus atau teknik yang ditampilkan sangat ringkas dan praktis. Terdapat 12 jurus atau teknik yang digabungkan dalam satu “tarian” seni bela diri tradisional Kuntau. Akan tetapi pemuda tersebut tidak dapat mengajarkan seni bela diri tradisional Kuntaunya karena terikat janji dengan guru Kuntaunya.

Seni bela diri tradisional Kuntau sekarang ini hanya sebatas peninggalan leluhur dan mereka tidak pernah tahu jurus atau teknik seni bela diri tradisional Kuntau yang ditinggalkan orangtua maupun kakeknya yang dalam sejarahnya menjadi “jawara” seni bela diri tradisional Kuntau di daerahnya. Sebagai pecinta budaya luhur di negeri ini, sudah selayaknya kita menyelamatkan seni bela diri tradisional Kuntau sebagai peninggalan yang adiluhung dari kepunahan.

Jika masih ditemukan seorang pendekar seni bela diri tradisional Kuntau sudah selayaknya ilmu seni bela diri tradisional yang dikuasai itu diajarkan kepada generasi muda dengan berbagai cara maupun dalam bentuk apapun. Sebagai langkah dalam melestarikan seni bela diri tradisional Kuntau, tidak ada salahnya mempertimbangkan seni bela diri tradisional Kuntau untuk dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran muatan lokal di sekolah. Peserta didik sudah seharusnya ikut mengetahui sejarah panjang seni bela diri tradisional Kuntau yang merupakan salah satu warisan leluhur Sumatera Selatan.

Bahan bacaan:

Penulis:
Noperman Subhi, Guru PPKn SMA PGRI 5 Palembang & Dosen luar biasa di Akademi Bina Bahari.
Kontak: nopermansubhi(at)gmail(dot)com.

Back To Top